Pasca-Pimpinan Baru KPK Terpilih, Saut Situmorang dan Tsani Annafari Mundur dari KPK
Tsani Annafari tak ingin dirinya menjadi kaki tangan orang-orang yang tidak bisa diyakini integritasnya. Sebelum mundur, Saut dan Tsani sempat menggelar jumpa pers, menyebut Firli Bahuri, ketua terpilih KPK, bermasalah.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Saut Situmorang memutuskan mundur dari jabatan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Begitu pula Tsani Annafari dari jabatan sebagai penasihat KPK. Keputusan diambil setelah Komisi III DPR tuntas memilih lima komisioner KPK periode 2019-2023.
Masa jabatan Saut sebenarnya baru akan berakhir Desember 2019. Adapun Tsani yang mulai menjabat penasihat KPK sejak 2017, baru berakhir masa jabatannya pada 2021.
Pada Jumat (13/9/2019) dini hari, seperti diketahui, Komisi III DPR telah memilih lima komisioner KPK 2019-2023. Kelimanya adalah Firli Bahuri, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron, dan Nawawi Pomolango. Mereka akan mulai bekerja di KPK sejak Desember 2019. Kemudian, Firli yang meraih suara terbanyak dipilih menjadi ketua KPK.
Selang beberapa jam setelah Komisi III DPR tuntas memilih, Saut melayangkan surat elektronik kepada rekan-rekannya di KPK yang berisi pengunduran dirinya dari KPK mulai Senin (16/9/2019). Sebelum resmi mundur, dia masih akan mengikuti dua kegiatan KPK yang sudah dijadwalkan jauh-jauh hari.
”Masih ada dua kegiatan lagi di Yogyakarta, Sabtu-Minggu (14-15/9/2019), Jelajah Dongeng Antikorupsi,” katanya dalam pesan tersebut.
Selain itu, dia berpesan agar semua pegawai KPK dapat membedakan antara cemen, bahasa gaul yang berarti penakut, dengan penegakan sembilan nilai KPK yang selama ini telah ditanamkan dan diajarkan. Kesembilan nilai itu yaitu jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil. Ditambah lagi nilai di KPK, yaitu RI-KPK yang merupakan singkatan dari religius, integritas, kepemimpinan, profesional, dan keadilan.
Dia juga memberikan pesan khusus untuk Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo. Yudi diminta agar tetap konsisten membela KPK. ”Buat Mas Yudi, tetaplah konsisten bro, antum masih komandan. Kunci sepeda yang saya sumbangkan untuk doa dan momentos atau harapan kita agar siapa pelaku kejahatan atas Novel Baswedan bisa ditemukan,” kata Saut.
Penyidik senior KPK Novel Baswedan disiram air keras pada 11 April 2017. Namun, upaya penyelidikan oleh kepolisian tak kunjung bisa mengungkap pelakunya.
Sebelum Saut mundur, persisnya pada Rabu (11/9/2019), Saut didampingi Tsani Annafari dan Juru Bicara KPK Febri Diansyah menggelar jumpa pers yang menyatakan Firli diduga melanggar etik saat menjabat Deputi Penindakan di KPK, 6 April 2018-20 Juni 2019.
Pelanggaran etik karena Firli bertemu dengan pihak yang beperkara dengan KPK. Ia juga pernah bertemu dengan salah satu ketua umum partai politik. Selain itu, Firli diduga menerima pembayaran hotel dan 600 lembar tiket konser boyband Eropa.
Mundur sebelum pelantikan
Sama seperti Saut, Tsani juga memutuskan mundur. Surat telah dilayangkan kepada pimpinan KPK dan sekarang sedang diproses. Sebelum resmi keluar, dia menyatakan masih akan tetap bekerja seperti biasa.
”Saya akan bekerja dengan pimpinan KPK saat ini bahu-membahu bersama seluruh insan KPK yang di dalam sampai sebelum tanggal pelantikan pimpinan KPK yang baru. Saya pastikan akan mundur sebelum mereka (pimpinan KPK 2019-2023) dilantik,” katanya.
Tsani menegaskan bahwa dirinya tidak mau menjadi kaki tangan atau melayani orang-orang yang tidak bisa diyakini integritasnya. Dia pun tidak yakin dengan agenda pemberantasan korupsi ke depan.
”Saya berharap pada diri saya sendiri dan kita semua. Mari kita lanjutkan perjuangan antikorupsi di mana pun dan sampai kapan pun,” ujar Tsani.
Kontroversial
Dari kelima pimpinan KPK 2019-2023, nama Firli Bahuri memang kontroversial. Selain diduga melanggar kode etik, laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) Firli juga disorot.
Dia tidak melaporkan LHKPN sejak 2003 hingga 2016. Kemudian, saat melaporkan LHKPN pada 2002 atau saat dia menjabat Wakil Kepala Kepolisian Resor Lampung Tengah, harta kekayaannya hanya Rp 162,9 juta. Harta kekayaannya kemudian melonjak menjadi Rp 18,38 miliar saat Firli melaporkan kembali harta kekayaannya pada 2017.
Firli membantah
Saat uji kelayakan dan kepatutan Firli oleh Komisi III DPR, Kamis (12/9/2019), Firli mengakui pernah bertemu dengan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuan Guru Bajang, salah satu pihak yang diselidiki KPK dalam kasus divestasi Newmont di NTB, 13 Mei 2018. Pertemuan di lapangan tenis itu disebutnya tidak sengaja terjadi. Ia, Tuan Guru Bajang, dan sejumlah orang yang ada di lapangan itu kemudian berfoto bersama dan diunggah ke media sosial.
Menurut dia, pertemuan tersebut pun tidak bermasalah karena Tuan Guru Bajang belum ditetapkan tersangka oleh KPK.
Selain itu, Firli membenarkan pernah bertemu salah satu ketua umum partai politik. Namun, tidak ada intensi apa-apa dalam pertemuan itu.
Penjelasan tersebut telah disampaikan dalam rapat bersama lima unsur pimpinan KPK pada 19 Maret 2019. ”Saat rapat, saya sendiri menghadapi lima pimpinan. Tidak ada satu pimpinan pun yang mengatakan bahwa saya melanggar etik. Akan tetapi, saya diperingatkan, itu ya,” ujar Firli.
Ia diperingatkan untuk mengubah gaya hidupnya. Sebab, sejumlah pertemuan itu bisa ditafsirkan memiliki tujuan tertentu.