Pemerintah dan DPR Sepakati Revisi UU MD3, Anggaran Negara Makin Boros
Pemerintah dan DPR menyepakati revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3 untuk disahkan di rapat paripurna. Revisi UU ini akan menambahkan jumlah pimpinan MPR. Anggaran negara pun makin boros
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah dan DPR menyepakati revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3 untuk disahkan di rapat paripurna. Poin revisi yang akan menambahkan jumlah pimpinan MPR ini dinilai akan semakin memboroskan anggaran negara.
Revisi UU MD3 disepakati pemerintah dan DPR dalam rapat tertutup Panitia Kerja Badan Legislasi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Baleg sekaligus Ketua Panitia Kerja RUU MD3 Totok Daryanto. Sementara mewakili pihak pemerintah yakni Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
Saat membacakan kesimpulan rapat, Totok menyatakan bahwa DPR dan pemerintah menyepakati seluruh materi yang tertuang dalam RUU MD3. Setelah itu, RUU MD3 dapat dilanjutkan pembahasannya dalam pembicaraan tingkat II melalui rapat paripurna.
Materi revisi dalam RUU MD3 yakni terkait penambahan kursi pimpinan MPR dari lima orang menjadi sepuluh orang yang tertuang dalam Pasal 15. Sepuluh pimpinan tersebut terdiri dari sembilan orang perwakilan fraksi dan satu orang dari unsur DPD.
Sebelumnya, UU MD3 menyebutkan, jumlah pimpinan MPR yakni lima orang dan kemudian menjadi delapan orang. Namun, ketentuan itu hanya berlaku setelah disahkan hingga masa jabatan MPR periode 2014-2019 berakhir pada September 2019.
Selain itu, dalam rapat juga menyetujui untuk menyempurnakan redaksional Pasal 15 ayat 1 beserta penjelasannya. Ketentuan Pasal 427 c juga dihapus karena dinilai telah tertuang dalam Pasal 15.
Adapun bunyi pasal 15 ayat 1 tersebut yaitu "Pimpinan MPR terdiri atas ketua dan wakil ketua yang merupakan representasi dari masing-masing fraksi dan kelompok anggota yang dipilih dari dan oleh anggota MPR”.
Tjahjo Kumolo mengatakan, pemerintah menyetujui RUU MD3 agar semua fraksi dari partai yang lolos ambang batas parlemen empat persen memiliki keterwakilan pimpinan di MPR. Penambahan pimpinan MPR juga diyakini sebagai bentuk penguatan tugas dan fungsi MPR sebagai lembaga tinggi negara.
"Mudah-mudahan setelah ini dalam setiap proses pengambilan kebijakan politik ketatanegaraan di MPR bisa diputuskan secara musyawarah tanpa adanya oposisi. Jadi untuk lima tahun yang akan datang tidak perlu diubah lagi UU MD3 karena secara otomatis pimpinan MPR mewakili fraksi-fraksi yang lolos dalam setiap pemilu," ujarnya.
Selain itu, Tjahjo menyebut mekanisme pemilihan pimpinan MPR ini akan diserahkan di setiap fraksi dan DPD. "Forum di MPR yang akan menentukan bagaimana mekanisme pemilihan ketua dan wakil ketua," katanya.
Boros anggaran
Direktur Eksekutif IBC Roy Salam menilai, penambahan kursi pimpinan MPR akan memboroskan anggaran. Sebab, pimpinan MPR akan memperoleh anggaran untuk pelaksanaan tugas dengan jumlah yang besar.
"Usul menambah dua orang pimpinan MPR hanya menambah pemborosan uang rakyat sekitar Rp 22 miliar pertahun atau Rp 111 miliar untuk lima tahun,"
Berdasarkan kajian Indonesia Budget Center (IBC), pimpinan MPR memperoleh penghasilan yang lebih tinggi dari anggota dewan lainnya dan meningkat tiap tahun. Pada 2018, tiap pimpinan memperoleh dukungan anggaran sebesar Rp 8,16 miliar dan meningkat menjadi Rp 8,75 miliar
di tahun 2019.
"Usul menambah dua orang pimpinan MPR hanya menambah pemborosan uang rakyat sekitar Rp 22 miliar pertahun atau Rp 111 miliar untuk lima tahun," ujarnya.
Melihat data tersebut, Roy menyatakan, RUU MD3 tidak bertujuan meningkatkan kinerja MPR, tetapi untuk menampung kepentingan fraksi-fraksi di DPR pada periode kedepan. Kepentingan tersebut berorientasi pada bagi-bagi jatah kekuasaan pasca pemilu.