Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan cenderung memburuk, termasuk kabut asap di lokasi ibu kota negara yang baru.
BALIKPAPAN, KOMPAS Lokasi ibu kota negara yang baru di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, tidak luput dari ancaman kebakaran hutan dan lahan gambut serta bencana kabut asap. Hingga Kamis (12/9/2019), sekitar 100 hektar lahan gambut di Penajam Paser Utara ikut terbakar.
Kebakaran lahan di Penajam Paser Utara, yang sebelumnya terpantau sekitar 90 ha, kemarin meluas menjadi 100 ha. Kepala Subbidang Logistik dan Peralatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Penajam Paser Utara Nurlaila mengatakan, pemadaman kebakaran lahan gambut di Kecamatan Penajam masih terus dilakukan.
”Pemadaman dengan mesin pompa air portabel terus dilakukan tim gabungan BPBD, Manggala Agni, dan warga. Penelusuran dan pemadaman pusat kebakaran dilakukan agar tidak meluas,” ujar Nurlaila.
Kebakaran yang meluas itu tak hanya menimbulkan kabut asap di Penajam Paser Utara, tetapi juga hingga Balikpapan. Sekitar 3.000 masker dibagikan kepada warga Balikpapan untuk meminimalkan dampak asap yang terasa pada malam dan pagi hari.
Dari pencitraan satelit, Kamis, terpantau 75 titik panas di Kaltim. Kepala Seksi Pengendali Kerusakan dan Pengamanan Hutan Dinas Kehutanan Kaltim Shahar Al Haqq mengatakan, dalam sebulan terakhir tercatat seluas 380 ha hutan di Kaltim terbakar, terluas terjadi di Kabupaten Berau. ”Kami masih mendata untuk memastikan luasan kebakaran hutan terbaru,” katanya.
Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, mengatakan, pencegahan kebakaran hutan dan lahan perlu ditingkatkan, apalagi karena tak mudah memadamkan lahan terbakar. ”Kami pasti akan menegakkan hukum terhadap pembakar lahan supaya ada efek jera,” ujarnya.
Memburuk
Kebakaran hutan dan lahan terus meluas sehingga kualitas udara di beberapa kota di Sumatera dan Kalimantan memburuk. Padahal, musim kemarau dan kekeringan masih akan berlangsung sepanjang September 2019.
”Ada kenaikan signifikan jumlah titik panas, terutama di Jambi dan Kalimantan Tengah. Minggu lalu di Jambi ada 248 titik panas dan minggu ini 710 titik panas. Di Kalteng, dari 873 titik panas pada minggu lalu kini menjadi 1.036 titik panas,” kata Kepala Subbidang Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto di Jakarta.
Peningkatan jumlah titik panas juga terdeteksi di Sumatera Selatan dalam sepekan terakhir, yaitu dari 72 titik panas menjadi 279 titik panas. Sementara di Riau dari 211 titik panas menjadi 305 titik panas. Badan Nasional Penanggulangan Bencana mendata, total luas lahan yang terbakar sejak Januari 2019 mencapai 328.724 ha dengan 3.673 titik panas.
Meluasnya lahan terbakar memperburuk kualitas udara di Sumatera dan Kalimantan. Konsentrasi partikulat PM 10 di Jambi, Pekanbaru, Palembang, dan Sampit mencapai level sangat tidak sehat sehingga berbahaya bagi kesehatan.
Asia Tenggara
Tak hanya di Indonesia, citra satelit Terra, Aqua, Suomi-NPP, NOAA-20, dan Satelit Himawari-8 juga mendeteksi titik panas di sejumlah wilayah Asia Tenggara. Selama sepuluh hari terakhir, ada 6.255 titik panas di Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Papua Niugini, Vietnam, dan Timor Leste.
Berdasarkan kajian Miriam E Marlier dari Universitas Columbia, Amerika Serikat, dan tim dalam jurnal GeoHealth, Juli 2019, paparan asap dari kebakaran hutan di Asia Tenggara dapat menyebabkan 36.000 kematian prematur per tahun di Indonesia, Singapura, dan Malaysia selama beberapa dekade mendatang.
Potensi kematian dini disebabkan cemaran PM 2,5 dari kebakaran hutan tropis yang sangat membahayakan kesehatan, mulai dari persoalan pernapasan hingga memicu kanker.(CIP/IDO/SAH/ESA/RAM/JUM/AIK)