Pemerintah-DPR Gerak Cepat, Ini Poin-poin Revisi UU KPK yang Diajukan Presiden
Hanya selang sehari setelah Surat Presiden Joko Widodo terkait revisi UU KPK yang diusulkan DPR dilayangkan ke DPR, Badan Legislasi DPR dan perwakilan pemerintah langsung rapat membahasnya.
Oleh
INSAN ALFAJRI, Agnes theodora dan Riana Ibrahim
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hanya selang sehari setelah Surat Presiden Joko Widodo terkait revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang diusulkan DPR dilayangkan ke DPR, Badan Legislasi DPR dan perwakilan pemerintah langsung menggelar rapat membahasnya. Dalam rapat, perwakilan pemerintah memaparkan poin-poin revisi dari sisi Presiden.
Rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR dan perwakilan pemerintah digelar di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (12/9/2019) malam.
Hadir mewakili pemerintah diantaranya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan Deputi Sumber Daya Manusia Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Setiawan Wangsaatmaja.
Ada setidaknya tiga poin revisi UU KPK yang dipaparkan oleh Yasonna. Pertama terkait Dewan Pengawas KPK. Pemerintah ingin pengangkatan ketua dan anggota Dewan Pengawas menjadi kewenangan Presiden. Ini bertujuan untuk meminimalisir waktu dalam proses pembentukan dan pengangkatan Dewan Pengawas.
Kendati demikian, mekanisme pengangkatan tetap melalui panitia seleksi. Proses seleksi tetap membuka ruang bagi masyarakat untuk dapat memberikan masukan terhadap para kandidat anggota pengawas.
Sementara dalam draf revisi UU KPK yang diusulkan oleh DPR, Dewan Pengawas dipilih oleh DPR, yang calon anggotanya diusulkan Presiden.
Kedua, pemerintah memberi waktu dua tahun bagi penyelidik dan penyidik independen KPK untuk berganti status sebagai aparatur sipil negara (ASN). Ini bertujuan untuk menjaga kesinambungan penegakan hukum tindak pidana korupsi.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Firman Noor menyatakan, penyelidik dan penyidik berstatus ASN akan mengganggu independensi KPK. Sebab, mereka akan menjadi bagian dari pemerintahan.
Terakhir, pemerintah menyatakan KPK merupakan lembaga negara di dalam ranah eksekutif, yang dalam pelaksanaan tugasnya bebas dari pengaruh dan wewenangnya bersifat independen dari kekuasaan manapun.
Hal tersebut mengacu kepada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Adapun dalam draf revisi UU KPK yang diajukan DPR disebutkan, KPK merupakan lembaga pemerintah pusat yang dalam melaksanakan tugas dan wewenang melakukan pemberantasan korupsi bersifat independen.
Sementara dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK merupakan lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenang bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.
Selain tiga poin di atas, pemerintah juga menyatakan usulan perubahan substansi, misalnya yang berkaitan dengan koordinasi penuntutan; penyebutan istilah atau terminologi lembaga penegak hukum; pengambilan sumpah dan janji Ketua dan Anggota Dewan Pengawas; serta laporan harta kekayaan penyelenggara negara.
Di penghujung rapat, Baleg DPR menyatakan akan rapat besok untuk membentuk panitia kerja (panja). Tak hanya itu, panja akan langsung rapat membahas revisi UU KPK bersama perwakilan dari pemerintah.