Pemerintah Naikkan Cukai Rokok Jadi 23 persen Tahun Depan
Pemerintah menaikkan tarif cukai rokok dari 15 persen jadi 23 persen mulai Januari 2020. Selain menambah penerimaan negara, keputusan itu ditempuh untuk mengurangi tren peningkatan konsumsi rokok.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau atau rokok menjadi 23 persen mulai Januari 2020. Selain menambah penerimaan negara, kenaikan cukai rokok dilakukan untuk mengurangi tren peningkatan konsumsi rokok, terutama pada kalangan remaja dan perempuan.
Kesepakatan untuk menaikkan tarif cukai rokok ditetapkan dalam rapat terbatas yang digelar secara tertutup di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Rapat yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo itu diikuti Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, dan lainnya.
"Kami semua akhirnya memutuskan untuk kenaikan cukai rokok ditetapkan sebesar 23 persen. Ini segera kami tuangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan, karena sesuai dengan keputusan Pak Presiden, tarif cukai baru mulai berlaku 1 Januari 2020," kata Sri Mulyani seusai rapat.
Kenaikan tarif cukai rokok itu secara otomatis diikuti dengan naiknya harga rokok. Menurut Sri Mulyani kenaikan harga eceran rokok ditetapkan rata-rata sebesar 35 persen dari harga sebelumnya.
Keputusan untuk menaikan tarif cukai serta harga eceran rokok itu diambil dengan memperhatikan sejumlah pertimbangan. Bukan hanya keuntungan untuk keuangan negara, pemerintah juga memikirkan kepentingan industri tembakau dan juga masyarakat luas.
Menurut Sri Mulyani, kenaikan tarif cukai rokok dari 15 persen menjadi 23 persen diyakini penerimaan negara juga meningkat. Jika sebelumnya penerimaan dari cukai rokok sebesar Rp 154 triliun, di tahun 2020 diperkirakan bertambah menjadi Rp 179,2 triliun.
Pertimbangan lain yang juga penting adalah tren kenaikan konsumsi rokok, terutama di kalangan perokok pemula dan perempuan. "Jumlah prevalensi mereka yang mengisap rokok meningkat, baik itu dari sisi perempuan yang tadinya 2,5 persen menjadi 4,8 persen, maupun anak-anak dan remaja yang naik dari 7 persen menjadi 9 persen," tuturnya.
Berdasarkan sejumlah survei, prevalensi perokok pemula berusia 10-13 tahun memang terus mengalami peningkatan. Merujuk data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 prevalensi perokok pada usia 10-18 tahun masih sebesar 7,2 persen. Jumlah tersebut naik menjadi 8,8 persen di tahun 2016, dan 9,1 persen pada tahun 2018.
Keputusan untuk menaikan cukai rokok itu juga dilakukan sebagai upaya untuk melindungi anak dan remaja dari ancaman kesehatan akibat mengonsumsi rokok. Dengan naiknya harga eceran rokok diharapkan tingkat konsumsi rokok bisa diturunkan.
"Selain mengurangi konsumsi, kebijakan cukai rokok ini juga dilakukan bagaimana agar bisa mengatur industrinya," kata Sri Mulyani.
Airlangga menambahkan, keputusan untuk menaikan cukai rokok itu juga diambil karena belum pernah ada kenaikan pada satu tahun terakhir. "Kemarin kan satu tahun tidak naik, jadi disesuaikan per 1 Januari 2020," katanya.
Ketentuan mengenai tarif cukai baru itu akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan. Menurut Sri Mulyani, peraturan baru pengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.010/2018 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau itu akan disiapkan secepatnya.