Kualitas Udara Masuk Kategori Membahayakan Kesehatan
Kualitas udara di sejumlah daerah di Kalimantan dan Sumatera terus memburuk dan mencapai tingkat sangat membahayakan kesehatan.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kualitas udara di sejumlah daerah di Kalimantan dan Sumatera terus memburuk dan mencapai tingkat sangat membahayakan kesehatan. Upaya untuk mengatasi meluasnya kebakaran terus dilakukan dalam menghadapi cuaca kering, angin kencang, dan pembakaran yang masih terjadi.
Data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) partikel pencemar (PM) 10 di sejumlah daerah di Sumatera dan Kalimantan sepanjang Jumat (13/9/2019) menunjukkan fluktuasi dari tingkat sedang hingga berbahaya. Riau dan Kalimantan Tengah berada pada tingkatan kualitas udara paling buruk.
Sejak pukul 07.00, PM10 di Pekanbaru sudah mencapai 350 mikron atau kategori berbahaya dari batas aman 150 mikron. Kondisi PM10 di Pekanbaru membaik hingga level aman pada pukul 13.00, tetapi sejam kemudian menjadi 410 mikron atau sangat berbahaya.
Partikel PM10 di Sampit 488 mikron atau berbahaya pada pukul 04.00, lalu melebihi 600 mikron atau sangat berbahaya pada pukul 06.00. Konsentrasi PM10 turun saat tengah hari, tetapi kembali naik hingga 261 mikron atau kategori sangat tidak sehat pada pukul 14.00.
”Saat siang, konsentrasi pencemar bisa turun karena udara mengembang akibat pemanasan. Waktu pagi atau malam umumnya paling tinggi karena terbentuk lapisan inversi yang membuat polutan tertahan dan turun dekat permukaan,” kata Kepala Subbidang Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto.
Berdasarkan data rekapitulasi indeks standar pencemar udara (ISPU) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau, sepanjang Jumat kualitas udara di hampir seluruh Provinsi Riau dalam kategori berbahaya dan merugikan kesehatan secara serius karena jauh melebihi nilai ambang aman. Rumbai dan Minas tercatat memiliki konsentrasi tertinggi, masing-masing 846 dan 877.
Sepanjang Jumat kualitas udara di hampir seluruh Provinsi Riau dalam kategori berbahaya dan merugikan kesehatan secara serius.
Menurut standar KLHK, kualitas udara dikategorikan baik jika konsentrasi pencemarnya berkisar 0-50, sedang 51-100, tidak sehat 101-199, sangat tidak sehat 200-299, dan berbahaya jika di atas 300. ISPU ditetapkan berdasarkan lima pencemar utama, yaitu karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), ozon permukaan (O3), dan partikel debu (PM10).
Kajian Miriam E Marlier dari Universitas Columbia, Amerika Serikat, dan tim dalam jurnal GeoHealth yang terbit pada Juli 2019 telah memperingatkan, paparan asap dari kebakaran hutan di kawasan Asia Tenggara dapat menyebabkan 36.000 kematian prematur per tahun di seluruh Indonesia, Singapura, dan Malaysia selama beberapa dekade mendatang jika trennya terus berlanjut. Potensi kematian dini ini disebabkan cemaran PM2,5 dari kebakaran hutan tropis dinilai sangat membahayakan kesehatan, mulai dari persoalan pernapasan hingga memicu kanker.
Paparan asap dari kebakaran hutan di kawasan Asia Tenggara dapat menyebabkan 36.000 kematian prematur per tahun di Indonesia, Singapura, dan Malaysia.
Lintas negara
Analisis citra sebaran asap yang dilakukan BMKG menunjukkan, pada Jumat pukul 14.00, asap terdeteksi di wilayah Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Terdeteksi juga adanya sebaran asap ke negara tetangga (transboundary haze) dari Sumatera ke Selat Malaka dan Semenanjung Malaysia, sedangkan dari Kalimantan Barat ke Serawak, Malaysia.
Menurut Siswanto, kualitas udara di Kalimantan dan Sumatera cenderung memburuk sejak awal September 2019. Kondisi ini terjadi seiring dengan meluasnya kebakaran hutan yang terjadi.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengatakan, total titik panas di seluruh Indonesia pada Jumat sebanyak 5.099. Padahal, sehari sebelumnya masih 3.673 titik panas.
Total titik panas di seluruh Indonesia pada Jumat sebanyak 5.099. Padahal, sehari sebelumnya masih 3.673 titik panas.
Meluasnya kebakaran kali ini, menurut Agus, disebabkan intensitas kekeringan tahun ini tergolong parah dan saat ini tengah mencapai puncaknya, di tambah dengan angin yang kencang sehingga memudahkan terjadinya kebakaran. Selain itu, masih ada pembakaran yang dilakukan, terutama di lahan gambut. Begitu lahan gambut yang terbakar susah dipadamkan.
”Dari laporan di lapangan, sejumlah titik panas sudah dibom berkali-kali, tetapi tidak mati juga,” kata Agus.
Agus mengatakan, saat ini sudah ada 9.172 personel yang bergerak untuk memadamkan kebakaran di sejumlah daerah di Kalimantan dan Sumatera. Setiap provinsi memiliki 1.512 personel yang terdiri dari 1.000 anggota TNI, 200 anggota Polri, 312 orang dari badan penanggulangan bencana daerah, dan masyarakat yang direkrut khusus.
”Khusus untuk Riau, ada tambahan 100 personel TNI untuk membantu pemadam di sekitar area kilang minyak Dumai,” ujarnya.