Masyarakat perlu menjaga persatuan dan kerukunan dengan memperkuat kasih sayang dan rasa persaudaraan.
Oleh
MTK
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebencian, jarak, dan permusuhan di antara komponen bangsa yang berbeda identitas kini diperkirakan semakin menguat. Oleh karena itu, masyarakat perlu menjaga persatuan dan kerukunan dengan memperkuat kasih sayang dan rasa persaudaraan.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Partai Demokrat, yang juga Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono, dalam pidato kontemplasi merayakan ulang tahunnya yang ke-70 dan HUT ke-18 Partai Demokrat di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Senin (9/9/2019). Pidato hasil perenungannya itu tercatat menjadi pidato pertama SBY sejak istrinya, Kristiani Herrawati atau Ani Yudhoyono, sakit dan meninggal pada 1 Juni 2019, serta ibundanya, Sitti Habibah, juga berpulang pada 30 Agustus lalu.
Hadir di acara itu, mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto; Ketua Komando Satuan Tugas Bersama Agus Harimurti Yudhoyono, dan petinggi Partai Demokrat lainnya. Dalam pidato selama 20 menit itu, SBY menyampaikan pandangannya mengenai nilai-nilai dan perilaku yang sepatutnya dijalankan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara agar melahirkan masyarakat dan negara yang baik.
SBY menegaskan, pandangan itu didapatkan dari berbagai pengalaman dan pelajaran kehidupan serta pengabdiannya selama ini. Indonesia, kata SBY, memiliki kondisi yang majemuk dari segi identitas, paham dan aliran, serta strata sosial ekonomi. Kemajemukan ini di satu sisi merupakan anugerah kekayaan dan kekuatan. Namun, di sisi lain hal ini menjadi kerawanan, sumber konflik, dan kelemahan.
Menurut SBY, untuk menjaga persatuan dan kesatuan di tengah kemajemukan, masyarakat harus memperkuat dua nilai fundamental, yaitu kasih sayang dan rasa persaudaraan. Dua nilai ini harus diperkuat karena kebencian dan permusuhan merupakan fenomena dan arus buruk membahayakan hidup bangsa.
SBY juga berharap rumah politik di Indonesia yang menganut sistem demokrasi multipartai dapat semakin inklusif dan teduh. Hal ini diwujudkan dengan mengedepankan kompromi dan konsensus yang adil serta membangun. ”Prinsip the winner take all yang ekstrem sering kali tak cocok,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengatakan, dalam acara pidato kontemplasi itu, Demokrat tak mengundang pimpinan partai lain. Sebab, acara itu merupakan acara internal Partai Demokrat.