Di Jakarta Pusat, lapak pembakaran batok kelapa untuk dijadikan arang bisa dilihat di pinggir rel kereta api, di RW 006 Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru.
Oleh
J Galuh Bimantara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lapak produksi arang berbahan batok kelapa tidak hanya berlokasi di Jalan Inspeksi Cakung Drain, Cilincing, Jakarta Utara. Pelaku usaha serupa juga bisa ditemukan antara lain di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan meski tidak semasif di Cilincing.
Di Jakarta Pusat, lapak pembakaran batok kelapa untuk dijadikan arang bisa dilihat di pinggir rel kereta api, di RW 006 Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru. Asap putih mengepul dari enam tong drum berisi batok-batok kelapa, Senin (16/9/2019). Jika seluruh batok di tong sudah menghitam, batok kelapa baru dimasukkan lagi.
Pemilik usaha pembuatan arang tersebut, Arun (50), mengatakan, asap tebal memang kendala utama dalam bisnisnya. Ia juga tidak memasang cerobong seperti yang dilakukan pemilik lapak arang di Cilincing. Namun, menurut dia, warga sekitar tidak pernah protes karena ia bisa mengatasi asap jika sudah berlebihan. ”Kalau keluar asap banyak, tong bisa ditutup pakai penutup tong,” ujarnya.
Arun yang asal Madura, Jawa Timur, mengaku baru sebulan membuka usaha pembuatan arang. Ia juga tidak membayar uang sewa lahan karena hanya menumpang di tanah milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) di sisi rel. Selama beroperasi, belum pernah ada petugas, baik dari PT KAI maupun Pemerintah Provinsi DKI, yang datang menegurnya.
Ia dibantu seorang rekannya bekerja pukul 06.00-18.00. Dalam sehari, ia biasanya menjual 10 bungkus arang yang masing-masing dihargai Rp 15.000. Ia tidak pernah menjual berkeliling, hanya mengandalkan konsumen yang datang langsung ke lapaknya. ”Biasanya dibeli penjual sate,” kata Arun.
Di Jakarta Selatan, Sudirman (47) selama tiga tahun terakhir bersama istrinya memproduksi arang dari batok kelapa di area Taman Pemakaman Umum Kampung Kongsi, Kelurahan Bintaro, Kecamatan Pesanggrahan. Sebelumnya, mereka selama 10 tahun membakar batok di Jalan Deplu Raya, Bintaro, di samping perumahan Pinang Residence.
Pemindahan lapak produksi ini didorong oleh adanya protes dari warga di Pinang Residence soal asap yang sangat mengganggu dari tempat usaha Dirman. Lapak di Jalan Deplu Raya hingga saat ini masih ada, tetapi difungsikan sebagai tempat pengemasan produk arang yang siap dijual.
”Alhamdulillah, tidak ada keluhan warga di sini. Aman,” ucap Dirman di lapak produksinya di TPU Kampung Kongsi, Minggu.
Dari rumah yang dekat dengan TPU di sebelah barat, jarak lapak sekitar 100 meter. Adapun sebelah timur pemakaman adalah Kali Pesanggrahan.
Salah seorang warga yang tinggal dekat TPU Kampung Kongsi di RW 005 Bintaro, Aminah (66), mengatakan tidak pernah merasakan gangguan dari beroperasinya lapak pembuatan arang milik Dirman. ”Asapnya kecil, tidak sampai sini,” ujarnya.
Dirman berproduksi setiap hari, membakar pukul 09.00-13.00. Ia dalam sehari bisa menjual 500 kantong arang yang masing-masing seharga Rp 3.000 sehingga omzetnya sekitar Rp 1,5 juta per hari. Ia tidak langsung menjual kepada pengguna arang, tetapi kepada enam distributor di wilayah Kebayoran Lama.