Masyarakat Berikan Masukan soal Rancangan Undang-Undang KPK
Komisi III DPR melakukan rapat dengar pendapat dengan sejumlah koalisi masyarakat sipil yang mendukung pasal-pasal bermasalah dalam RUU KPK.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi III DPR melakukan rapat dengar pendapat dengan sejumlah koalisi masyarakat sipil yang mendukung pasal-pasal bermasalah dalam RUU KPK. Para anggota koalisi masyarakat sipil berharap, pimpinan KPK terpilih kelak bisa melaksanakan ketentuan dalam RUU KPK.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Panen, Selasa (10/9/2019), meminta Komisi III agar tidak meragukan kinerja panitia seleksi yang telah bekerja keras untuk menyeleksi capim KPK. Ia berharap, kelak capim KPK terpilih bisa tampil dengan paradigma baru yang sesuai dengan RUU KPK.
”Saat ini KPK terlalu sibuk dengan penindakan OTT (operasi tangkap tangan) yang menurut kami hal tersebut tidak efektif untuk memberantas korupsi. Seharusnya OTT itu bisa dilakukan pihak kejaksaan dan kepolisian,” ucapnya saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III di Kompleks Parlemen, Senayan.
Neta menilai, pembentukan Dewan Pengawas diperlukan agar KPK tidak bertindak sewenang-wenang dalam melakukan tugasnya. Selain itu, ia pun mendukung agar ada prosedur SP3 yang berlaku di KPK.
”Seperti kasus mantan Dirut Pelindo II Richard Joost Lino yang bertahun-tahun dijadikan tersangka tanpa kepastian hukum. Kalau KPK sudah menetapkannya sebagai tersangka, seharusnya KPK memiliki alat bukti yang jelas,” ujarnya.
Presidium Relawan Indonesia Bersatu Risman Hidayat meminta DPR membekukan KPK sementara karena aksi pegawai dan pimpinan yang menutupi KPK dengan gedung hitam, Minggu (8/9/2019). Pembekuan berlangsung hingga terpilih lima orang pimpinan baru KPK.
”Kami rasa akan bagus jika DPR membekukan sementara KPK, sekaligus bersih-bersih lembaga tersebut,” ujarnya.
Anggota Badan Legislatif yang juga anggota Komisi III dari Fraksi PDI-P, Masinton Pasaribu, menuturkan, DPR tidak pernah didatangi oleh koalisi masyarakat sipil yang menolak RUU KPK ataupun proses seleksi capim KPK. Wajar jika ada pihak yang kontra terhadap RUU KPK dan seleksi capim KPK.
”Seluruh pendapat pro dan kontra itu harus dilengkapi dengan argumentasi berbasis data. Selain itu, adanya pro dan kontra ini menandakan bahwa ekspektasi publik terhadap pemberantasan korupsi tetap tinggi,” katanya.
Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Golkar Aziz Syamsuddin menyebutkan, pada prinsipnya, DPR tidak hanya menerima masukan dari pihak yang pro dengan seleksi capim KPK. Seluruh masukan masyarakat akan menjadi pertimbangan bagi Komisi III untuk melakukan proses uji kelayakan dan kepatutan capim KPK.
”Nantinya, masukan terkait pro dan kontra ini akan kami sampaikan kepada seluruh fraksi di DPR untuk dijadikan sebagai masukan dalam proses uji kelayakan dan kepatutan,” ujarnya.
Dalam RDP tersebut tidak terlihat adanya perwakilan dari koalisi masyarakat sipil yang menolak rencana revisi UU KPK, seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Lembaga Bantuan Hukum (LBH), dan kelompok masyarakat sipil lainnya.
Koordinator Politik ICW Donal Fariz mengaku tidak tahu ada atau tidaknya undangan DPR untuk menghadiri RDP hari ini. ”Saya kurang tahu, ada undangan atau tidak, nanti saya cek dulu,” ujarnya saat dikonfirmasi.
Donal dan sejumlah perwakilan masyarakat sipil sebelumnya dengan tegas menolak RUU KPK karena dinilai akan melemahkan kinerja dari lembaga antirasuah ini. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo menjadi kunci agar pelemahan KPK tidak menjadi kenyataan.
Secara terpisah, Zulfadhli Nasution dari Perwakilan Pegawai KPK mendatangi seluruh fraksi yang ada di DPR untuk menyampaikan surat agar Komisi III DPR tidak memilih capim KPK yang tersandung pelanggaran kode etik. Ia pun menilai, adanya RUU KPK juga menjadi salah satu upaya bagi DPR untuk melemahkan KPK.
”Selain itu, kami meminta agar DPR memilih pimpinan KPK yang berintegritas dengan mematuhi LHKPN. Kami berkunjung ke DPR juga tidak dengan maksud politik karena memang proses uji kelayakan dan kepatutan sudah ada di tangan DPR,” ujarnya. (PRADIPTA PANDU MUSTIKA/AGNES THEODORA)