BENGKULU, KOMPAS – Para perempuan Bengkulu diajak menangkal kabar bohong atau hoaks dengan bersikap kritis terhadap informasi. Hal ini menyusul kerentanan masyarakat terpapar hoaks.
Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika, ada 1.440 aduan konten negatif di dunia maya sepanjang 2018. Dari jumlah itu, sebanyak 733 merupakan aduan konten hoaks di aplikasi pesan Whatsapp.
Melansir dari laman Kemkominfo, ada 1.731 hoaks sejak Agustus 2018 hingga April 2019. Sebanyak 620 kasus merupakan hoaks pada kategori politik, 210 di kategori pemerintahan, 200 kesehatan, 159 fitnah, 113 kejahatan, serta sisanya hoaks terkait isu agama, bencana alam, mitos, dan sebagainya.
“Salah satu ciri hoaks adalah (narasi) yang menciptakan kecemasan, kebencian, dan permusuhan. Sumber hoaks juga tidak jelas dan tidak ada pihak yang bisa dimintai tanggung jawab atau klarifikasi,” kata Direktur Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Aris Heru Utomo di Bengkulu, Sabtu (14/9/2019).
Hal ini disampaikan pada dialog berjudul “Menyusur Ajar Ibu: Dialog dan Metalog Antargenerasi Kalangan Perempuan”. Dialog ini diselenggarakan oleh BPIP pada 13-14 September 2019 di Kota Bengkulu, Bengkulu.
Menurut Aris, persebaran hoaks terjadi sebagai salah satu akibat dari perkembangan teknologi. Media sosial pun menjadi sarana penyebar berita bohong yang banyak digunakan untuk menjangkau masyarakat.
Hasil survei Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) pada 2017 menyatakan, dari 1.116 responden, 92,4 persen menerima hoaks dari media sosial. Sebanyak 62,8 persen responden tercatat menerima hoaks dari aplikasi pesan singkat. Isu sosial politik menjadi isu utama dalam persebaran hoaks, yakni 91,8 persen.
Hasil survei Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) pada 2017 menyatakan, dari 1.116 responden, 92,4 persen menerima hoaks dari media sosial
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bengkulu Mardensi mengatakan, banyak masyarakat Bengkulu yang menggunakan media sosial seperti Facebook dan Instagram sehari-hari. Ini tidak lepas dari penetrasi internet yang terjadi di Bengkulu selama beberapa tahun terakhir.
“Masyarakat (paruh baya) biasanya banyak menggunakan Facebook, sedangkan anak-anak muda cenderung menggunakan Instagram,” kata Mardensi.
Data Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan penetrasi internet di Bengkulu sebesar 36 persen pada 2014. Pengguna internet kala itu tercatat sebanyak 0,7 juta. Pada 2018, APJII mencatat penetrasi internet di Bengkulu mencapai 85 persen atau tertinggi se-Indonesia.
Mencegah hoaks
Aris mengatakan, ada sejumlah cara mencegah persebaran hoaks di dunia maya. Beberapa di antaranya ialah berhati-hati terhadap judul artikel atau pesan yang provokatif, memeriksa fakta, mencermati alamat situs artikel, hingga mengecek keaslian foto yang disebarkan.
Ia juga menjelaskan pentingnya peran perempuan sebagai pencegah persebaran hoaks. Sebab, perempuan menjadi pihak yang identik sebagai pendidik dalam keluarga. Peran tersebut krusial untuk mengajarkan pengetahuan dasar seputar hoaks kepada anggota keluarga.
“Perempuan, terutama ibu, punya peran penting sebagai penyaring informasi dan pencegah tersebarnya berita bohong (di keluarga). Misalnya, anak-anak pasti akan menjadikan ibu sebagai tempat bertanya di keluarga,” kata Aris.