Uji Kelayakan Diharapkan Terbuka
Sebanyak 10 calon pimpinan KPK periode 2019-2023 akan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR. Publik berharap, DPR mendengarkan masukan publik sebelum menjatuhkan pilihan.
JAKARTA, KOMPAS— Komisi III DPR akan menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap 10 calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019-2023 pada Rabu (11/9/2019). Di tengah skeptisisme terhadap proses seleksi capim KPK, publik tetap berharap proses uji kelayakan itu dilakukan secara terbuka.
Dengan begitu, sikap anggota DPR pun dapat dapat diketahui dan dinilai oleh publik melalui berbagai pertanyaan yang mungkin diajukan.
Sebelumnya, Komisi III menampung masukan dari kelompok masyarakat sipil. Namun, dalam forum audiensi kemarin, DPR tidak menerima kedatangan kelompok yang selama ini kritis menyuarakan keberatan terhadap proses dan hasil seleksi capim yang ditengarai bermasalah.
Dalam rapat dengar pendapat dengan sejumlah koalisi masyarakat sipil, Selasa (10/9), Komisi III hanya menerima kelompok yang mendukung revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Kelompok itu ialah Indonesian Police Watch, Presidium Nasional Perkumpulan Organisasi Kepemudaan Nasional, dan Presidium Relawan Indonesia Bersatu.
Sementara, kelompok yang kerap mengkritik proses seleksi calon pimpinan (capim) KPK yang dinilai tidak akuntabel, seperti Koalisi Masyarakat Kawal Capim KPK, yang terdiri dari Indonesia Corruption Watch dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, serta Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, justru tidak dilibatkan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III itu.
Komisi III juga mengajak kelompok masyarakat yang melakukan aksi unjuk rasa mendukung revisi UU KPK di luar Gedung DPR, kemarin, untuk ikut hadir dalam rapat dengar pendapat itu. Sementara, perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa STIH Jentera yang juga mengadakan aksi teatrikal pada saat yang sama tidak diundang masuk.
Masukan yang ditampung Komisi III DPR dari kalangan masyarakat sipil, kemarin, itu pun cenderung mengarah pada dukungan terhadap revisi UU KPK. Ketiga kelompok yang hadir itu mendesak DPR untuk segera merampungkan proses uji kelayakan dan kepatutan meski masih banyak nama yang bermasalah dan proses seleksi yang dikritik.
Koordinator Indonesian Police Watch Neta S Pane bahkan meminta Komisi III DPR untuk mengabaikan berbagai kritik terkait seleksi capim KPK, termasuk nama-nama yang ditengarai bermasalah. Menurut dia, pansel sudah melakukan kerja menyeleksi para capim dengan baik.
”Komisi III jangan meragukan hasil kerja pansel, jangan dengar omongan orang-orang KPK, Indonesia Corruption Watch, Lembaga Bantuan Hukum, dan lain-lain. Komisi III tutup kuping saja dan segera pilih lima pimpinan KPK,” kata Neta dalam rapat dengar pendapat itu, kemarin.
Tidak hanya itu, IPW juga mendukung wacana revisi UU KPK, yang akan menjadi salah satu pertimbangan utama Komisi III DPR dalam menguji para capim KPK, hari ini dan Kamis (10/9/2019).
Sementara itu, Presidium Relawan Indonesia Bersatu yang mengklaim sebagai sukarelawan Jokowi saat Pemilu 2019 lalu memberi usulan yang lebih ekstrem. Ia meminta agar KPK dibekukan hingga terpilih lima unsur pimpinan KPK yang baru.
Bantah melanggar
Ketua Komisi III DPR dari fraksi Golkar Aziz Syamsuddin mengatakan, pada prinsipnya, DPR tidak hanya menerima masukan dari pihak yang pro dengan seleksi capim KPK. Ia menjelaskan, seluruh masukan masyarakat akan menjadi pertimbangan bagi komisi III untuk melakukan proses uji kepatutan dan kelayakan capim KPK. ”Nantinya, masukan terkait pro dan kontra ini akan kami sampaikan kepada seluruh fraksi di DPR untuk dijadikan sebagai masukan dalam proses uji kepatutan dan kelayakan,” ujarnya.
Sementara, Arsul Sani dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengatakan, pihaknya sebenarnya sudah mengundang semua kelompok masyarakat sipil untuk hadir di RDP. Namun, yang menyanggupi undangan itu hanya IPW, Presidium Nasional Perkumpulan Organisasi Kepemudaan Nasional, dan Presidium Relawan Indonesia Bersatu.
Koordinator Politik Indonesia Corruption Watch Donal Fariz mengaku tidak mengetahui ada undangan dari DPR untuk hadir dalam RDP, kemarin. Pihaknya tidak mendapat undangan resmi dari DPR. ”Saya kurang tahu ada undangan atau tidak,” ujarnya saat dikonfirmasi.
Secara terpisah, perwakilan pegawai KPK, Zulfadhli Nasution, mendatangi seluruh fraksi yang ada di DPR untuk menyampaikan surat agar Komisi III DPR tidak memilih capim KPK yang tersandung pelanggaran kode etik. Ia pun menilai, adanya revisi UU KPK juga menjadi salah upaya bagi DPR untuk melemahkan KPK.
”Kami meminta agar DPR memilih pimpinan KPK yang berintegritas dengan mematuhi LHKPN. Kami berkunjung ke DPR juga tidak dengan maksud politik karena memang proses uji kepatutan dan kelayakan sudah ada di tangan DPR,” ujarnya.
Sulit diharapkan
Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Akhiar Salmi, menyampaikan, proses uji kelayakan dan kepatutan yang akan dilakukan DPR ini tak lagi bisa diharapkan. Sebab, sejak awal anggota Komisi III DPR bahkan menyatakan tidak akan mempertimbangkan masukan masyarakat dan tak lagi melibatkan panelis ahli.
”Susah diprediksi secara ilmiah. Apa lagi yang kita harapkan? DPR yang semestinya tempat demokrasi, justru tak bisa menjadi tempat aspirasi. Ini memang menjadi pertaruhan. Jika benar yang selama ini jadi desas-desus ada calon titipan, akan terlihat dari hasil DPR. Kalau memang benar, barang itu berarti sudah jadi sebelum proses berjalan. Lalu untuk apa diadakan fit and proper test. Hanya membuang biaya, waktu, dan pikiran,” kata Akhiar.
Kontrak menyetujui revisi UU KPK yang disodorkan kepada para capim KPK pun menunjukkan DPR hanya mencari yang menguntungkan kepentingannya. Hal ini tentu membuat publik telanjur apriori pada DPR terkait hasil capim KPK yang akan mulai diuji pada Rabu dan Kamis kemudian dipilih melalui pemungutan suara oleh Komisi III DPR.
Akhiar pun berharap uji kelayakan dilakukan secara terbuka. Dengan begitu, sikap anggota DPR pun dapat dinilai oleh publik melalui berbagai pertanyaan yang mungkin diajukan. Ke-10 capim KPK akan mengikuti uji kelayakan, di hari berikutnya DPR megumumkna calon pilihan mereka.
(AGE/DVD/ MTK/IAN)