BPTJ menargetkan 2.000 unit bus listrik dapat tersedia pada 2020. BPTJ kini masih berdiskusi dengan pihak pengelola moda di ibu kota, salah satunya dengan PT Transjakarta, untuk menyegerakan pengadaan unit bus listrik.
Oleh
Aditya Diveranta
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah prasyarat teknis terkait pengadaan bus listrik belum terpenuhi meski pemerintah provinsi menargetkan puluhan ribu moda dapat tersedia pada 2025, di Jakarta. Sebagian pihak pengelola transportasi masih menimbang banyak aspek teknis tersebut agar tingkat keekonomian moda bus listrik tetap terjaga.
Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono di Jakarta, Kamis (12/9/2019), mengatakan, masih ada sejumlah aspek teknis yang perlu ditinjau dari pengadaan bus listrik. Hal ini terutama berkaitan dengan baterai yang digunakan serta stasiun pengisian daya untuk bus listrik.
"Salah satu aspek teknis yang kami soroti yakni soal baterai. Meski kini Indonesia mulai memproduksi bus listrik dari PT Mobil Anak Bangsa (MAB), tetapi untuk baterainya masih harus impor," kata Bambang seusai Lokakarya untuk Moda Kendaraan Emisi Nol Persen di Jakarta, Kamis.
Sementara untuk stasiun pengisian daya, Bambang mengatakan, pengadaan Stasiun Penyedia Listrik Umum (SPLU) bagi moda bus belum sepenuhnya dibicarakan dengan pihak pemangku kepentingan. Padahal, stasiun pengisian daya moda bus ini membutuhkan sepesifikasi yang berbeda dengan 1.922 unit SPLU yang disediakan PT PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya.
General Manajer PT PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya M Ikhsan Asaad, Rabu (11/9/2019), mengatakan, mobil listrik atau bus listrik memiliki karakter steker (colokan) yang berbeda dibanding untuk motor atau sepeda listrik. Bila permintaan SPLU dengan jenis steker tersebut tinggi, pihaknya dapat segera mendistribusikan jenis stasiun daya tersebut.
Meski begitu, Bambang menargetkan agar 2.000 unit bus listrik dapat tersedia pada 2020. BPTJ kini masih berdiskusi dengan pihak pengelola moda di ibu kota, salah satunya dengan PT Transjakarta, untuk dapat menyegerakan pengadaan unit bus listrik sesegera mungkin.
"Saat ini, Jakarta dihadapkan pada soal polusi udara, dan bus listrik yang dianggap menjadi salah satu solusi. Bila mengacu pada Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ), BPTJ menargetkan sekitar 40.000 bus listrik tersedia pada 2024," ujar Bambang.
Pengadaan bus listrik tidak mudah seperti diakui Kepala Divisi Teknis dan Manajemen Operator PT Transjakarta Ery Priwan. Ia menceritakan, pengadaan bus listrik yang dilakukan melalui nota kesepahaman bersama PT MAB masih memerlukan proses pra-uji coba yang cukup panjang. Dalam proses desain produksi, Ery mengatakan, PT MAB hingga kini masih menangani konstruksi bodi yang tepat untuk kendaraan listrik.
"Bus listrik dari PT MAB sepertinya masih menempuh masa pra-uji coba yang mungkin lebih dari enam bulan. Sebab, spesifikasi teknis bodi masih perlu menyesuaikan berat baterai dan mesin. Baterai adalah bagian yang paling berat, sementara jumlah total massa kendaraan perlu dijaga agar tetap enteng," kata dia.
Begitupun dengan baterai kendaraan, PT Transjakarta menargetkan bus dapat beroperasi selama 17 jam bila baterai diisi daya selama 4 jam. Ery menyampaikan, target spesifikasi pun masih terus disesuaikan dalam masa pra-uji coba.
Terkait pengadaan, Direktur Utama PT Transjakarta Agung Wicaksono masih menimbang keputusan penyediaan bus dari luar negeri. Sejauh ini, terdapat sekitar belasan jumlah penyedia bus listrik. Dari daftar ini, sebagian besar berasal dari China.
"Masih ada pertimbangan terkait pengadaan, bukan soal produk China atau bukan China, melainkan kualitas. Perusahaan masih menimbang keputusan yang paling bijak terkait pengadaan, juga terkait baterai dari kendaraannya," tutur Agung.
Ray Minjares, Pimpinan Program Udara Bersih dari The International Council on Clean Transportation, mengatakan, pengadaan ribuan bus listrik dari BPTJ merupakan target yang cukup ambisius. Dalam pengadaan teknologi yang cukup baru seperti ini, sangat mungkin terjadi kesalahan perencanaan bila tidak berhati-hati.
"Karena ini hal baru dan sangat mungkin bila pemerintah salah langkah dalam mengambil keputusan. Terutama dari pihak pemanufaktur, mereka bisa saja memberikan informasi yang tidak sesuai," kata dia.
Ray menyarankan, pemerintah provinsi sebaiknya fokus menerapkan moda bus listrik pada rute tertentu yang dapat dipantau. Hal tersebut untuk melihat kualitas pemeliharaan sistem moda di sepanjang rute yang telah difokuskan.
"Pemerintah boleh saja menargetkan ribuan bus listrik setahun mendatang, tapi saya pikir hal ini cukup ambisius. Simpelnya, kita semua tidak ingin bila tersedia ribuan bus pada 2020, namun secara pengoperasian justru gagal total," ungkapnya.