Tekstil, Sepatu, dan Pakaian Selundupan Masih Marak
Oleh
Wisnu Aji Dewabrata
·3 menit baca
Setelah diuji di laboratorium ternyata pakaian bekas mengandung penyakit sangat berbahaya. Kita harus edukasi konsumen agar tahu barang bermutu dan tidak bermutu, barang sehat dan tidak sehat
JAKARTA, KOMPAS - Penyelundupan tekstil, sepatu, pakaian baru maupun bekas, dan tas bekas dari China masih marak. Kerugian puluhan miliar rupiah tidak hanya dialami oleh negara tetapi juga memukul industri sepatu dan tekstil lokal.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya mengungkap sindikat penyelundup dengan tersangka enam orang yaitu PL (63), H (30), AD (33), EK (44), NS (47), dan TKD (45). Para tersangka telah beroperasi antara 2-10 tahun. Mereka ditangkap dikawasan Jakarta Pusat dan Jakarta Utara.
Proses penyelundupan berawal dari Pelabuhan Huangpu, China. Barang-barang itu diangkut dengan kapal menuju PelabuhanPasir Gudang, Johor, Malaysia. Dari situ, barang dibawa ke Pelabuhan Kuching, Malaysia.
Selanjutnya, dari Pelabuhan Kuching, barang diangkut ke perbatasan Malaysia-Indonesia di Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Barang diselundupkan melalui jalan tikus. Dari Jagoi Babang, perjalanan barang ilegal ini berlanjut ke Pelabuhan Dwikora, Pontianak, Kalimantan Barat.
Dari Pontianak, barang dikapalkan ke Pelabuhan Tegar Marunda Center, Kabupaten Bekasi, sebelum diedarkan ke kota-kota di Jawa hingga Papua.
Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Gatot Eddy Pramono, Kamis (12/9/2019), mengutarakan, menyita barang bukti sejak Juli-Agustus 2019. Nilai barang bukti ini mencapai Rp 10 miliar, yang terdiri dari 438 gulungan tekstil, 259 koli pakaian bekas, pakaian baru, dan tas bekas; dan 5.668 koli sepatu berbagai merek atau kurang lebih 120.000 pasang sepatu.
“Potensi kerugian negara dari pajak Rp 5 miliar sekali memasukkan barang selundupan. Dalam sebulan, mereka bisa 4 kali memasukkan barang, jadi kerugian negara Rp 20 miliar sebulan. Saya masih mendengar, ada kucing-kucingan dengan petugas, masih ada yang lewat jalan tikus. Saya perintahkan (agar mereka) ditindak tegas,” kata Kapolda.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Iwan Kurniawan mengatakan, Undang-Undang Perdagangan dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur, barang bekas tidak boleh masuk Indonesia. Barang yang masuk tanpa melalui pabean harganya sangat murah, sehingga produksi lokal sulit bersaing. Tekstil gulungan juga masuk dalam kategori dilarang setelah dilakukan uji laboratorium.
“Sementara ini, kami memutus mata rantainya supaya lebih efektif. Dari hulu kami lakukan penindakan, dengan sendirinya (barang selundupan) di pasaran akan berkurang,” katanya.
Menurut Iwan, sindikat penyelundup tekstil, pakaian, dan sepatu itu menggunakan rute penyelundupan yang mirip dengan sindikat penyelundup kosmetik. Sindikat penyelundup kosmetik ilegal itu ditangkap Ditreskrimsus Polda Metro Jaya beberapa pekan lalu.
“Ada jaringan penyelundup kosmetik ilegal yang sama dengan jaringan penyelundup tekstil, pakaian, dan sepatu, namun ada juga jaringan yang berbeda,” ucapnya.
Direktur Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Wahyu Widaya mengungkapkan, Permendag Nomor 51 Tahun 2015 mengatur larangan impor barang atau baju bekas. Baju bekas yang tertangkap wajib dimusnahkan.
Pelaku usaha atau importirnya akan diproses sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Sanksi pidana dari pelanggaran ini mencapai 5 tahun penjara, serta denda Rp 2 miliar.
“Berdasar Permendag Nomor 18 Tahun 2019, barang tekstil seperti handuk dan sajadah wajib didaftarkan K3L (Kesehatan, Keselamatan, Keamanan dan Lingkungan)," katanya. Pendaftaran ini untuk memastikan produk-produk tersebut memenuhi standar nasional Indonesia dan tidak mengandung bahan berbahaya termasuk kuman penyakit.
Wahyu menjelaskan, penyelundupan sepatu selain merugikan konsumen juga merugikan industri sepatu lokal. Industri sepatu lokal sudah memiliki standar sesuai SNI, tiba-tiba produk sepatu dari luar masuk dengan harga murah.
Adapun pakaian bekas rawan mengandung penyakit. “Setelah diuji di laboratorium ternyata pakaian bekas mengandung penyakit sangat berbahaya. Kita harus edukasi konsumen agar tahu barang bermutu dan tidak bermutu, barang sehat dan tidak sehat,” ujarnya.