Ekspor Minyak AS Ungguli Arab Saudi
Volume ekspor minyak mentah Amerika Serikat mengungguli ekspor Arab Saudi pada Juni. AS akan menjadi motor pertumbuhan pasokan global.
LONDON, RABU— Badan Energi Internasional (IEA) menyatakan, pada Juni tahun ini ekspor minyak mentah AS mengungguli Arab Saudi dan juga Rusia. Lonjakan produksi minyak AS itu terdorong produksi minyak serpihnya.
”Pengingat bagi para produsen bahwa persaingan untuk mendapatkan pangsa pasar semakin ketat itu datang dari data awal yang menunjukkan bahwa pada Juni AS secara temporer mengambil alih posisi Arab Saudi dan Rusia sebagai pengekspor minyak mentah nomor satu di dunia,” demikian pernyataan IEA dalam laporan bulanan, Kamis (12/9/2019).
Ekspor minyak mentah AS pada Juni terdongkrak melebihi 3 juta barel per hari. Pada saat yang sama, ekspor Arab Saudi turun seiring pemangkasan produksi minyaknya sebagai bagian dari kesepakatan pengurangan produksi bersama
negara-negara anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). Saat yang sama, produksi minyak Rusia terimbas masalah di salah satu jaringan pipa ekspor minyaknya.
Laporan IEA tak memerinci data ekspor minyak Arab Saudi, Juni lalu. Pada Desember 2018, OPEC, Rusia, dan negara produsen minyak non-OPEC lainnya sepakat memangkas produksi minyak 1,2 juta barel per hari—atau 1,2 persen dari pasokan global—mulai 1 Januari 2019.
Akan terus mendominasi
Dalam laporan bertajuk ”Oil 2019: Analysis and Forecast 2024”, awal Maret lalu, IEA memproyeksikan AS akan terus mendominasi pertumbuhan pasokan dalam jangka menengah. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya, seiring dengan ekspansi AS sejak 2018, saat produksinya mencapai 2,2 juta barel per hari (bpd).
”Peningkatan kapasitas produksi minyak AS akan mencakup 70 persen dari total kapasitas produksi minyak global pada tahun 2024, memberi tambahan 4 juta barel per hari,” demikian analisis IEA.
Sejauh ini belum ada tanggapan langsung dari Arab Saudi dan Rusia terkait data ekspor minyak tersebut. Arab Saudi, melalui menteri energi yang baru terpilih, Pangeran Abdulaziz bin Salman, menyerukan agar negara-negara produsen minyak patuh pada kesepakatan pengurangan produksi mereka. Tujuannya adalah menjaga kestabilan harga minyak di tengah proyeksi turunnya permintaan global seiring perang dagang antara AS dan China.
Riyadh telah memikul beban pemotongan produksi minyak selama ini. Irak, produsen minyak terbesar kedua OPEC, dan Nigeria baru Kamis kemarin berjanji mengurangi produksi hingga secara berurutan 175.000 bpd pada Oktober dan 57.000 bpd. ”Setiap negara harus memenuhi komitmennya,” kata Pangeran Abdulaziz.
Ia mengatakan, pada pertemuan Komite Pengawasan Bersama (JMMC) di Abu Dhabi, sangat penting memulihkan stabilitas di pasar minyak yang mencatat harga minyak telah merosot di bawah 60 dollar AS per barel.
”Dia menyoroti paradigma operasi OPEC tentang inklusivitas. Dia menekankan bahwa setiap negara berperan, terlepas dari ukuran (produksinya) dan bahwa setiap negara harus memenuhi komitmennya,” kata Kementerian Energi Saudi soal penegasan Pangeran Abdulaziz melalui Twitter.
Di sisi pasokan, IEA menyatakan, produksi minyak global sepanjang Agustus naik 0,53 juta barel per hari menjadi 100,7 juta barel per hari. Selain di AS, peningkatan produksi juga terjadi di Norwegia dan Brasil. Produksi minyak di negara-negara non-OPEC diperkirakan naik menjadi 2,3 juta barel per hari pada 2020. Hal itu akan memangkas kebutuhan minyak mentah OPEC menjadi 28,3 barel per hari pada paruh pertama 2020. (AP/REUTERS/BEN)