TAIPEI, RABU -- Pemerintah Taiwan mengimbau warganya untuk tidak mengunjungi Hong Kong dan China, Rabu (11/9/2019). China baru saja menahan salah satu warga Taiwan atas tuduhan mengancam keamanan nasional.
“Kami mengimbau warga menghindari Hong Kong dan China karena situasi internal yang sulit. Jika anda harus mengunjungi area-area tersebut, Anda harus memerhatikan keamanan dan melaporkan keberadaan kepada keluarga dan teman sepanjang waktu,” kata Partai Progresif Demokratik, partai yang berkuasa di Taiwan, melalui pernyataan tertulis.
Dalam pernyataan itu, Partai Progresif Demokratik turut mengecam penahanan Lee Meng-chu. Lee merupakan seorang konsultan untuk Kota Fangliao, sebuah komunitas kecil di bagian selatan Taiwan. Ia membantu mempromosikan urusan internasional Fangliao dan sering berkunjung ke China.
Lee dilaporkan hilang pada 20 Agustus 2019. Mengutip kantor berita Taiwan Central News Agency (CNA), pada hari itu, Lee mendistribusikan foto aksi unjuk rasa Hong Kong dan foto tentara China di Shenzhen yang berbatasan dengan Hong Kong. Foto-foto tersebut dikirim ke salah satu saudaranya dan Wali Kota Fangliao, Archer Chen.
Menurut Chen, ia mencoba menelepon Lee pada hari yang sama. Tetapi, upayanya gagal.
Dewan Urusan Taiwan untuk China (MAC) mendesak Beijing untuk memberi penjelasan penuh mengenai penahanan dan keberadaan Lee. Otoritas China dinyatakan tidak memberi informasi kepada pemerintah dan keluarga Lee.
"Sudah 22 hari berlalu sejak Lee hilang di Shenzhen. Kami telah bertanya sebanyak tiga kali kepada departemen terkait di China, tetapi mereka tidak memberi informasi,” bunyi pernyataan MAC.
Lee ditahan Pemerintah China atas tuduhan terlibat dalam aksi kriminal yang mengancam keamanan negara. “Lee sedang diselidiki sesuai dengan hukum,” ujar juru bicara Kantor Urusan China untuk Taiwan, Ma Xiaoguang dengan singkat.
Penahanan Lee terjadi ketika kepemimpinan Presiden China Xi Jinping tengah menghadapi pergolakan internal akibat aksi unjuk rasa Hong Kong. Aksi unjuk rasa pro-demokrasi ini telah berjalan selama 14 minggu.
Selama ini, Beijing menganggap Taiwan sebagai dari China, bukan negara berdaulat. Taiwan telah memiliki pemerintahan sendiri selama 70 tahun terakhir.
China telah menyarankan Taiwan untuk menggunakan format pemerintahan “satu negara, dua sistem”. Sistem ini diterapkan di Hong Kong yang tengah bergejolak. Adapun Beijing turut menuduh Taipei mendukung aksi unjuk rasa Hong Kong, meskipun tuduhan ini dibantah Taiwan.
Pertikaian antara Taipei dan Beijing tidak menghalangi warga Taiwan untuk berkunjung dan berbisnis di China. China merupakan salah satu partner dagang terbesar Taiwan.
Kanada disorot
Di tengah pertikaian China-Taiwan yang memanas, China turut menyoroti keberadaan kapal perang Kanada HMCS Ottawa yang melewati Selat Taiwan pada Rabu (11/9/2019). Kapal tersebut berlayar melewati selat pada Senin (9/9/2019) dan Selasa (10/9/2019).
“Kami tidak membatasi kapal perang asing melewati Selat Taiwan. Namun, saya tidak tahu niat khusus apa yang dimiliki Kanada sehingga sengaja membuat pengumuman besar-besaran mengenai kapal perangnya (melintasi Selat Taiwan),” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying dalam temu media.
Beijing beranggapan Selat Taiwan yang memisahkan Taiwan dan China sebagai wilayahnya. Sedangkan AS dan negara lain menganggapnya sebagai wilayah internasional.
Sebelumnya, Kedutaan Besar Kanada di Taipei dalam pernyataan tertulis menyebutkan, pelayaran melalui Selat Taiwan adalah rute yang paling praktis antara Pyeongtaek, Korea Selatan dan Bangkok, Thailand.
Penempatan HMCS Ottawa dinyatakan konsisten dengan praktik Angkatan Laut Kerajaan Kanada di masa lalu dan hukum internasional.
Otoritas Taiwan menyatakan, kapal perang Kanada melewati jalur perairan strategis dalam operasi yang berdasarkan kebebasan navigasi. (Reuters/AP/AFP)