Perundingan damai antara Amerika Serikat dan Taliban yang telah dijalin selama berbulan-bulan berantakan. Kedua pihak kembali saling ancam.
WASHINGTON, MINGGUPemerintah Amerika Serikat dan kelompok Taliban, Minggu (8/9/2019), kembali saling menebar ancaman setelah perundingan di antara mereka kolaps menyusul penghentian negosiasi yang diumumkan Presiden AS Donald Trump. Pernyataan kedua pihak mencuatkan kekhawatiran bakal meningkatkan kekerasan di Afghanistan.
”Jika Taliban tidak menunjukkan kelakuan baik, jika mereka tidak memenuhi komitmen yang mereka janjikan kepada kami selama berminggu-minggu, dan dalam beberapa kasus selama berbulan-bulan, Presiden (Trump) tidak akan mengurangi tekanan,” kata Mike Pompeo, Menlu AS, dalam wawancara pada program ”State of the Union” televisi CNN.
”Kami tidak akan mengurangi dukungan kami kepada pasukan keamanan Afghanistan yang berjuang sangat keras di Afghanistan,” ucapnya. Adapun Taliban, melalui pernyataan di Twitter yang dirilis jubir Zabihullah Mujahid, menegaskan bahwa AS ”bakal lebih terluka dibandingkan dengan siapa pun”. Meski demikian, Taliban tetap membuka diri untuk negosiasi di masa datang.
”Perlawanan kami selama 18 tahun terakhir seharusnya menjadi bukti bahwa kami tidak akan puas sebelum kami melihat akhir sepenuhnya dari pendudukan,” kata Taliban.
Keputusan penghentian perundingan itu diumumkan Trump melalui akun Twitter- nya, Sabtu waktu AS. Ia menyebut keputusan itu dipicu oleh serangan bom mobil di Kabul, pekan lalu, yang menewaskan seorang tentara AS dan 11 orang lainnya.
Trump juga mengungkapkan, sebelum mengumumkan penghentian negosiasi, ia telah merancang pertemuan rahasia dengan tokoh Taliban dan pemimpin Afghanistan di Camp David, Maryland, beberapa hari menjelang peringatan serangan 11 September 2011.
Dengan penghentian perundingan, situasinya tidak sejalan dengan janji Trump untuk menarik 13.000 hingga 14.000 tentara AS, sekaligus mengakhiri keterlibatan negara itu dalam konflik di Afghanistan. Utusan Khusus AS untuk Perdamaian di Afghanistan Zalmay Khalilzad menuturkan, sebenarnya kurang dari seminggu lalu kesepakatan antara AS dan Taliban ”secara prinsip” telah dicapai dan hanya perlu persetujuan Trump.
Kesepakatan itu, antara lain, berisi langkah AS menarik sekitar 5.000 tentara AS dalam beberapa bulan ke depan. Sebagai imbalannya, Taliban akan memastikan Afghanistan tidak dijadikan pangkalan kelompok militan untuk menyerang AS dan sekutunya.
Kantor kepresidenan Ashraf Ghani menyatakan, ”Perdamaian sejati akan terwujud jika Taliban berhenti membunuh warga Afghanistan, melakukan gencatan senjata, dan mulai bernegosiasi langsung dengan Pemerintah Afghanistan untuk masa depan bangsa.”
Analis politik Afghanistan, Waheed Muzhda, berkeyakinan Khalilzad telah mengundang Ghani ke Washington dan lalu pergi ke Qatar untuk mengundang Taliban dan menandatangani perjanjian. ”Taliban menolak ajakannya, dan itu membuat Trump marah,” katanya. (AFP/AP/REUTERS/ADH)