Sasaran Ganda Pencopotan Menteri Energi Arab Saudi
Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al- Saud menunjuk putranya, Pangeran Abdulaziz bin Salman, sebagai menteri energi yang menggantikan Khalid al-Falih.
Oleh
Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir
·4 menit baca
Raja Arab Saudi mencopot menteri energi dan menggantinya dengan putranya sebagai bagian dari upaya percepatan Visi 2030, sekaligus memperkokoh cengkeraman poros Salman.
KAIRO, KOMPAS — Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al- Saud menunjuk putranya, Pangeran Abdulaziz bin Salman, sebagai menteri energi yang menggantikan Khalid al-Falih. Pergantian pemangku jabatan penting ini menggambarkan dinamika internal dan tantangan berat di negara itu dalam mewujudkan Visi Arab Saudi 2030 yang digalang Pangeran Mohammed bin Salman.
Pergantian menteri energi itu diberitakan kantor berita Arab Saudi, SPA, Sabtu (7/9/2019). Bagi Falih, pencopotan itu yang kedua dalam rentang waktu berdekatan. Sebelumnya, Senin pekan lalu, ia juga dicopot dari jabatan sebagai komisaris utama Aramco, perusahaan nasional minyak Arab Saudi yang merupakan perusahaan minyak terbesar di dunia.
Selama ini, dengan jabatan sebagai menteri energi dan komisaris utama Aramco yang dijabat sejak 7 Mei 2016, Falih menjadi salah satu pilar utama megaproyek Visi Arab Saudi 2030 dan sekaligus menjadi pejabat terpenting ketiga di Arab Saudi setelah Raja Salman dan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman atau yang akrab disapa inisialnya, MBS.
Falih menjabat posisi strategis tersebut bersamaan dengan digulirkannya Visi Arab Saudi 2030 pada April 2016. Ia dikenal dekat dan menjadi orang kepercayaan MBS.
Posisi strategis
Di Arab Saudi, posisi menteri energi dinilai paling strategis kedua setelah menteri pertahanan. Hal ini terkait dengan basis ekonomi Arab Saudi yang sampai saat ini masih bertumpu pada sektor energi. Arab Saudi adalah negara pengekspor minyak terbesar di dunia dengan daya ekspor 10 hingga 12 juta barel minyak per hari. Sekitar 67 persen ekspor Arab Saudi berasal dari sektor energi.
Namun, terakhir ini MBS dan Falih terlibat perbedaan pendapat yang tajam terkait rencana penawaran saham perdana (IPO) Aramco. Falih menolak keras keinginan kuat MBS agar Aramco segera melakukan IPO. Sikap Falih itu didukung kuat oleh keluarga Al-Saud dari kubu konservatif.
Seperti dimaklumi, pelaksanaan IPO Aramco terus tertunda. Semula IPO akan dilaksanakan pada 2017, tetapi ditunda pada 2018, dan kemudian ditunda lagi pada 2020 atau 2021. Padahal, bagi MBS, pelaksanaan IPO Aramco merupakan keniscayaan untuk mendapatkan dana pembiayaan megaproyek Visi Arab Saudi 2030. MBS menginginkan IPO Aramco bisa menggaet dana 2 triliun dollar AS.
MBS pun menuduh Falih bermain politik dengan mencoba memecah belah keluarga besar Al-Saud terkait isu IPO Aramco. MBS juga menuduh Falih menghambat pelaksanaan IPO Aramco untuk menggagalkan Visi Arab Saudi 2030.
MBS menyebut, Falih gagal mendapatkan devisa dari minyak, seperti yang ditargetkan semula. Target MBS adalah sektor energi meraih devisa dengan asumsi harga minyak 80 atau 85 dollar AS per barel. Namun, kenyataannya harga minyak dunia saat ini anjlok hingga 60 dollar AS per barel. Akibatnya, Arab Saudi pun gagal mendapatkan devisa sesuai target.
Megaproyek Visi Arab Saudi 2030 adalah pertaruhan besar politik MBS untuk memperkuat posisi politiknya, baik di kalangan keluarga besar Al-Saud yang berkuasa di Arab Saudi maupun di panggung internasional dan regional. Pada gilirannya, sukses MBS menggulirkan megaproyek Visi 2030 itu diharapkan bakal semakin memuluskan MBS menuju singgasana kursi raja Arab Saudi, menggantikan bapaknya.
Karena itu, setelah beredar berita santer tentang perbedaan pendapat antara MBS dan Falih, penggusuran Falih dari jabatan strategisnya sudah diduga kuat bakal terjadi dalam beberapa pekan terakhir ini.
Poros Salman
Terkait keputusan Raja Salman menunjuk putranya, Abdulaziz bin Salman, sebagai menteri energi, langkah tersebut menunjukkan adanya upaya terus-menerus untuk memperkuat poros Salman dalam perimbangan kekuatan di kalangan keluarga besar Al-Saud.
Posisi kunci di Arab Saudi kini praktis berada dalam genggaman putra-putra Raja Salman. MBS menjabat putra mahkota merangkap menteri pertahanan, sedangkan Abdulaziz bin Salman kini menjabat menteri energi, sementara Khaled bin Salman menjabat wakil menteri pertahanan.
Keputusan Raja Salman menunjuk putranya sebagai menteri energi dianggap langkah berani karena menyimpang dari tradisi di Arab Saudi selama ini yang menghindari menunjuk anggota keluarga besar Al-Saud sebagai menteri energi. Hal itu untuk mencegah kecemburuan dalam keluarga besar itu mengingat kementerian energi adalah sumber kekayaan negara.
Raja Salman kini tampak berani melakukan apa saja untuk memperkuat posisi politik MBS, sekaligus memuluskan Visi Arab Saudi 2030 yang menjadi pertaruhan politik MBS.
Dalam pernyataan, Senin kemarin, Pangeran Abdulaziz menegaskan tidak akan ada perubahan kebijakan Arab Saudi. Ia juga menyatakan, kesepakatan global untuk membatasi produksi minyak pada posisi 1,2 juta barel per hari akan dipertahankan.
Begitu juga, kata Abdulaziz, apa yang disebut dengan aliansi OPEC+ antara negara OPEC dan non-OPEC bakal dipertahankan untuk jangka waktu panjang. (REUTERS/SAM)