Hilirisasi dan Komersialisasi Riset agar Terkoordinasi
Badan Riset Nasional ditargetkan bisa melaksanakan koordinasi semua jenis riset, termasuk di perguruan tinggi, agar memiliki tujuan serta penerapan yang jelas, yaitu hilirisasi dan komersialisasi hasil riset.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Riset Nasional ditargetkan bisa melaksanakan koordinasi semua jenis riset, termasuk di perguruan tinggi, agar memiliki tujuan serta penerapan yang jelas, yaitu hilirisasi dan komersialisasi hasil riset. Hal ini bertujuan mengefisienkan pendanaan riset, sekaligus memastikan penelitian tak bersifat sporadis serta bisa mendalam.
”Badan Riset Nasional akan berada di bawah Presiden, sementara Dewan Riset Nasional dikoordinasi oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Saat ini masih tahap penggodokan,” kata Menristek dan Dikti Mohamad Nasir seusai pemberian Anugerah Sinta (Indeks Sains dan Teknologi) 2019 di Jakarta, Kamis (12/9/2019). Badan Riset Nasional (BRN) sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Ia menjelaskan, sistem penelitian bisa berupa penugasan dan di saat yang sama ada inisiatif independen dari perguruan tinggi ataupun lembaga-lembaga penelitian, baik yang berdiri sendiri maupun yang berada di bawah naungan kementerian dan lembaga negara.
Pihak BRN memastikan topik riset tidak tumpang tindih serta bisa menjadi mediator terciptanya kerja sama antarlembaga guna membuat riset lebih komprehensif.
”Wujud riset mulai dari pengkajian, riset dasar, pengembangan, penerapan, hingga inovasi. Komersialisasi hasil riset menjadi faktor penting agar riset benar-benar nyata dirasakan masyarakat, tidak sekadar menjadi dokumentasi negara,” kata Nasir.
Komersialisasi hasil riset menjadi faktor penting agar riset benar-benar nyata dirasakan masyarakat, tidak sekadar menjadi dokumentasi negara.
Dari segi anggaran, dana riset juga bertambah. Pada tahun 2014 dana riset hanya Rp 24 triliun yang tersebar di sejumlah kementerian dan lembaga.
Nasir mengungkapkan, tercatat dana murni untuk riset hanya Rp 10 triliun, sisanya digunakan untuk keperluan lain. Pada tahun 2018, dana riset naik menjadi Rp 41,6 triliun yang kini difokuskan untuk hilirisasi hasil riset, inovasi, dan paten agar bisa diserap pasar.
Melalui bank data Sinta, Kemenristek dan Dikti mendata per September 2019 ada 177.000 dosen dan peneliti yang mengunggah hasil penelitian mereka. Selain itu, juga ada 18.000 buku, 2.600 jurnal, dan 5.000 hak kekayaan intelektual yang terdaftar di Sinta. Bank data itu memudahkan pemantauan mengenai riset-riset potensial yang tersebar di berbagai lembaga.
Masuk ke industri
Dalam Anugerah Sinta 2019, IPB University menjadi juara di kategori Lembaga dengan jumlah paten terbanyak. Perguruan tinggi ini memiliki 455 paten dan tiga hak kekayaan intelektual. Rektor IPB University Arif Satria mengungkapkan, dari 1.155 penelitian potensial se-Indonesia, 458 berasal dari IPB.
Penerapan hasil riset ke dalam lini kehidupan sehari-hari masyarakat dilakukan melalui gerai Serambi Botani yang menjual berbagai produk dari hasil riset IPB. Serambi Botani kini memiliki 15 gerai di berbagai pusat perbelanjaan.
”Metode ini memungkinkan IPB membangun inkubator bisnis untuk usaha kecil dan menengah binaan kami. Selain itu, pasar merupakan cara paling efektif untuk menjaga mutu hasil riset karena konsumen tidak akan membeli produk yang menurut mereka buruk. Ini memungkinkan peneliti mengembangkan inovasi untuk membuat produk yang bagus, sekaligus berjumlah banyak demi produksi massal,” tutur Arif.
Menurut dia, IPB juga mulai membangun kerja sama dengan berbagai perusahaan dan industri besar, minimal bertaraf nasional. Pengalaman mengelola Serambi Botani menjadikan peneliti memahami kebutuhan pasar sehingga penelitian tidak lagi bersifat idealis semata.
Sementara Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ucu Cahyana memaparkan, kampusnya fokus memgembangkan inkubator kewirausahaan untuk menurunkan hasil riset dosen dan mahasiswa ke produk massal. Hal itu dimulai dengan usaha tingkat kecil dan menengah.
Di bidang pendidikan, inovasi dilakukan dengan mengembangkan pemelajaran berbasis media digital yang hasilnya sudah disebarluaskan ke sekolah-sekolah mitra yang menjadi laboratorium pendidikan UNJ.