Asap Kian Pekat, Warga Kalteng Makin Sulit Bernapas
Pemerintah mengupayakan pengobatan gratis untuk korban terdampak asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah. Sejak Juli hingga saat ini, sebanyak 22.000 orang menderita ISPA.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Kualitas udara memburuk dan berada di level berbahaya akibat dampak asap di Kalimantan Tengah. Sejak Juli hingga saat ini, sebanyak 22.000 orang menderita infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA yang ditangani fasilitas kesehatan. Hal itu merupakan dampak dari kualitas udara yang saat ini berada di level bahaya.
Kebakaran hutan dan lahan di Kalteng terus meluas dan tak terkendali. Asap terus menyelimuti Kota Palangkaraya dan berada di level berbahaya. Dampak kesehatan pun tak terhindar.
Senin (16/9/2019) siang, di Ruang Oksigen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Doris Sylvanus Kota Palangkaraya, Salvya (9) terbaring lemah di salah satu tempat tidur dari empat tempat tidur yang disiapkan. Ia mengeluh sulit bernapas.
”Enggak pernah kena asma, tapi badan lemas, mata perih, dan susah sekali napas,” kata Salvya yang ditemani ibunya.
Ibu Salvya berencana pulang dari pasar bersama anaknya menggunakan sepeda motor. Meskipun mereka masih menggunakan masker, pekatnya kabut asap tetap menyiksa mereka saat bernapas.
Kondisi itu disebabkan oleh kualitas udara yang kian memburuk. Data Pusat Pengendalian dan Operasi Penanggulangan Bencana Provinsi Kalteng mencatat, partikulat (PM 10) di Kota Palangkaraya mencapai 1.993 mikrogram per kubik, padahal batas normalnya hanya 150 mikrogram per kubik. Sementara parameter PM 2,5 mencapai angka 2.078 mikrogram per meter kubik dari ambang batas 65 mikrogram per kubik.
”Penderita ISPA didominasi anak-anak dan balita, memang mereka yang rentan,” ucap Kepala Bidang Program dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng Endang Sri Lestari.
Penderita ISPA didominasi anak-anak dan balita, memang mereka yang rentan.
Dari data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah, sejak Juli hingga September, terdapat 22.000 penderita ISPA akibat kebakaran hutan dan lahan di Kalteng. Kota Palangkaraya menjadi penyumbang terbanyak dengan total lebih kurang 6.000 penderita.
Selama seminggu, Senin hingga Minggu, 9-15 September, sedikitnya terdapat 2.800 penderita ISPA. Meskipun demikian, angka itu dinilai tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan minggu-minggu sebelumnya.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng Suyuti Syamsul mengungkapkan, jumlah itu dinilai belum naik signifikan karena kenaikan tidak lebih dari 20 persen dibandingkan dengan data minggu-minggu sebelumnya.
”Kami juga belum menaikkan status menjadi kejadian luar biasa karena ada banyak faktor yang menentukan itu,” ujar Suyuti.
Ia menjelaskan, pihaknya sudah melakukan beberapa upaya, salah satunya membuka ruang oksigen gratis untuk warga dan memberikan pengobatan gratis untuk warga yang tidak memiliki kartu BPJS.
”Kalau tidak ada BPJS, biaya pengobatannya ditanggung pemerintah. Semuanya gratis. Kami juga sedang menyurati setiap kabupaten agar membebaskan biaya untuk koran asap,” tutur Suyuti.
Selama 2019, sudah 23.305 titik panas yang muncul, luas kebakaran mencapai 8.026 hektar lahan, dengan kejadian kebakaran sebanyak 1.867 kali. Dalam 24 jam pada Senin saja, titik panas sudah mencapai 585 titik di seluruh Kalteng, dengan tingkat kepercayaan di atas 70 persen. Pemerintah juga sudah menggunakan setidaknya delapan helikopter untuk membantu pemadaman.
”Munculnya titik panas merata hampir di seluruh kabupaten/kota di Kalteng. Namun, Kotawaringin Timur, Pulang Pisau, dan Palangkaraya menjadi yang paling banyak,” ucap prakirawan BMKG Palangkaraya, Cindy Arnelta Putri.