Saat rapat kerja perdana menyampaikan pandangan Presiden atas revisi UU KPK di Baleg DPR, Kamis (12/9/2019) malam, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menjanjikan pembahasan dilakukan secara terbuka.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu dan Agnes Theodora
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam rapat panitia kerja yang tertutup. Masih ada sejumlah perbedaan pendapat baik antara pemerintah dan DPR maupun antarfraksi.
Akan tetapi, publik tak bisa mengetahui dinamika pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) KPK. Padahal, sejumlah revisi sejumlah pasal masih dipermasalahkan karena dinilai akan melemahkan KPK.
"Kami belum bisa menyampaikan apa-apa, karena pembahasan masih pada tingkat panitia kerja (panja)," kata Ketua Panja RUU KPK dari Fraksi Partai Gerindra DPR Supratman Andi Agtas seusai rapat panja RUU KPK di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (13/9/2019) malam. Dalam rapat tersebut, hadir anggota panja dari 10 fraksi, perwakilan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Dalam rapat tersebut, DPR dan pemerintah membahas substansi draf RUU KPK dengan daftar inventarisasi masalah (DIM) yang diajukan pemerintah. Akan tetapi, Supratman enggan menjelaskan perkembangan pembahasan.
Wakil Ketua Panja RUU KPK dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Totok Daryanto menjelaskan, penjelasan kepada publik akan diberikan seusai rapat kerja di Badan Legislasi DPR. Menurut rencana, rapat kerja dilaksanakan pada Senin (16/9/2019).
Hal ini membuat sama saja tak ada transparansi dalam pembahasan RUU KPK. Sebab, rapat kerja hanya memaparkan hasil revisi yang sudah disepakati pemerintah dan DPR.
"Dalam rapat kerja nanti sudah tidak membahas substansi, sudah ada kesepakatan," kata Totok.
Padahal, sebelumnya, saat rapat kerja perdana untuk menyampaikan pandangan Presiden atas revisi UU KPK di Baleg DPR, Kamis (12/9/2019) malam, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menjanjikan pembahasan revisi UU KPK dilakukan secara terbuka agar bisa disaksikan oleh publik.
Menurutnya, meski panja berwenang memutuskan rapat berlangsung tertutup, tetapi transparansi diperlukan karena kehadiran revisi UU KPK telah menyulut kontroversi di tengah publik. Pembahasan terbuka diperlukan agar DPR dan pemerintah tidak terkesan membahas revisi UU KPK secara diam-diam.
“Kita buka debat secara terbuka, agar jangan ada dusta di antara kita,” kata Yasonna.
Perbedaan pendapat
Totok mengakui, masih ada perbedaan pendapat mengenai revisi UU KPK. Baik antara pemerintah dan DPR maupun antarfraksi di DPR. Namun, ia tak bersedia menjelaskan hal itu secara lebih dalam.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan, fraksinya tak setuju pada beberapa poin amendemen yang ada pada lampiran surat presiden. Sebab, ada beberapa bagian yang dinilai akan melemahkan KPK. "Sebagai contoh, pada Pasal 37A tentang pembentukan Dewan Pengawas," kata Dasco.
Ia menambahkan, pemerintah mengusulkan agar Dewan Pengawas terdiri dari lima orang. Kelima anggota dipilih oleh pemerintah. Pihaknya khawatir, kewenangan pemerintah membentuk Dewan Pengawas bisa disalahgunakan untuk mengintervensi KPK nantinya.
"Kami sedang mengkaji dan mempertimbangkan dengan serius untuk menolak revisi ini. Kami ingin mengusulkan agar Dewan Pengawas terdiri dari dua orang dari eksekutif, dua orang dari legislatif, dan satu orang dari yudikatif," kata Dasco.
Ia menambahkan, ada sejumlah pasal lain yang juga bermasalah bagi Gerindra. Pengkajian terhadap pasal-pasal itu terus dilakukan.