"Teko Nang Jawa", dari Hati ke Hati
"Teko Nang Jawa" adalah diplomasi budaya Kedutaan Besar Korea Selatan. Melalui proyek diplomasi publik ini, para “Teko” atau Teman Korea melintasi Pulau Jawa dan bersua langsung dengan kebudayaan Jawa.
Pernahkah Anda mendengar "Teko Nang Jawa"? Pernahkah Anda melewati Tol Trans-Jawa?
"Teko Nang Jawa" adalah kegiatan publik diplomasi yang diprakarsai Kedutaan Besar Republik Korea atau Korea Selatan. Melalui proyek diplomasi publik ini, para “Teko” atau Teman Korea melintasi Pulau Jawa dan bersua langsung dengan kebudayaan Jawa.
Kedutaan Besar Republik Korea menjadi perwakilan asing yang pertama kali menjalankan proyek diplomasi untuk mendekatkan diri kepada masyarakat Pulau Jawa dengan melakukan serangkaian kunjungan selama seminggu.
“Oleh karena itu, kegiatan istimewa ini dapat dimaknai telah membawa angin segar dalam dunia diplomasi,” kata Duta Besar Korea Selatan untuk RI, Kim Chang-beom melalui keterangan pers, Rabu (11/9/2019).
Kim mengatakan, sebagaimana makna yang tersirat dalam peribahasa “Tak kenal, maka tak sayang", Kedutaan Besar Republik Korea meluncurkan kegiatan tersebut untuk lebih mengenal dan menyayangi Indonesia.
"Kami ingin membuka wadah bagi teman-teman Indonesia dan Korea untuk saling mendekatkan diri dan memahami budaya masing-masing," kata dia.
Kami ingin membuka wadah bagi teman-teman Indonesia dan Korea untuk saling mendekatkan diri dan memahami budaya masing-masing.
Bus yang membawa rombongan "Teko Nang Jawa" diberangkatkan dari Jakarta pada 2 September 2019. Kemudian, rombongan mendatangi empat kota lainnya, yaitu Cirebon, Brebes, Solo, dan Surabaya.
Bus "Teko Nang Jawa" tidak sendirian melintasi Tol Trans Jawa. Bus itu selalu ditemani Truk K-Food yang membawa berbagai makanan khas Korea.
Selama perjalanan dari Jakarta ke Surabaya, rombongan menggelar beragam acara bertajuk "Persahabatan dan Kerja Sama" yang menghibur para peserta.
Acara perdana yang dilakukan di Cirebon, Jawa Barat adalah Kampanye Bersih Lingkungan yang berjudul “Cirebon Coastal Clean Up Campaign”.
"Kami bersama-sama peserta mahasiswa dan pegawai pemerintah daerah mengutip sampah plastik yang menutupi pantai indah. Kegiatan ini kami lakukan sebagai bentuk perwujudan tekad dalam menjaga dan melestarikan laut yang bersih," ujar Kim.
Di Brebes, rombongan menggelar pesta “Gempita Duo Budoyo” bagi sebanyak 5.600 orang tenaga kerja di Brebes, khususnya bagi para pekerja di pabrik Korea.
Pesta ini diadakan bertepatan dengan acara peresmian pembukaan pabrik baju. Pesta itu sekaligus memperkenalkan kebudayaan Korea termasuk kesenian. Saat ini terdapat tujuh pabrik Korea di Brebes yang sedang beroperasi dan menyerap sebanyak 15.000 orang.
Di Solo, rombongan menghadiri acara pembukaan Solo International Performing Arts (SIPA) ke-11. Rombongan berkunjung bersama tim kesenian dari Korea Selatan yang menampilkan tarian tradisionalnya.
Pengelola SIPA juga bekerja sama dengan Korea Selatan. Salah satu bentuknya adalah menggelar festival topeng internasional di Kota Andong, Korea Selatan.
Kota tujuan terakhir dalam perjalanan "Teko Nang Jawa" adalah Surabaya atau dibaca dengan Su-ro-bo-yo dalam bahasa Jawa.
"Di sana, kami mengadakan \'K-Food and Taekwondo Day\' di sebuah pusat perbelanjaan. Di samping itu, kami bertemu dengan para mahasiswa Universitas Negeri Surabaya untuk berdiskusi tentang budaya Korea dan Indonesia," kata Kim.
Menurut Kim, mereka berada di dalam bus dan menikmati pemandangan yang terbentang di Pulau Jawa, serta berinteraksi langsung dengan warga di daerah. Ia dapat merasakan betapa dalamnya pesona daerah-daerah yang sedang menggeliat untuk berkembang.
"Potensi perkembangan daerah sungguh terasa luar biasa. Kami melihat Tol Trans Jawa berperan sebagai punggung industri di Pulau Jawa. Dinamika perkembangan di Pulau Jawa benar-benar dapat kami rasakan," ujar Kim.
Sambutan hangat dari masyarakat daerah dan lambaian tangan mereka, menjadi penyemangat Kim dan rombongan. "Mereka selalu datang bergembira dan memadati acara Teko Nang Jawa," kata dia.
Satu hal yang tak kalah mengesankan adalah setiap daerah memiliki keunikan tersendiri dalam budaya dan adatnya. "Kami melihat nilai Bhinneka Tunggal Ika betul-betul melekat pada setiap warga dan daerah sehingga menyatukan bangsa dan negara Indonesia," ujar Kim.
Baca juga: WNI Diaspora Senang Buka Puasa Bersama di ”Negeri Kimchi”
Kim juga senang mencicipi berbagai masakan khas daerah. Dalam tur itu, Kim mencicipi empal gentong dan seblak di Cirebon, telor asin di Brebes, soto ayam ala Solo, dan rawon di Surabaya.
"Masakan ini penuh dengan rempah-rempah khas daerah. Cita rasa masakan dan \'tepo seliro\' atau tenggang rasa orang Jawa akan selalu saya kenang," tutur Kim.
Masakan ini penuh dengan rempah-rempah khas daerah. Cita rasa masakan dan \'tepo seliro\' atau tenggang rasa orang Jawa akan selalu saya kenang.
Ada sebuah ungkapan yang berbunyi “budaya adalah bukan monolog tetapi dialog.” Kegiatan lintas budaya tidak dapat berjalan satu arah tetapi berjalan dua arah sehingga membantu memperkaya budaya masing-masing negara.
Pemahaman yang mendalam dan hubungan persahabatan antara kedua negara akan senantiasa memperkokoh kerja samanya.
Di tengah era globalisasi, nilai lokaslisasi tetap tidak pernah sirna. "Capaian terbesar kami dalam Teko Nang Jawa adalah Korea dan Indonesia menjadi lebih akrab, dan kami menjadi lebih mengenal Indonesia," kata Kim lagi.
Baca juga: Diplomasi Membumi
Bila diberi kesempatan sekali lagi, Kim ingin meluncurkan Teko Nang Jawa Season Dua karena masih banyak kota yang ingin didatanginya langsung.
"Mungkin di \'Teko Nang Jawa\' selanjutnya, kami berangkat dari Bandung, kemudian menuju Yogyakarta, Semarang, Malang, dan tiba di Banyuwangi dengan bus. Diplomasi dari hati ke hati ini akan terus kami lakukan ke depannya," kata Kim.