Pola pembinaan atlet yang dilakukan langsung induk cabang olahraga menjadi pilihan yang tepat. Namun, perlu ada regulasi yang lebih jelas dalam mengatur tugas dari masing-masing pemangku kebijakan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pola pembinaan atlet yang dilakukan langsung induk cabang olahraga menjadi pilihan yang tepat. Namun, perlu ada regulasi yang lebih jelas dalam mengatur tugas dari masing-masing pemangku kebijakan.
Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia Marciano Norman di Jakarta, akhir pekan lalu mengatakan, pengurus cabang olahraga lebih memahami proses rekrutmen atlet. Namun cabang olahraga bertanggung jawab untuk menyiapkan kompetisi yang berkesinambungan. Cabang olahraga juga perlu menyiapkan atlet yang berkualits dan bertanggung jawab pada target yang hendak dicapai.
Adapun KONI memiliki peran sebagai pengawas dan pendampingan pada cabang olahraga dengan memberikan evaluasi atas prestasi yang dicapai. Mereka juga akan memberikan masukan untuk mendukung cabang olahraga dalam proses pelatihan.
“Cabang olahraga yang mengatur secara teknis, kami yang memberikan masukan bagaimana meraih dan mempertahankan prestasi,” kata Marciano, yang juga menekankan pentingnya penerapan ilmu keolahragaan untuk meningkatkan prestasi atlet. Pelatih dan atlet perlu mengetahui porsi latihan yang tepat, asupan kalori untuk memenuhi kebutuhan tenaga, dan ilmu kepelatihan. Keilmuan tersebut perlu diketahui cabang olahraga untuk meningkatkan prestasi atlet.
Ia melihat, prestasi atlet Indonesia pada Asian Games perlu dipertahankan. Untuk meningkatkan dan mempertahankan prestasi tersebut, perlu dialog dan sinergisitas antarpemangku kebijakan. Kementerian Pemuda dan Olahraga memiliki wewenang paling tinggi, sedangkan KONI merupakan induk dari pengurus cabang olahraga.
Untuk mempertahankan prestasi di ajang internasional itu perlu ada perhatian lebih pada atlet elite, termasuk dengan mengirim mereka ke negeri yang memiliki keunggulan pada cabang tersebut, misalnya dengan mengirim atlet taekwondo berlatih di Korea Selatan. Perhatian khusus perlu diberikan pada cabang olahraga yang berpeluang meraih medali di olimpiade. “Ada tiga cabang olahraga yang memiliki peluang besar untuk menang yakni bulu tangkis, angkat besi, dan panahan,” kata Marciano.
Sambil membina atlet elite, atlet lapis kedua dan ketiga juga harus dapat pembinaan untuk memberikan ruang kepada mereka agar mampu menunjukkan kemampuannya. Sementara itu, untuk atlet junior dipersiapkan agar dapat menggantikan atlet senior. Menurut Marciano, Indonesia sudah memiliki pendanaan yang cukup untuk olahraga, tetapi sasaran yang hendak dicapai belum optimal. “Rekrutmen calon atlet masih belum sesuai dengan keinginan cabang olahraga,” ujarnya.
Ia melihat proses rekrutmen calon atlet Indonesia masih lemah. Hal itu terjadi karena proses pencarian bibit atlet masih jauh dari harapan. Marciano menginginkan anggaran yang sudah diberikan untuk mencari bibit unggul dioptimalkan sehingga tidak terbuang sia-sia.
Transisi
Terkait pembinaan olahraga prestasi, Sekretaris Jenderal Komite Olimpiade Indonesia Hellen Sarita Delima mengatakan, saat ini adalah masa transisi usai pembubaran Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) pada akhir 2017. Pada masa transisi ini, hasil yang dapat dilihat yakni Indonesia mampu memperoleh 31 medali emas pada Asian Games 2018 dan menduduki peringkat keempat. Akan tetapi, kekurangannya masih ada kesenjangan antar cabang olahraga. Selain itu, manajemen untuk persiapan atlet masih lemah.
Ia menyoroti Undang-undang nomor 3/2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional masih perlu direvisi sebab ada istilah-istilah serta tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) yang tidak jelas. Ketidakjelasan tersebut harus diperbaiki agar tidak multi tafsir.
Untuk mempertahankan prestasi yang sudah ada dan berkelanjutan, Helen meminta agar mengembalikan seluruhnya pada pelatih dan cabang olahraga. Selain peningkatan pada kualitas atlet elite, perlu pengembangan atlet baru. “Yang sudah bagus dipertahanakan, lalu kembangkan dengan atlet baru,” ujarnya.
Beberapa cabang olahraga yang masih mengandalkan pemain senior perlu ada regenerasi. Hal itu dibutuhkan agar pemain yang lebih muda dapat mempersembahkan medali untuk Indonesia. Untuk mencapainya, dibutuhkan perencanaan yang matang. Adapun pembinaan level atlet elite perlu dibedakan dengan atlet yang kualitasnya ada di bawahnya. Atlet elite dipersiapkan untuk ajang internasional.
Dalam hal ini, KOI memiliki fungsi untuk menyeleksi atlet yang akan berjuang di ajang internasional. “Kita harus melihat prestasi atlet tersebut, kita pantau, dan evaluasi,” kata Hellen.