Peradaban Kekinian di Situs Para Raja Yogyakarta
Lama terabaikan, situs-situs peninggalan Keraton Yogyakarta dipugar senapas kemajuan peradaban. Jejaknya mewujud menjadi magnet wisata eksotik dan ruang publik kekinian.
Terik surya tak menyurutkan semangat Andy Fahrozi (34) berburu foto diri di sekitar bekas kolam pemandian di Situs Warungboto, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (31/8/2019). Berdiri tegak, ia berpose. Pandangannya mengarah ke sang istri yang membawa kamera.
”Ayo lekas foto, mumpung sepi,” ujar Andy ke istrinya. Usai berfoto di dekat kolam pemandian, mereka menjelajahi situs bersejarah yang dibangun tahun 1785 itu. Andy baru pertama kali berkunjung ke Situs Warungboto. ”Ternyata bagus, jadi puas foto-foto,” kata pria asal Pemalang, Jawa Tengah, itu.
Meski pernah kuliah di Yogyakarta pada 2005-2010, dia baru mengetahui Situs Warungboto yang dahulu menjadi pesanggrahan atau tempat istirahat raja Keraton Yogyakarta. Padahal, kampus tempat dia kuliah hanya berjarak sekitar 1 kilometer dari situs cagar budaya di Kelurahan Warungboto, Kecamatan Umbulharjo, tersebut.
Pagi itu, juga terdapat puluhan pelajar SMA Negeri 1 Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Mereka datang berfoto untuk pembuatan buku kenang-kenangan kelulusan. ”Kami tahu situs ini dari internet. Kayaknya menarik. Makanya kami pilih untuk foto buku kenang-kenangan,” kata Rafsanzani (17), seorang siswa.
Situs Warungboto menjadi bagian Pesanggrahan Rejowinangun yang dibangun Sultan Hamengku Buwono II saat masih menjadi putra mahkota keraton. Bertahun lalu, kondisi situs di lahan seluas 2.750 meter persegi itu memprihatinkan. Sejumlah bangunan rusak parah, tinggal reruntuhan.
Kondisi ini diperparah gempa bumi 2006. Banyak warga, bahkan penduduk asli Yogyakarta, tak memedulikan Situs Warungboto meski lokasinya tepat di tepi jalan raya. ”Dulu rusak dan kondisinya seram,” ujar Ayu Palupi (38), warga Yogyakarta yang sebelumnya belum pernah ke situs itu.
Situasi berubah setelah Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY merevitalisasi situs mulai 2009, lalu dilanjutkan pada 2015-2016. Setelah pemugaran, pengunjung bisa menikmati bangunan yang relatif utuh dan sangat Instagramable. Lantai dan dinding yang dulu suram kini cerah serta eksotik. Warungboto menjadi target wisatawan, terutama pemburu foto Instagram. Popularitasnya kian melejit setelah putri Presiden Joko Widodo, Kahiyang Ayu, pada 2017 menggelar sesi pemotretan pra-pernikahan di sini.
Tamansari
Pemugaran Warungboto melanjutkan restorasi pesanggrahan lain Keraton Yogyakarta, yakni Tamansari. Sebelum dipugar mulai tahun 2004, Tamansari seperti reruntuhan kastil. Bahkan, kompleks yang dibangun 1758-1765 itu pernah masuk daftar 100 situs dunia paling terancam.
Ridwan (39), pekerja seni di Jakarta yang pernah kuliah di Yogyakarta pada 2002, mengenang, area sekitar Sumur Gumuling dan Pulo Cemeti di kompleks Tamansari dulu sering jadi lokasi perjudian dan arena sabung ayam. ”Makanya saya kaget saat tahun lalu ke Tamansari dengan anak-istri, tempatnya sangat cantik dan rapi. Padahal, dulu saking sepinya hanya jadi tempat pacaran anak sekolah,” ujarnya.
Secara bertahap, pemugaran berhasil mengembalikan keindahan Tamansari yang dibangun pada masa Sultan Hamengku Buwono I. Kompleks pesanggrahan, pemandian, dan taman yang dulu menempati lahan sekurangnya 10 hektar dengan total 57 bangunan itu kini dikunjungi ribuan wisatawan setiap pekan.
Begitu pula penataan kawasan Alun-alun Utara di pelataran keraton. Bertahun-tahun lalu, alun-alun hanyalah area parkir bus wisata. Kondisinya semrawut karena menjadi tempat mangkal pedagang kaki lima, asongan, bahkan tempat tidur tunawisma.
Namun, sejak 2014, Pemerintah Daerah DIY merevitalisasi kawasan dengan menata pedagang kaki lima, memperbaiki trotoar, dan melarang bus wisata. Sejumlah pendopo kecil atau biasa disebut pekapalan di sekitar alun-alun diperbaiki. Lokasi ini dulu menjadi tempat duduk para tamu keraton saat menonton pertunjukan di alun-alun.
Setelah ditata, kondisinya lebih elok. Sejumlah pekapalan difungsikan sebagai rumah makan dan kafe bernuansa kekinian lengkap dengan layanan Wi-Fi. Alun-alun Utara menjadi pusat kuliner dan wisata yang berdenyut hingga malam.
Data Badan Pusat Statistik mencatat, pada 2018, jumlah wisatawan domestik di Kota Yogyakarta mencapai 4,53 juta orang, sedangkan mancanegara sebanyak 219.332 orang. Tahun 2019, jumlahnya ditargetkan naik masing-masing 5 persen.
Pemanfaatan situs sejarah sebagai ruang publik dan wisata menjadi wujud peradaban keraton yang melintas zaman. Tak hanya melestarikan cagar budaya, kanal-kanal ekonomi baru pun tersibak. (GRE)