Petenis lain menyebut Rafael Nadal sebagai pejuang. Namun, ketika gelar juara Grand Slam ke-19 diraih, kerapuhan Nadal terlihat. Dia menangis.
Oleh
Yulia Sapthiani
·4 menit baca
Daniil Medvedev menyebut Rafael Nadal sebagai mesin di lapangan tenis, sementara Diego Schwartzman menjulukinya ”Singa Si Raja Hutan”. Petenis lain menyebut Nadal sebagai pejuang. Namun, ketika gelar juara Grand Slam ke-19 diraih, kerapuhannya terlihat. Dia menangis.
Nadal menangis, menutup wajah dengan tangannya, lalu menghapus air mata ketika melihat video perjalanannya meraih 19 gelar juara Grand Slam. Video itu ditayangkan panitia penyelenggara Amerika Serikat Terbuka di Stadion Arthur Ashe, Flushing Meadows, New York, Minggu (8/9/2019) malam waktu setempat atau Senin pagi waktu Indonesia.
Acara itu dibuat sebelum upacara pemberian penghargaan kepada petenis Spanyol tersebut setelah menjuarai AS Terbuka. Kemenangan 7-5, 6-3, 5-7, 4-6, 6-4, dalam waktu 4 jam 50 menit, atas Daniil Medvedev (Rusia) mendekatkannya pada 20 gelar Grand Slam milik rivalnya, Roger Federer. Itu juga menjadi gelar keempat Nadal di AS Terbuka setelah 2010, 2013, dan 2017.
Nadal menggunakan kecerdikannya mengantisipasi gaya pukulan tak lazim Medvedev yang membuat arah, kecepatan, dan putaran bolanya sulit ditebak. Gaya forehand petenis 23 tahun itu cukup aneh karena titik perkenaan raket dan bola tidak di depan tubuh, tetapi di samping badannya. Titik perkenaan ini agak sejajar dengan pinggangnya hingga Medvedev harus sedikit meloncat ketika forehand, bukan melangkah ke depan saat memukul.
Namun, setelah petenis yang untuk pertama kalinya tampil pada final Grand Slam tersebut membuat laga berlangsung hingga lima set, faktor yang dominan terlihat dari Nadal bukan kecerdikan atau daya tahan fisik. Faktor yang terlihat darinya adalah keteguhan hati untuk bertahan meski sempat frustrasi pada set kelima.
Pada set penentuan ini, Nadal seharusnya bisa menang lebih cepat saat unggul, 5-2, tetapi Medvedev mendekatinya menjadi 5-4. Salah satu poin didapat Medvedev karena pelanggaran yang dilakukan Nadal saat servis pada gim kedelapan.
Memegang servis untuk juara, Nadal mendapat ”hukuman” kehilangan servis pertama, pada posisi 30-40, karena melewati batas waktu servis selama 25 detik. Nadal akhirnya kehilangan gim tersebut karena double fault.
Nadal juga kehilangan dua match point pada gim kesembilan, sebelum memenangi pertandingan pada match point ketiga di gim ke-10. Kelegaan dilampiaskan dengan telentang di lapangan, sementara orangtua, adik, dan tunangannya menangis dan berpelukan di tribune tim.
”Sangat sulit mengalahkan Nadal, tetapi saya akan selalu mengingat momen ini, final pertama saya di Grand Slam,” kata Medvedev yang naik satu peringkat ke posisi keempat dunia setelah AS Terbuka.
Kegarangan Nadal di lapangan berubah menjadi rasa haru ketika menyaksikan video kemenangan pada 19 Grand Slam yang diputar panitia di layar lebar. Deretan gelar itu dimulai ketika meraih trofi pertama pada Perancis Terbuka 2005, dalam usia 19 tahun. Saat itu, dia masih bergaya rambut gondrong dengan kaus tanpa lengan dan celana selutut.
Setelah meraih gelar Perancis Terbuka untuk ke-12 kali, pada Juni, video diakhiri kemenangannya atas Medvedev. Sepanjang tayangan itu, sebanyak 23.000 penonton di stadion tak henti bertepuk tangan.
”Kita semua semakin tua. Melihat semua yang telah saya lalui dan masih bisa berada di sini, sangat spesial bagi saya. Saya telah melalui momen berat, terutama karena cedera. Setelah itu, mental pun turun. Jadi, saat melihat momen itu, saya teringat perjalanan saya. Saya mencoba menahan emosi, tetapi ternyata sulit,” tuturnya.
Hasrat dan kecintaan
Hampir setiap tahun, petenis berusia 33 tahun itu terganggu cedera. Pada 2018, dia mundur saat bertanding dengan Juan Martin Del Potro pada semifinal AS Terbuka karena cedera lutut kanan. Itu menjadi akhir penampilan Nadal pada 2018.
Cedera yang sama membuatnya batal melawan Federer pada semifinal Indian Wells Masters, Maret, dan batal tampil di Miami Masters. Dia juga mendapat hasil buruk pada turnamen tanah liat yang menjadi andalannya. Gagal juara pada tiga turnamen, Nadal hanya juara di Roma Masters dan Perancis Terbuka.
”Saya harus menyesuaikan masalah saya dengan permainan dan target. Saat Anda kehilangan sesuatu, Anda harus menemukan hal lain agar tetap kompetitif,” kata petenis peringkat kedua dunia itu.
Trofi juara AS Terbuka yang diraih Nadal mempertegas dominasi ”Big Three” di arena Grand Slam. Dari 64 turnamen terakhir sejak 2004, sebanyak 54 gelar didapat Nadal, Djokovic, atau Federer. Itu ditambah gelar Grand Slam pertama Federer pada Wimbledon 2003.
”Kami telah berada dalam persaingan ini sekitar 15 tahun. Cepat atau lambat, era kami akan berakhir. Saya berusia 33 tahun, Novak 32, Roger 38, Andy juga 32. Waktu tak dapat dihentikan, itu menjadi bagian dari hidup kita,” katanya.
Ketika ditanya kunci keberhasilannya bersaing pada level top sejak 2005, Nadal menjawab dengan singkat seperti yang sering dikatakannya, ”Hasrat dan kecintaan saya pada apa yang saya lakukan.”
Selain itu, Nadal juga memiliki prinsip yang selalu dipegang dalam berkompetisi: belajar banyak dari kekalahan dan belajar rendah hati saat menang. Itu tak menutup kegarangannya di lapangan. (AP)