Mendesak, Helikopter untuk Pemadaman Kebakaran Gunung Merbabu
Sarana helikopter diperlukan untuk mempercepat pemadaman kebakaran di Gunung Merbabu, Jawa Tengah. Mengingat, upaya pemadaman manual dalam beberapa hari terakhir tidak efektif.
Oleh
Regina Rukmorini/Wilibrordus Megandika Wicaksono
·4 menit baca
MAGELANG, KOMPAS - Balai Taman Nasional Gunung Merbabu meminta bantuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengirimkan sarana helikopter guna mempercepat proses pemadaman kebakaran di Gunung Merbabu, dengan penyemprotan melalui udara (water bombing). Bantuan itu sangat dibutuhkan karena upaya pemadaman dalam beberapa hari terakhir, tak lagi mampu memadamkan api di Gunung Merbabu.
“Kami tidak mungkin terus memaksakan cara manual karena titik api banyak terdapat di jurang-jurang dan areal yang sangat curam dan sulit dijangkau,” ujar Kepala Balai TN Gunung Merbabu Junita Parjanti, Jumat (13/9/2019).
Semula, api pertama kali terlihat di Desa Wonolelo, Kecamatan Sawangan, Rabu (11/9/2019) malam. Kamis malam, api menjalar hingga Kecamatan Pakis, dan Jumat siang dengan cepat telah merambat hingga Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Semarang. Selama tiga hari tersebut, luas areal terbakar hingga Jumat petang, terdata mencapai sekitar 225 hektar. Karena api belum juga bisa dikendalikan, maka luas areal terbakar tersebut dimungkinkan akan bertambah.
Sembari menunggu bantuan helikopter, Junita akan tetap berupaya memadamkan secara manual. Di tiga kabupaten tersebut, total personil yang membantu pemadaman mencapai sekitar 750 orang, gabungan TNI, polisi, relawan, warga, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Upaya pemadaman yang dilakukan, antara lain, dengan memukul-mukulkan ranting atau dahan ke api, serta dengan sekat bakar.
Kepala Resor Wonolelo TN Gunung Merbabu, Kurnia Adi Wirawan menambahkan, hingga Jumat siang, api di Kabupaten Magelang masih sulit dikendalikan. “Melihat api yang bisa menjalar dengan cepat, maka luas areal terbakar berpotensi terus meluas,” ujarnya.
Kurnia menambahkan, upaya pemadaman terkendala kencangnya angin dan lokasi kebakaran yang sulit dijangkau, serta jauh. “Untuk mencapai lokasi kebakaran, kami harus berjalan sekitar 3-4 jam,” ujarnya. Areal terbakar di lokasi sekitar 2.000 meter di atas permukaan air laut (mdpl).
Hingga Jumat, belum diketahui penyebab, atau pemicu terjadinya api. Namun, mengacu pada pengalaman kebakaran sebelumnya, 95 persen penyebab kebakaran adalah karena faktor kelalaian manusia.
Kepala BPBD Kabupaten Magelang Edy Susanto mengatakan, sejak Kamis (12/9/2019), BPBD mendirikan dapur umum, untuk mendukung kebutuhan logistik bagi ratusan personil yang setiap hari terlibat dalam proses pemadaman.
Pilih Suharyanto (43), anggota organisasi pengurangan resiko bencana (OPRB) Desa Banyuroto, mengatakan, setiap hari, ratusan warga dikerahkan untuk membantu upaya pemadaman di Gunung Merbabu. “Upaya pemadaman ini disadari menjadi upaya yang sangat penting untuk dilakukan, demi menyelamatkan sumber-sumber air yang ada di gunung,” ujarnya.
Menurut dia, di Gunung Merbabu, terdapat sedikitnya 25 sumber air yang menyuplai kebutuhan air bagi sejumlah desa di Kecamatan Sawangan, termasuk Desa Banyuroto.
Pilih mengungkapkan, kebakaran yang berlangsung sejak Rabu lalu, dimungkinkan telah merusak ekosistem dan menghanguskan banyak vegetasi di kawasan hutan. Hal ini, menurut dia, terbukti karena banyak kera ekor panjang yang mulai turun gunung sejak Jumat pagi.
Terhambat angin kencang
Dari Kabupaten Purbalingga dilaporkan, angin yang bertiup kencang di lereng Gunung Slamet mempersulit proses pemadaman api, yang sudah berkobar dalam tiga hari terakhir. Lebih dari 14 hektar areal hutan lindung terbakar.
“Angin kencang berembus ke arah utara dan menyebabkan kebakaran meluas,” kata Koordinator Lapangan SAR Kabupaten Purbalingga Slamet Hardiyansah, Jumat (13/9/2019) di Pos Pendakian Bambangan, Purbalingga, Jawa Tengah.
Slamet menyampaikan, lokasi kebakaran setinggi sekitar 1.700 meter di atas permukaan laut. Jaraknya mencapai 2 kilometer dari posko, dan harus ditempuh dengan sepeda motor trail, serta berjalan kaki. “Lokasi kebakaran cukup terjal dengan kemiringan sekitar 60 derajat. Alat yang dipakai juga sederhana seperti cangkul dan arit. Untuk memadamkan api, kami pakai ranting,” katanya.
Ia menambahkan, guna mencegah meluasnya kebakaran di hutan lindung, tim relawan membuat sekat bakar, yaitu membersihkan rumput dan semak belukar seukuran 1-3 meter, agar api tak merembet. “Areal yang sudah dilokalisir sekitar 20 hektar. Panjang sekat 500 meter,” ujarnya.
Junior Manager Bisnis Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Banyumas Timur Sugito menyampaikan, kebakaran mulai terjadi pada Rabu (11/9) pukul 10.00, di areal berjarak 300 meter dari perkebunan warga. “Api diduga akibat kelalaian warga, mungkin ada yang membuang puntung rokok, lalu semak terbakar,” kata Sugito.
Pada hari pertama kebakaran, kata Sugito, luas areal terbakar mencapai 1 hektar. Sejumlah warga dan petugas sudah memadamkan, tetapi karena masih terdapat bara dan tertiup angin, maka api menyala lagi pada Kamis dan Jumat ini. Area terbakar berada di kawasan hutan lindung Petak 58A wilayah kerja Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Serang Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Gunung Slamet Timur, KPH Banyumas Timur. “Total areal terbakar 14,3 hektar. Jenis vegetasi yang terbakar adalah rumput dan semak belukar,” ujar Sugito.
Sugito menuturkan, di areal itu sedikitnya terdapat 1.000 batang pohon pinus yang ditanam sejak 1997. Hingga Jumat, belum terdata berapa banyak pinus yang mati terbakar. “Kecil kemungkinan pohon pinus mati (dengan sendirinya). Mungkin apinya membakar daun, lalu meranggas,” paparnya.
Total kerugian masih dalam pendataan, diprediksi kerugian kurang dari Rp 10 juta. Adapun hingga Jumat, lanjut Sugito, total relawan dan petugas yang dikerahkan untuk memadamkan api di lereng Gunung Slamet, mencapai sebanyak 626 personel.