Pemerintah mengkaji kemungkinan penggunaan minyak sawit mentah yang banyak diproduksi di Indonesia sebagai bahan baku pelumas.
Oleh
C Anto Saptowalyono
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri pelumas saat ini banyak menggunakan bahan baku base oil yang merupakan turunan dari minyak mentah. Pemerintah mengkaji kemungkinan penggunaan minyak sawit mentah yang banyak diproduksi di Indonesia sebagai bahan baku pelumas.
”Kami akan mencoba memanfaatkan CPO (minyak sawit mentah) sebesar-besarnya untuk bahan baku industri di dalam negeri,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian Abdul Rochim pada pembukaan Pameran Produk Industri Kimia Hilir 2019 di Jakarta, Selasa (10/9/2019).
Menurut Abdul Rochim, ada perusahaan dari Jerman yang sedang mengembangkan base oil berbahan baku minyak sawit/CPO. Kementerian Perindustrian pada Jumat (13/9/2019) berencana mengundang produsen CPO dalam negeri untuk membahas spesifikasi bahan baku pelumas.
Selain berpotensi menyubstitusi bahan baku impor, upaya ini sekaligus juga dapat meningkatkan serapan CPO di dalam negeri. Apalagi, impor minyak dan gas bumi menjadi penyumbang utama defisit perdagangan Indonesia.
”Menteri Perindustrian (Airlangga Hartarto) pada pertemuan terkait pemanfaatan CPO beberapa waktu lalu pun menyampaikan agar jangan sampai Indonesia mengemis ke Eropa yang saat ini sedikit menghambat CPO Indonesia,” ujar Abdul Rochim.
Saat ini ada 44 perusahaan produsen pelumas di Indonesia dengan kapasitas terpasang 2,04 juta kiloliter per tahun.
Kementerian Perindustrian mencatat saat ini di Indonesia ada 44 perusahaan produsen pelumas dengan kapasitas terpasang 2,04 juta kiloliter per tahun. Produksinya sekitar 908.360 kiloliter per tahun yang terdiri pelumas otomotif sebesar 781.189,90 kiloliter per tahun dan pelumas industri 127.170,45 kiloliter per tahun.
Total serapan tenaga di industri pelumas tahun 2018 mencapai 4.898 orang. Perinciannya, sebanyak 3.157 orang merupakan tenaga kerja langsung di industri pelumas dan selebihnya bekerja di 140 perusahaan importir dan 580 perusahaan distributor pelumas.
Abdul Rochim menambahkan, Kementerian Perindustrian terus berupaya meningkatkan daya saing industri melalui beberapa langkah kebijakan strategis. Fokusnya antara lain pada penguatan struktur industri dan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Direktur Industri Kimia Hilir dan Farmasi Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier menuturkan, tanggal 10 September 2019 ini bertepatan dengan pemberlakuan SNI Pelumas secara wajib.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Industri Pelumas (Aspelindo) Patrick Adhiatmadja mengatakan, pihaknya menilai positif alternatif penggunaan CPO sebagai bahan baku di industri pelumas.
”Kami memandang sangat baik terutama dalam membantu surplus CPO yang saat ini sulit diserap di Eropa atau negara-negara lain. Kita mesti lihat nanti kecocokan base oil berbasis CPO ini; apakah cocok untuk pelumas kebutuhan otomotif, penggunaan industri, atau pelumas di maritim,” ujar Patrick.
Patrick menuturkan Aspelindo dari awal mendukung upaya pemerintah mewajibkan SNI pelumas. ”SNI ini lebih ke menjaga kualitas pelumas, melindungi konsumen, dan menyaring produsen-produsen nakal. Sebab, untuk mendapatkan SNI, harus ada audit ke pabrik dan audit produk,” katanya.
Menurut Patrick beberapa importir pun merasa cukup positif dengan SNI, yakni terkait impor paralel. ”Paralel impor itu begini. Misalnya pelumas merek A diproduksi di banyak negara dengan distributor di mana-mana. Karena distributor di mana-mana, produknya bisa masuk ke Indonesia sehingga merugikan distributor di Indonesia,” katanya.
Patrick menuturkan, dengan adanya SNI tersebut, hanya produk berlabel SNI yang dapat diedarkan di Indonesia. ”Distributor di negara tetangga tidak bisa buang barang ke Indonesia,” ujarnya. (CAS)