Perluasan ganjil-genap perlu dievaluasi secara menyeluruh dalam beberapa bulan ke depan. Evaluasi perlu dilakukan di seluruh ruas Jakarta, tidak hanya pada ruas yang terkena ganjil dan genap.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perluasan ganjil-genap perlu dievaluasi secara menyeluruh dalam beberapa bulan ke depan. Evaluasi perlu dilakukan di seluruh ruas Jakarta, tidak hanya pada ruas yang terkena ganjil dan genap.
Peneliti Ekonomi Energi Institut Penelitian Ekonomi untuk ASEAN dan Asia Timur, Alloysius Joko Purwanto, mengatakan, penelitian itu perlu melihat dampak perluasan ganjil-genap terhadap kemacetan di ruas-ruas jalan di luar aturan ganjil-genap. ”Maksudnya, apakah ada limpahan kemacetan di jalan-jalan di luar jalan yang terkena ganjil-genap, itu yang benar-benar harus dilihat beberapa bulan ke depan,” katanya, Selasa (10/9/2019), di Jakarta.
Penelitian itu dinilai penting untuk melihat apakah secara total di Jakarta terjadi kemacetan lebih parah atau jam kemacetan yang lebih panjang sehingga kebijakan itu perlu direvisi. Apabila tak terjadi luapan kemacetan, kebijakan itu baik untuk diteruskan.
Selama ini, evaluasi kebijakan ganjil-genap yang diumumkan kepada publik hanya pada ruas yang terkena aturan pembatasan mobil pribadi tersebut.
Menurut Alloysius, kemacetan yang lebih parah ataupun lebih panjang di seluruh jaringan jalan Jakarta justru akan menambah emisi dan polusi udara di Jakarta. Sebab, kendaraan akan mengeluarkan emisi paling besar saat kecepatannya di bawah 10 kilometer per jam.
Sementara kinerja kendaraan akan paling efisien atau mengeluarkan emisi paling minimal saat kecepatannya optimal, sekitar 70 kilometer per jam. Selisihnya bisa dua-empat kali lipat tergantung dari kinerja mesin dan bahan bakar minyak kendaraan.
Alloysius mengatakan, saat ini memang tak ada solusi instan dan mujarab untuk mengatasi padatnya kendaraan bermotor di Jakarta yang berakibat pada tingginya polusi udara. Kunci utama adalah mengalihkan pengguna kendaraan pribadi ke kendaraan umum.
Ia menilai, sejumlah rencana DKI Jakarta sebenarnya sudah tepat, salah satunya dengan merencanakan jalan berbayar (electronic road pricing/ERP). Tahun ini, lelang ERP justru dibatalkan karena lelang akan diulang tahun 2020 sesuai dengan rekomendasi dari Kejaksaan Agung.
Untuk lebih menarik masyarakat beralih, pemerintah juga bisa mendorong angkutan dalam jaringan (daring) atau taksi online dan ojek online menjadi moda transportasi menuju titik tujuan akhir (last milles) sebagai kelanjutan dari transportasi publik.
Pemerintah bisa mendorong operator angkutan daring untuk membuat selter-selter di sekitar angkutan publik, seperti terminal, halte, dan stasiun. Kombinasi antara angkutan publik dan angkutan daring sebagai kelanjutan ke titik akhir juga akan mengurangi kemacetan dan penggunaan bahan bakar minyak secara lebih efektif sehingga mengurangi emisi.
Kualitas udara membaik
Pada hari kedua pelaksanaan perluasan ganjil-genap ini, kualitas udara DKI Jakarta membaik berdasarkan pantauan situs www.airvisual.com.
Pada Selasa sore, DKI Jakarta berada di urutan ke-14 kota besar dengan kualitas udara terburuk di dunia dalam parameter US Air Quality Index (US AQI) dengan indeks 74 atau tercemar sedang. Kondisi ini jauh lebih baik daripada sehari sebelumnya saat Jakarta menduduki peringkat kedua kota besar dengan kualitas udara terburuk di dunia.
Akan tetapi, secara umum, selama sebulan sejak masa percobaan dan pemberlakuan perluasan ganjil-genap, kualitas udara Jakarta berdasarkan www.airvisual.com masih didominsi kondisi tidak sehat dan tidak sehat untuk kelompok sensitif.
Sementara itu, Stasiun Pengukur Kualitas Udara di Gelora Bung Karno milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Selasa sore, mencatat kualitas udara DKI Jakarta tercemar sedang dengan indeks standar pencemaran udara 78 dengan parameter polutan ozone (O3).