Udara Kian Memburuk, Aktivitas di Luar Ruangan Dikurangi
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS—Kualitas udara di Palembang menyentuh kategori berbahaya pada Kamis (12/9/2019) dini hari. Kondisi asap memang sangat pekat pada malam hingga pagi hari. Hal ini membuat pemerintah mengeluarkan sejumlah aturan termasuk menunda jam masuk sekolah serta mengimbau untuk mengurangi kegiatan di luar ruangan.
Berdasarkan alat ukur konsenterasi partikulat PM 10 di aplikasi Badan Meterologi, Klimatologi, Geofisika (BMKG) mencatat, kualitas udara di Palembang pada Kamis (12/9), pukul 01.00 WIB mencapai 366.90 µgram/m3 atau dalam kategori berbahaya, walau setelah itu kualitas udara kembali membaik. Aktivitas sekolah yang dimulai pada pukul 07.00 WIB berjalan seperti biasa.
Dalam satu minggu terakhir, bau asap di Palembang dari malam hingga pagi hari sangat menyengat dan hal ini sangat dikeluhkan oleh masyarakat. Hafidz Trijatnika (26) warga Palembang mengungkapkan akibat asap yang kian pekat kedua anaknya mengalami demam.
“Setelah diperiksa ke dokter, demam tersebut disebabkan karena kondisi cuaca,” katanya.
Hafidz khawatir asap dapat membuat anggota keluarganya jatuh sakit terutama balita yang cukup rentan. Dirinya berharap agar pemerintah memberikan perhatian khusus agar masyarakat terlindungi dari dampak asap.
Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Selatan Widodo, Kamis (12/9), mengungkapkan, per Selasa (10/9/2019), pihaknya sudah mengeluarkan surat edaran untuk memundurkan waktu masuk sekolah apabila kondisi udara tidak memungkinkan. Hingga Kamis pagi, setidaknya ada enam sekolah yang diundur waktu masuk sekolahnya karena terkendala asap.
Sekolah yang ditunda jam masuknya terletak di Kabupaten Musi Rawas dengan jumlah tiga SMA, dan di Kabupaten Banyuasin, Ogan Ilir, dan Ogan Komering Ilir, masing-masing satu SMA. “Waktu masuk sekolah di daerah itu memang diundur hingga kondisi udara sudah memungkinkan dan dianggap aman,” katanya.
Widodo juga menginstruksikan agar kegiatan di luar kelas dikurangi selama asap masih merebak. Untuk kasus ini, ada tujuh SMA di Kecamatan Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin yang mengurangi aktivitas di luar kelas seperti upacara bendera, kegiatan olahraga, dan ekstrakulikuler karena kondisi asap pekat.
Untuk wilayah Palembang, belum ada SMA yang diundur waktu jam masuk sekolahnya karena pada pagi hari kondisi udara sudah membaik. “Saya juga mengimbau agar murid dan guru, rutin melihat aplikasi BMKG untuk memantau kondisi kualitas udara,” ungkapnya.
Widodo juga mengingatkan pada setiap sekolah untuk menyediakan masker dan kesiapan obat-obatan di Unit Kesehatan Sekolah (UKS) untuk kebutuhan siswa. “Sekolah bisa menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membeli peralatan dan obat-obatan tersebut. Namun, saya juga yakin, masyarakat dapat membeli sendiri masker tersebut untuk kesehatan pribadi,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Sumsel Lesty Nurainy menerangkan, akibat kabut asap, ada tiga daerah yang jumlah penderita Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) mengalami peningakatan dibanding bulan sebelumnya. Tiga daerah itu adalah Musi Banyuasin, Muara Enim, dan Palembang. “Ketiga daerah ini memang terkena dampak asap,” katanya.
Lesty menjelaskan jumlah penderita ISPA di Palembang meningkat dari 10.744 orang pada bulan Juli menjadi 11.863 orang pada Agustus. Adapun di Musi Banyuasin, jumlah penderita ISPA meningkat dari 4.094 orang pada Juli, menjadi 6.326 orang pada Agustus. Peningkatan penderita ISPA juga terjadi di Muara Enim meningkat dari 5.173 orang di Juli, menjadi 6.553 orang pada bulan Agustus.
Seperti diketahui Musi Banyuasin pernah mengalami kebakaran besar di kawasan Muara Medak, Kecamatan Bayung Lencir, Sumatera Selatan. Hal ini berdampak pada kondisi penduduk yang menderita gangguan ISPA. Adapun untuk Palembang, datangnya asap berasal dari beberapa daerah terdekat seperti Ogan Komering Ilir, dan Ogan Ilir.
Kepala Seksi Observasi dan Informasi Stasiun Meteorologi Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang, Bambang Benny Setiaji menuturkan, asap di Palembang diperkirakan berasal dari kebakaran lahan di beberapa daerah terutama di Kecamatan Cengal, Pangkalan Lampam, dan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Asap terbawa oleh angin yang bertiup dari tenggara.
Kondisi kemarau saat ini, ungkap Bambang, hampir serupa dengan tahun 2015 lalu, walau pada El Nino di tahun ini tidak aktif. Bambang mengatakan Agustus dan September merupakan puncak musim kemarau hal ini berdampak pada lahan yang kering sehingga rawan terbakar.
“Bahkan dalam satu minggu ke depan, diperkirakan tidak akan turun hujan,” ungkap Bambang. Padahal, asap baru akan hilang setelah hujan turun, adapun hujan diperkirakan baru akan turun pada pertengahan Oktober 2019.