Menggarap Potensi Wisata Urban di Selatan Jakarta
Tanpa campur tangan pemerintah, kawasan Blok M dan Kemang sebenarnya sudah tumbuh menjadi destinasi wisata perkotaan. Hanya dibutuhkan sedikit bersolek untuk menjadikan kawasan itu sebagai destinasi wisata urban.
Tanpa campur tangan pemerintah, kawasan Blok M dan Kemang sebenarnya sudah tumbuh menjadi destinasi wisata perkotaan. Hanya dibutuhkan sedikit bersolek untuk menjadikan kawasan itu sebagai destinasi wisata urban. Lalu, bagaimana rencana ke depan pemerintah terhadap kawasan tersebut?
Mengutip jurnal internasional berjudul ”Urban tourism research: Recent progress and current paradoxes” mengapa wisatawan tertarik mengunjungi sebuah kota? Wisata perkotaan adalah aktivitas menarik yang merupakan kelanjutan dari liburan dengan minat khusus dan aktivitas yang spesifik.
Terkadang, wisata perkotaan dilakukan saat turis berada di antara perjalanan. Atau bahkan, wisata urban dilakukan penduduk lokal yang memanfaatkan kota untuk fasilitas toko, kuliner, budaya, pertunjukan, dan transportasi.
Dalam pasar pariwisata, aktivitas wisata urban kerap dihubungkan dengan wisata budaya, bangunan bersejarah, kongres, olahraga, gastronomi, kehidupan malam, belanja, dan sebagainya.
Kepala Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jakarta Selatan Imron menjelaskan, wisata perkotaan adalah destinasi wisata tengah kota yang erat kaitannya dengan hiburan. Ada tiga lokasi yang dibidik sebagai urban destination, yaitu kawasan Blok M, Cipete, dan Kemang.
Program tersebut masuk dalam kegiatan strategis daerah (KSD) Gubernur DKI Jakarta. Pemerintah kota akan memperkuat tema dan aktivitas yang akan magnet bagi wisatawan.
Di kawasan Kemang, misalnya, saat ini dilakukan perbaikan trotoar dan utilitas. Kawasan itu akan difokuskan bagi pejalan kaki. Menurut rencana, kendaraan yang melintas di kawasan itu juga akan dibatasi. Hanya angkutan umum dan kendaraan pribadi warga sekitar Kemang yang boleh lewat.
Akan ada park and ride untuk parkir kendaraan pengunjung dari luar. Lalu, disediakan bus pengumpan dari dan menuju kawasan tersebut.
”Nah, kalau kawasan Kemang sudah tertata rapi dengan aturan yang dibuat Pemprov DKI, kami akan tambah dengan musik di trotoar, misalnya, untuk menggaet wisatawan,” terang Imron.
Untuk Blok M yang selama ini sudah dikenal sebagai ”little Tokyo”-nya Jakarta, pemerintah tidak perlu berbuat banyak untuk mengemas kawasan ini menjadi destinasi wisata baru. Agenda tahunan, seperti festival seni dan kuliner Jepang Ennichisai, Jak-Japan Matsuri, ataupun Festival Padang-Pariaman, akan tetap dilaksanakan karena festival itu disukai masyarakat dan mendatangkan banyak wisatawan.
Menurut Imron, Blok M yang sempat terlupakan ini kini bangkit kembali setelah ada moda transportasi moda raya terpadu (MRT). Mal yang dulu sepi kini ramai kembali. Sejumlah pengusaha muda juga mulai membidik Blok M untuk menjalankan usaha, seperti kafe dan restoran.
Sejak subuh, di kawasan Blok M sudah berjejer penjual kue subuh. Pada malam hari pun, kawasan ini menjadi pusat jajan lesehan. Blok M menjadi kawasan yang tak pernah tidur.
”Selain didukung moda transportasi baru MRT, di kawasan Blok M juga banyak terdapat hotel yang bisa mengakomodasi wisatawan,” kata Imron.
Untuk Cipete, potensinya selama ini belum tergarap secara maksimal. Saat ini, kawasan Jalan Cipete Raya menjadi sentra kuliner dengan banyaknya kafe, restoran, maupun kedai kopi kekinian. Saking banyaknya jumlah kedai kopi, di Cipete juga pernah digelar Festival Kopi.
Potensi ini, menurut Imron, layak dikembangkan sebagai wisata kuliner yang menarik. Akses ke kawasan ini pun cukup mudah dengan MRT dan transjakarta.
”Kalau memungkinkan dan ada tempatnya, kami dari Sudin Parbud juga akan menambahkan pertunjukan kesenian daerah yang khas. Sanggar-sanggar budaya sudah mulai kami kurasi untuk itu,” imbuh Imron.
Segmen pasar
Pegiat wisata kreatif Jakarta, Ira Lathief, menuturkan, segmen turis yang akan disasar harus jelas jika Pemkot Jaksel ingin serius menetapkan kawasan tersebut sebagai wisata urban. Selama ini, wisatawan asing lebih tertarik pada wisata yang berkaitan dengan sejarah dan ikon Jakarta.
Selama 15 tahun bergelut di bidang wisata, menurut Ira, kawasan tersebut belum terlalu diminati wisatawan asing.
”Blok M sudah terkenal di kalangan ekspatriat Jepang. Kalau Kemang tempat tinggal ekspatriat. Kami masih jarang menemui paket wisata dari tiga lokasi itu untuk wisatawan asing,” kata Ira.
Menurut dia, wisata perkotaan lebih sesuai untuk segmen wisatawan lokal. Apalagi, semenjak munculnya moda transportasi MRT, kawasan yang semula sepi kini menggeliat.
Kawasan Dukuh Atas, misalnya, kini sangat diminati wisatawan lokal karena di lokasi tersebut terdapat integrasi moda angkutan umum, yaitu MRT, KRL commuter line, kereta bandara, serta Transjakarta. Di kawasan itu juga muncul area publik baru yang menyedot minat wisatawan. Restoran dan kafe-kafe kecil juga tumbuh sehingga kawasan ini cocok menjadi tempat wisata baru.
Dhani Dije dari bagian Humas Generasi Pesona Indonesia (Genpi) Jakarta menambahkan, tanpa campur tangan pemerintah, ketiga kawasan itu sebenarnya sudah dikenal masyarakat.
Jika Pemkot Jaksel ingin menetapkan sebagai destinasi urban, perlu ada tema yang ditetapkan di setiap tempat.
Blok M, misalnya, bisa menjadi wisata belanja, Cipete sebagai kawasan kuliner, dan Kemang pusat hiburan malam.
”Kami sangat setuju jika kawasan Jakarta Selatan dibuat destinasi wisata perkotaan karena lokasinya sangat cocok,” kata Dhani.
Ia menambahkan, untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai destinasi baru, pemerintah hanya perlu menggiatkan promosi pariwisata. Kampanye di media sosial atau melalui pegiat komunitas pariwisata, seperti Genpi, juga bisa dilakukan. Jika yang disasar wisatawan mancanegara, promosi bisa digiatkan di bandara sebagai pintu gerbang Indonesia.
Menurut pengalaman Genpi, wisatawan asing tetap tertarik berwisata perkotaan. Salah satu turis dari Belgia, misalnya, pernah diajak ke acara hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) di Sudirman-Thamrin dan mereka senang. Pada malam hari, mereka akan mencari hiburan di tempat hiburan malam.
”Kalau benar mau dijadikan wisata urban, harus dilihat garis besar atau ciri khasnya apa sih di masing-masing tempat itu. Jangan sampai sama. Kalau ingin mendapatkan masukan yang banyak, Pemkot Jaksel harus mengundang komunitas wisata di Jakarta,” katanya.
Kaji dampak
Meskipun wisata perkotaan akan berdampak secara ekonomi, dampak lainnya juga harus dikaji lebih dalam. Pemerintah jangan hanya memikirkan soal kuantitas turis yang datang. Namun, dampak sosial, politik, dan lingkungannya juga harus diperhatikan.
Kota-kota besar lainnya di dunia, seperti Venice, Italia; London, Inggris; Paris, Perancis; New York, Amerika; Sydney, Australia; atau Berlin, Jerman, sudah didesain sebagai wisata urban tingkat dunia. Akan tetapi, pendapatan pariwisata belum bisa menyamai pendapatan dari sektor jasa keuangan, media dan komunikasi, atau pendidikan.
Pariwisata juga dinilai belum efektif menyerap lapangan pekerjaan dibandingkan sektor lain.
Alasannya, meskipun turis perkotaan menghabiskan lebih banyak uang dibandingkan wisata alam, misalnya, biasanya waktu kunjungan mereka singkat. Turis wisata urban juga kurang melakukan kunjungan berulang dan kurang bisa diandalkan.
Karena bergantung pada akomodasi dan pelayanan, turis urban menghabiskan lebih banyak uang. Namun, untuk menarik, mempertahankan, atau membujuk mereka kembali ke destinasi yang sama tidaklah mudah.
Kalau benar mau dijadikan wisata urban, harus dilihat garis besar atau ciri khasnya apa sih di masing-masing tempat itu. Jangan sampai sama. Kalau ingin mendapatkan masukan yang banyak, Pemkot Jaksel harus mengundang komunitas wisata di Jakarta.
Badan PBB yang mengurusi pariwisata dunia (United Nation World Tourism Organization/UNWTO) juga sudah memberikan rambu-rambu khusus terkait wisata urban ini. Menurut UNWTO, pariwisata perkotaan harus digarap dengan pendekatan multi-pemangku kepentingan, multilevel, serta berdasarkan kerja sama antara administrasi pariwisata dan non-pariwisata di berbagai tingkatan.
Sektor swasta, masyarakat lokal, dan wisatawan harus dilibatkan. Pariwisata perkotaan juga harus bergerak dengan prinsip pembangunan berkelanjutan dan diintegrasikan dalam agenda perkotaan yang lebih luas.
Jangan sampai pembangunan industri pariwisata kota justru berujung pada kegiatan wisata massal yang berujung petaka (Kompas, 7 September 2019).