Pemerintah melarang privatisasi pulau untuk perseorangan ataupun badan usaha. Pemanfaatan pulau-pulau kecil tidak boleh lagi bersifat hak dan privat.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melarang privatisasi pulau untuk perseorangan ataupun badan usaha. Pemanfaatan pulau-pulau kecil tidak boleh lagi bersifat hak dan privat.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Brahmantya Satyamurti menegaskan, tidak boleh ada larangan akses publik terhadap pulau-pulau kecil.
”Kami tidak mau dengar lagi cerita orang tidak boleh lagi mendarat di pulau-pulau yang izin pengelolaannya diberikan oleh pemerintah. Pemanfaatan pulau-pulau dan ruang laut bersifat akses terbuka,” katanya dalam sosialisasi perizinan di bidang pengelolaan ruang laut, Rabu (11/9/2019), di Jakarta.
Brahmantya menambahkan, pihaknya mulai memantau dan mengevaluasi izin pengelolaan pulau-pulau kecil. Ditengarai, ada pulau-pulau yang izin pengelolaannya sudah habis, tetapi malah dilelang oleh pengelolanya. Padahal, pulau itu seharusnya dikembalikan kepada negara.
”Jangan sampai ada izin pengelolaan yang dipindah-tangankan tanpa negara tahu dan paham. Terkait izin-izin (pengelolaan) pulau yang sudah ditetapkan, kami akan mulai mengawasi dan mengevaluasi untuk merapikan izin yang ada,” katanya.
Penataan dan pemanfaatan pulau-pulau kecil, terutama pulau-pulau kecil terluar, ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Pulau-pulau Kecil Terluar. Indonesia memiliki 17.504 pulau yang sudah didaftarkan ke Perserikatan Banga-Bangsa. Pemerintah harus memastikan pulau-pulau tersebut tidak hilang dan lepas dari Indonesia.
”Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan terluar adalah upaya menjaga kedaulatan bangsa sekaligus menyejahterakan masyarakat lokal,” ujarnya.
Sementara itu, pemerintah mendorong penetapan peraturan daerah rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K). Hingga kini, baru 22 dari 34 provinsi yang menyelesaikan perda RZWP3K.
Penerbitan RZWP3K yang lambat turut menghambat investasi pelaku usaha di daerah. Akbar, calon investor penanaman modal asing di Belitung, Kepulauan Bangka Belitung, mengeluhkan, sudah dua tahun menunggu Perda RZWP3K. Jika aturan tersebut tidak segera terbit tahun ini, pihaknya berencana hengkang dari lokasi investasi yang direncanakan.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Dasminto menuturkan, penyusunan Perda RZWP3K yang dilakukan sejak 2017 belum tuntas hingga kini. Proses penyusunan perda yang lamban antara lain dipicu berbagai kepentingan dalam pemanfaatan ruang perairan daerah yang terbatas, seperti kepentingan untuk pariwisata, pelabuhan, pertambangan, serta kabel dan pipa bawah laut. (LKT)