Relasi China-ASEAN kian dekat karena adanya perubahan kepentingan. Relasi keduanya tidak lagi terpengaruh oleh ideologi. Akan tetapi, berorientasi pada kebutuhan pembangunan.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Selama 10 tahun terakhir, hubungan antara China dan ASEAN kian mesra. Salah satunya ditunjukkan dengan nilai perdagangan China-ASEAN yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Ruang kerja sama antara kedua belah pihak pun, masih terbuka untuk dikembangkan.
Sekretaris Jenderal Komite Akademik Institut Pangoal, Wang Dong mengatakan, China selalu menganggap keberadaan ASEAN penting pada level politik strategis. Selama satu dekade terakhir, kemitraan strategis antara kedua pihak telah membawa kesejahteraan dan stabilitas yang saling menguntungkan.
“China menjadi partner dagang terbesar ASEAN selama 10 tahun terakhir. Nilai perdagangan terus menguat,” kata Wang Dong, yang juga merupakan Wakil Direktur Kantor untuk Humaniora dan Ilmu Sosial, Peking University, dalam simposium bertajuk "China’s Development and a Shared Future between ASEAN and China", di Jakarta, Selasa (10/9/2019).
Wang Dong mencatat, nilai perdagangan China-ASEAN sebesar 100 miliar dollar AS pada 2004, 300 miliar dollar AS pada 2011, dan terus meningkat hingga 500 miliar dollar AS pada 2017. Pada 2018, nilai perdagangan kembali meningkat 14,1 persen menjadi 587,9 miliar dollar AS.
Pemerintah China berkomitmen untuk terus mendekatkan hubungan dengan ASEAN. Kontak antar-manusia (people to people) didorong melalui pertemuan antar-pejabat pemerintahan, program pariwisata, dan pertukaran pelajar.
Pendiri Komunitas Kebijakan Luar Negeri Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal berpendapat, hubungan China-ASEAN semakin dekat karena adanya perubahan kepentingan dari kedua belah pihak. Relasi keduanya tidak lagi terpengaruh oleh ideologi. Akan tetapi, berorientasi pada kebutuhan pembangunan.
“Keberadaan China justru sekarang berdampak terhadap negara-negara di Asia Tenggara secara ekonomi, politik, diplomasi, teknologi, dan budaya. Sulit untuk mengekang pengaruh China. Yang penting, ASEAN perlu memastikan pengaruh China justru membawa perdamaian,” tutur Dino.
Ruang kolaborasi
Ruang kolaborasi keduanya dapat dieksplorasi dengan menyinergikan Inisiatif Satu Sabuk Satu Jalan (BRI) China dengan Rencana Induk Konektivitas ASEAN (MPAC) 2025. MPAC 2025 fokus pada lima bidang, yaitu infrastruktur yang berkelanjutan, inovasi digital, kelancaran logistik, regulasi yang unggul, dan mobilitas orang.
Ia melanjutkan, hubungan China-ASEAN masih memiliki ruang untuk terus berkembang. Potensi itu dapat tercapai apabila negosiasi Kode Tata Perilaku di Laut China Selatan (COC) dan Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) segera terselesaikan.
“Hubungan ASEAN dan China itu unik di dunia karena tidak semua organisasi kawasan berhubungan baik dengan negara besar, seperti Uni Eropa dan Rusia. Yang penting kerja sama regional di Asia Tenggara tetap mengedepankan sentralitas ASEAN,” kata Dino.
Duta Besar China untuk ASEAN, Huang Xilian menyampaikan, penting agar China dan ASEAN hidup dalam harmoni dan menghormati satu sama lain. “Kita adalah partner untuk pembangunan bersama dan harus bekerja secara multilateralisme demi stabilitas dan keterbukaan pasar,” ucapnya.