Bencana kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan terus melanda sebagian wilayah. Kualitas udara bahkan menyentuh level terburuk, yakni berbahaya bagi kesehatan.
JAMBI, KOMPAS — Kabut asap masih menyelimuti sebagian wilayah Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan di sejumlah daerah telah mencemari udara pada level sangat tidak sehat hingga yang terburuk pada level berbahaya. Beberapa pemerintah daerah pun memilih meliburkan sekolah.
Di Jambi, pencemaran udara dalam pengukuran partikel debu PM 2,5 menunjukkan hasil yang berada pada rentang kategori tidak sehat hingga berbahaya untuk kesehatan. Pemerintah Kota Jambi menyikapi kondisi itu dengan meliburkan sekolah pada Senin-Selasa (9-10/9/2019).
”Untuk hari berikutnya, kebijakan akan menyesuaikan dengan pantauan kondisi udara terbaru,” kata Wakil Wali Kota Jambi Maulana. Keputusan meliburkan siswa akibat kabut asap itu merupakan yang kedua kali diambil Pemkot Jambi pada tahun ini. Sebelumnya, siswa juga diliburkan pada 19-21 Agustus 2019.
Kebijakan serupa diambil Gubernur Riau Syamsuar. Namun, kebijakan itu disesuaikan dengan kondisi daerah, terutama di daerah yang kualitas udaranya minimal tergolong tidak sehat.
Berdasarkan data Indeks Standar Pencemaran Udara yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Senin pagi, kualitas udara di Pekanbaru, Riau, mencapai angka 201 atau masuk kategori sangat tidak sehat. Sementara di wilayah lain, seperti Dumai dan Siak, dalam kondisi tidak sehat (150-200).
Di Kalteng, kabut asap melanda Kota Palangkaraya, Kabupaten Pulang Pisau, dan Kotawaringin Timur. Di sejumlah ruas jalan, kabut asap pekat mengakibatkan jarak pandang terbatas. ”Saya tidak bisa melihat jalan lagi saat menuju Pulang Pisau dari Palangkaraya, jadi harus pelan-pelan,” ujar Simpun (47), sopir truk pembawa minyak kelapa sawit mentah (CPO).
Devi (27), ibu rumah tangga di Sampit, ibu kota Kabupaten Kotawaringin Timur, mengungkapkan, dirinya dan keluarga tidak bisa beraktivitas di luar rumah. Anaknya yang baru berumur tiga bulan bahkan terus berada di kamar karena kondisi asap yang kian berbahaya. ”Mau enggak mau di rumah saja daripada kena asap, kasihan anak saya masih bayi,” katanya.
Di Kalbar, kabut asap juga berdampak terhadap aktivitas sekolah di sejumlah daerah. Kebijakan meliburkan sekolah diambil Pemerintah Kabupaten Ketapang, Kayong Utara, dan Sintang. Selain itu, jarak pandang yang terbatas juga mengancam keselamatan pelayaran. Pelaksana Harian Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Pontianak Hardi Sugianto mengimbau kapal yang berlayar di alur Sungai Kapuas agar berhati-hati.
Panjatkan doa
Kemarin, para tokoh lintas agama melaksanakan doa bersama di Pontianak, Kalbar, memohon hujan agar kabut asap segera berakhir. Kegiatan itu juga diikuti ratusan personel TNI dan Polri, mahasiswa, serta perwakilan tokoh masyarakat.
Kabut asap dari kebakaran lahan gambut juga melanda Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. Akibatnya, sebagian warga mulai terserang infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Kepala Puskesmas Mowewe, Kolaka Timur, Selvina Lakasa mengatakan, sedikitnya lima warga datang memeriksakan kondisi kesehatan karena sesak dan batuk parah. Pasien yang terdiri dari anak-anak dan orang dewasa ini mengalami ISPA akibat dari asap yang terus memasuki rumah dan perkampungan.
Kebakaran lahan bahkan juga terpantau di wilayah Papua dan Papua Barat. Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah V Jayapura menyebutkan terpantau 36 titik panas di dua provinsi itu.
Kondisi kebakaran hutan dan lahan yang meluas di sejumlah wilayah di Tanah Air diprediksi menjadi sorotan dalam Konferensi Tingkat Tinggi Aksi Iklim pada 24-27 September 2019 di New York City, Amerika Serikat. (ITA/SAH/JAL/FLO/ESA/RAM/IDO/ICH)