Kusta mengancam anak-anak, terutama yang tinggal di negeri tropis dan subtropis. Parahnya, mereka termasuk paling rentan terhadap bakteri ”Mycobacterium leprae”, penyebab kusta. Rendahnya pemahaman akan risiko bakteri dan penanganannya kerap membuat anak cacat. Padahal, kondisi cacat akibat kusta bisa dihindari.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencanangkan program eliminasi kusta tahun 2000 di mana 118 dari 122 negara mendapat status eliminasi. Kenyataannya, jumlah penderita kusta masih tinggi dan banyak kasus baru dilaporkan setiap tahun. Bahkan, mereka yang terkena dampak tak hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak.
Menurut laporan WHO tahun 2014, secara global, ada 19.796 kasus baru kusta ditemukan pada anak-anak. Anak jadi kelompok risiko tinggi tertular kusta dalam keluarga dan masyarakat. Mereka lebih peka terhadap penyakit karena bakteri Mycobacterium leprae. Kusta bisa menyerang semua umur, tetapi anak-anak lebih rentan terkena kusta dibandingkan orang dewasa. Frekuensi tertinggi pada orang dewasa ialah umur 25-35 tahun dan pada anak-anak berusia 10-15 tahun.
Di Indonesia, pada 2015, beban kusta tinggi pada anak terdapat di 14 provinsi dan setahun kemudian turun jadi 9 provinsi, lalu naik di 11 provinsi pada 2017. Secara nasional, persentase kasus baru kusta pada anak pada 2015-2017 turun dari sebelumnya 11,22 persen pada 2015 menjadi 11,05 persen di tahun 2017. Pada 2013-2017, angka kasus kusta baru pada anak tertinggi pada 2013 adalah 11,88 per 100.000 penduduk.
Angka prevalensi kusta pada anak dapat jadi tolok ukur derajat endemisitas kusta di suatu daerah. Semakin tinggi proporsi ditemukannya kasus baru kusta pada anak berusia kurang dari 15 tahun menandakan potensi penularan dari kontak terdekat, yakni dengan keluarga dan lingkungannya, serta tingginya penyebaran di suatu wilayah.
Menilik wilayah, kasus baru kusta pada anak terbanyak di Jawa Timur, yakni 273 kasus pada 2017, disusul Papua dengan 235 kasus, dan Papua Barat 215 kasus. Pemahaman mengenai cara penularan dan terapi diharapkan memutus rantai penularan, mencegah cacat, serta agar cacat tak berlanjut.
Risiko tertular
Ada berbagai faktor yang memengaruhi penularan kusta pada anak, di antaranya imunitas belum sempurna, usia, jenis kelamin, status ekonomi keluarga, pengetahuan orangtua, status gizi, sanitasi rumah, kepadatan penduduk, kontak lama dengan penderita kusta, serta kebersihan diri dan penggunaan air.
Sistem imun anak belum sempurna dan sekuat orang dewasa. Apalagi mereka belum mengerti dan kadang tak memedulikan kebersihan sekitar. Akibatnya, mereka lebih rentan terpapar bibit penyakit, termasuk bakteri penyebab kusta. Faktor umur berkaitan dengan sistem imun yang belum berkembang baik. Akibatnya kontak sekali atau beberapa kali dengan penderita kusta sudah cukup untuk tertular.
Penggunaan air tak bersih juga jadi jalan masuk bakteri. Berdasarkan laporan The International Leprosy Association Technical Forum di Paris pada 22-28 Februari 2002, dideteksi adanya bakteri kusta pada debu serta air untuk mandi dan mencuci di rumah penderita.
Seorang anak yang tinggal lama di area endemik kusta juga berisiko lebih besar tertular. Tingginya angka kusta pada orang-orang yang serumah hampir 10 kali dibanding mereka yang tak tinggal serumah.
Pada mereka yang hidup dan berhubungan di satu rumah, penderita kusta jenis multibasiler atau kusta basah berisiko lebih tinggi daripada penderita pausi basiler atau kusta kering, yaitu 4-10 kali pada kontak penderita multibasiler dibandingkan hanya dua kali pada kontak dengan penderita pausi basiler.
Penanggulangan
Kecacatan yang didapat sejak usia dini akibat kusta akan memengaruhi perkembangan fisik dan mental anak. Sebelum kecacatan menyerang, seharusnya ditemukan tanda dan gejala dini kusta agar segera diobati. Semakin cepat kusta diobati, penderita bisa sembuh dan kecacatan tak akan terjadi, serta diharapkan tak menularkan penyakit pada orang lain.
Penyakit kusta bisa disembuhkan dengan obat kombinasi atau MDT (multidrug therapy) sesuai jenis kusta yang diderita, usia, serta berat badan penderita. Lama terapi 6-12 bulan dan obat harus rutin diminum setiap hari. Obat kusta tersedia secara gratis di puskesmas dan rumah sakit umum atau milik pemerintah.
Selain pengobatan, pencegahan tak kalah penting. Pencegahan bisa dilakukan melalui penyuluhan kepada warga terutama bagi anak-anak melalui pendekatan pada keluarga dan sekolah. Penyuluhan meliputi upaya meningkatkan kebersihan lingkungan, pola hidup bersih dan sehat, mengonsumsi asupan gizi seimbang, serta menjaga kebersihan diri.
Sanitasi rumah jadi bagian mendasar untuk mencegah penyebaran bakteri kusta.
Lingkungan termasuk faktor penyumbang terbesar kemungkinan terjangkitnya penyakit. Lingkungan bisa jadi tempat berkembangbiaknya berbagai bakteri, termasuk bakteri kusta. Rumah menjadi bagian lingkungan fisik yang memengaruhi kesehatan individu dan masyarakat.
Kondisi fisik rumah harus memenuhi syarat kesehatan demi mencegah penyebaran M. leprae. Itu mencakup jenis bahan bangunan dan lokasi rumah, seperti jenis dinding, lantai, dan atap. Jenis bahan bangunan memengaruhi peresapan air dan jumlah debu dalam rumah.
Sanitasi rumah jadi bagian mendasar untuk mencegah penyebaran bakteri kusta. Sanitasi terkait pengadaan jamban rumah tangga sehat, sarana air bersih dan pembuangan limbah, ventilasi dan pencahayaan baik, serta kepadatan hunian yang sesuai. (SUSANTI AGUSTINA S/LITBANG KOMPAS)