Pola pembinaan olahraga yang langsung ditangani oleh cabang dinilai Kementerian Pemuda dan Olahraga cukup efektif dalam meningkatkan prestasi olahraga nasional .
Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pola pembinaan olahraga yang langsung ditangani oleh cabang dinilai Kementerian Pemuda dan Olahraga cukup efektif dalam meningkatkan prestasi olahraga nasional. Hal itu terlihat dari pencapaian prestasi Indonesia pada Asian Games 2018.
“Usai Asian Games, kami mengevaluasi lima poin utama. Poin pertama adalah penyaluran anggaran kepada induk cabang olahraga efektif untuk meningkatkan prestasi karena dapat memangkas birokrasi,” kata Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto di Jakarta, Jumat (6/9/2019).
Gatot menjelaskan, sebelum Asian Games 2018, anggaran tidak langsung dikelola oleh cabang olahraga. Hal itu membuat pencairan anggaran sering terlambat, bahkan kerap membuat gaji atlet tertunggak berbulan-bulan. “Begitu terbit Peraturan Presiden Nomor 95 tahun 2017 tentang Peningkatan Prestasi OlahragaNasional, maka anggaran dapat langsung disalurkan kepada cabang olahraga dan tidak lagi terlambat,” kata Gatot.
Poin kedua yang menjadi evaluasi adalah penyusunan target olahraga menjadi lebih realistis. Demikian juga pelaporan dari cabang olahraga kepada Kemenpora dapat sesuai dengan kenyataan. Poin ketiga, dengan adanya pembangunan infrastruktur Asian Games, maka arena yang digunakan cabang olahraga untuk berlatih jauh lebih baik. Hal ini dapat mendorong prestasi olahraga Indonesia baik di tingkat Asia Tenggara, ataupun Asia.
Pada poin keempat, Kemenpora menyadari bahwa masih ada masalah terkait pengucuran anggaran kepada cabang olahraga. Dualisme pengurus cabang olahraga, misalnya, menjadi problem utama yang menghambat pencairan anggaran. Untuk mengatasi hal ini, cabang diminta menunjukkan bukti hukum mengenai susunan pengurus yang sah. Setelah itu, anggaran baru dapat dicairkan.
Poin terakhir yang menjadi evaluasi adalah Indonesia darurat atlet-atlet pelapis. Berdasarkan hasil Asian Games 2018, peraih medali masih didominasi oleh wajah-wajah lama. “Apabila situasi ini tidak segera diatasi, setelah Olimpiade Tokyo 2020 prestasi kita bisa terhambat karena tidak punya atlet pelapis,” ujar Gatot.
Untuk mengatasi hal tersebut, Kemenpora mengambil kebijakan untuk menurunkan 60 persen atlet yunior dan 40 atlet senior pada SEA Games Manila 2019. Gatot menyebut, ini merupakan pertaruahan besar yang akhirnya diambil pemerintah untuk memastikan regenerasi atlet berjalan.
“Setelah sukses Asian Games, tentu banyak orang berharap prestasi di SEA Games meningkat. Tetapi, dengan menurunkan atlet-atlet yunior banyak yang khawatir peringkat kita akan turun. Inilah pertaruhan besar yang kami ambil agar regenerasi berjalan,” kata dia.
Gatot mengatakan, pembinaan pelatnas saat ini yang langsung dipegang pengurus cabang olahraga memang tidak sepenuhnya berjalan mulus. Terutama setelah terungkapnya kasus korupsi yang melibatkan pejabat Kemenpora dan KONI, pencairan anggaran kepada cabang olahraga relatif lebih lambat dari biasanya. “Rekan-rekan di Kemenpora jadi lebih hati-hati dalam mencairkan anggaran. Kehati-hatian itu memang perlu, tetapi sebaiknya ada timeline kapan urusan anggaran diselesaikan,” kata dia.
Belum ideal
Sistem pembinaan olahraga berdasarkan Undang-undang Sistem Keolahragaan Nasional Nomor 3 tahun 2005 dinilai belum ideal untuk menciptakan prestasi jangka panjang. Perlu ada pembinana atlet berjenjang yang diawali dengan pencarian bakat.
Demikian disampaikan oleh Ketua Asosiasi Profesor Keolahragaan Indonesia Djoko Pekik Irianto saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (8/9/2019). Djoko menilai, untuk mengembangkan prestasi, perlu juga dukungan maksimal di tingkat dasar, yaitu klub-klub olahraga. “Pembinaan yang berada di klub harus didukung, baik dalam hal manajemen maupun anggaran,” kata dia.
Selain itu, pemerintah perlu memastikan pembinanaan yang dilakukan cabang olahraga berjalan lancar. Tetapi, kenyataannya, cabang olahraga kerap menjumpai kendala yaitu pengucuran anggaran terkendala proposal dan penandatanganan MoU.
Djoko mengusulkan, proposal sudah diajukan satu tahun sebelum penyusunan anggaran di Kemenpora. Setelah itu, proposal diverifikasi oleh tim ahli. Anggaran cabang olahraga kemudian diusulkan kepada DPR oleh Kemenpora bersamaa dengan pengajuan anggaran lainnya. “Setelah dinyatakan sebagai Daftar Isisan Pelaksanaan Anggaran, maka dana bisa segera tersalurkan,” ujarnya.
Dia juga menilai, prioritas pembinaan terhadap atlet-atlet ptensial juga penting agar bisa sukses di Olimpiade 2032. Oleh karena itu, atlet-atlet muda yang diproyeksikan dapat meraih emas sudah harus dibina paling tambat pada 2022.