Gejolak Pasar Modal dan Periode Jatuh Tempo Susutkan Dana Kelolaan
Gejolak pasar modal dan periode jatuh tempo yang makin dekat menyebabkan dana kelolaan beberapa jenis reksa dana susut. Dana kelolaan reksa dana tetap tumbuh setelah terpapar sentimen pemangkasan suku bunga acuan BI.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gejolak pasar modal dan periode jatuh tempo yang semakin dekat menyebabkan dana kelolaan beberapa jenis reksa dana susut. Namun, secara umum, dana kelolaan reksa dana tetap tumbuh setelah terpapar sentimen pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia.
Berdasarkan data Infovesta Utama, dana kelolaan (asset under management/AUM) reksa dana secara umum naik Rp 657,66 miliar dari Rp 525,82 triliun pada Juli 2019 menjadi Rp 526,48 triliun pada Agustus 2019.
Salah satu jenis reksa dana yang nilai dana kelolaan turun adalah reksa dana saham. Tercatat pada Agustus 2019, AUM reksa dana saham Rp 147,03 triliun. Jumlah ini turun Rp 3,17 triliun dari posisi Juli 2019 sebesar Rp 150,2 triliun.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana, Jumat (13/9/2019), di Jakarta, mengatakan, penurunan dana kelolaan reksa dana saham dipicu turunnya nilai aset. Hal itu seiring dengan pelemahan pasar saham global yang merembet hingga ke Tanah Air.
”Penurunan dana kelolaan reksa dana saham sejalan dengan koreksi dari sisi kinerja saham di pasar modal Indonesia,” ujarnya.
Penurunan dana kelolaan reksa dana saham sejalan dengan koreksi dari sisi kinerja saham di pasar modal Indonesia.
Sepanjang Agustus 2019, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,97 persen. Sepanjang periode yang sama, kinerja rata-rata reksa dana saham tergerus 2,81 persen. Sepanjang 6 bulan terakhir hingga penutupan perdagangan akhir pekan kedua September 2019, IHSG telah alami pelemahan 1,68 persen.
Wawan melihat, reksa dana saham dapat meningkat dari sisi unit penyertaan. Hal ini menunjukkan masih banyak investor yang berminat terhadap reksa dana tersebut dan malah memanfaatkan pelemahan pasar untuk melakukan pembelian.
Selain reksa dana saham, besaran AUM reksa dana terproteksi juga turun Rp 1,85 triliun dari Rp 139,73 triliun pada Juli 2019 menjadi Rp 137,88 triliun pada Agustus 2019.
Direktur Bahana TCW Investment Management Soni Wibowo mengatakan, penurunan itu disebabkan tanggal jatuh tempo periode investasi semakin dekat.
Berbeda dengan jenis reksa dana lainnya, reksa dana terproteksi memberikan imbal hasil secara periodik mulai 3 bulanan, 6 bulanan, hingga 1 tahun. Besaran imbal hasil itu telah disepakati investor sejak melakukan investasi awal.
”Dalam waktu dekat beberapa produk reksa dana terproteksi telah memasuki periode jatuh tempo. Pada akhirnya aksi pencairan atau penjualan kembali unit penyertaan (redemption) akan terjadi di reksa dana terproteksi. Namun, jumlahnya masih wajar,” ujar Soni.
Sentimen positif
Pertumbuhan dana kelolaan reksa dana secara umum ditopang oleh peningkatan AUM reksa dana pasar uang yang sebesar Rp 5,26 triliun dari posisi Rp 60,73 triliun pada Juli 2019 menjadi Rp 65,99 triliun pada Agustus 2019.
Menurut Wawan, penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) tetap membuat reksadana pasar uang menarik. Secara historis, kinerja reksa dana ini selalu berada di atas atau minimal setara dengan deposito, ditambah lagi pajak imbal hasil reksa dana pasar uang lebih murah dibandingkan pajak deposito.
Bertambahnya dana kelolaan reksadana pasar uang disebabkan perpindahan dana dari jenis reksa dana lainnya. “Selain itu tidak sedikit juga investor baru yang membeli di reksa dana pasar uang setelah sebelumny berinvestasi pada instrumen deposito,” ujarnya.
Menurut Wawan, kenaikan dana kelolaan reksa dana pasar uang secara signifikan juga ditopang gencarnya penjualan instrumen tersebut melalui agen penjual daring atau bahkan lewat platform e-dagang. Karakteristik reksa dana pasar uang dinilai cocok dengan profil risiko investor-investor pemula yang notabene akrab dengan transaksi secara daring.
Walau nominalnya kecil, Wawan optimistis di masa depan reksa dana pasar uang tetap berpeluang menjadi reksa dana dengan pertumbuhan dana kelolaan besar. Dari sisi nilai, reksa dana saham dan reksa dana berbasis obligasi diprediksi menjadi penyumbang utama dana kelolaan reksa dana secara keseluruhan.
”Jika kondisi pasar saham membaik, bukan tidak mungkin dana kelolaan reksa dana pasar saham bisa tumbuh hingga Rp 155 triliun di akhir 2019,” ujarnya.
Reksa dana saham dan reksa dana berbasis obligasi diprediksi menjadi penyumbang utama dana kelolaan reksa dana secara keseluruhan.
Sementara itu, Soni menilai, pertumbuhan dana kelolaan reksa dana pendapatan juga terbantu dengan pemangkasan suku bunga acuan BI pada Juli dan Agustus lalu.
”Pemangkasan ini membuat harga obligasi naik sehingga nilai aset reksa dana pendapatan tetap menjadi bertambah,” kata Soni.
Jumlah dana kelolaan pada reksa dana pendapatan pada Agustus 2019 tercatat naik Rp 301,2 miliar dari bulan sebelumnya menjadi Rp 108,25 triliun. Kenaikan jumlah dana kelolaan juga terjadi pada reksa dana campuran sebesar Rp 284,21 miliar ke posisi Rp 29,88 triliun pada Agustus 2019.
Soni menambahkan, reksa dana campuran pun menerima sentimen positif yang terjadi pada pasar obligasi. Penurunan suku bunga acuan jelas menguntungkan instrumen ini karena sebagian aset reksa dana campuran berbentuk surat utang.