Elsa Pitaloka (4 bulan) meninggal, Minggu (15/9/2019), di RS Ar-Rasyid, Palembang, setelah mengalami gangguan pernapasan. Gangguan diduga terjadi akibat asap pekat yang terjadi di Banyuasin beberapa hari terakhir.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
BANYUASIN, KOMPAS — Elsa Pitaloka (4 bulan) meninggal, Minggu (15/9/2019), di RS Ar-Rasyid, Palembang, setelah mengalami gangguan pernapasan. Gangguan diduga terjadi akibat asap pekat yang terjadi di Banyuasin dalam beberapa hari terakhir. Pemerintah akan memantau keberadaan bayi dan orang yang rentan terkena infeksi saluran pernapasan akut.
Elsa meninggal sekitar pukul 18.30 setelah mendapatkan perawatan intensif selama sekitar tujuh jam di RS Ar-Rasyid, Palembang. ”Sebenarnya, Elsa akan dirujuk ke RS Mohammad Hoesin (RSMH), Palembang, untuk mendapatkan perawatan lanjutan. Namun, sebelum dibawa ke sana, Elsa sudah meninggal,” ujar Ngadirun (34), ayah Elsa, saat dikunjungi, Senin (16/9/2019) dini hari.
Keluarga ini tinggal di Desa Talang Buluh, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Rumah Ngadirun adalah rumah permanen dengan lantai semen dan bertembok batako. Atapnya tidak memiliki plafon.
Ngadirun tidak menduga Elsa telah tiada. Tiga tahun yang lalu, Ngadirun juga harus kehilangan anak pertamanya, Muhammad Jaru Herdiansyah (4), karena mengalami penyakit kulit. ”Jaru meninggal pada musim kemarau saat asap juga sedang melingkupi Banyuasin. Hampir sama seperti Elsa,” ungkap Ngadirun.
Ngadirun menceritakan, awalnya Elsa mengalami sesak napas pada Sabtu malam. Kemudian, pada Minggu pagi, dirinya membawa Elsa ke bidan desa karena mengalami sesak napas, batuk, dan pilek. ”Namun, karena kondisi napasnya sudah berat, kami memutuskan untuk membawa Elsa ke RS Sukajadi Banyuasin untuk menerima perawatan lanjutan,” kata Ngadirun.
Namun, pihak rumah sakit menyarankan untuk membawa Elsa ke RS Ar Rasyid dan langsung dimasukkan ke unit gawat darurat. ”Di awal, dokter jaga menduga Elsa mengalami gangguan pernapasan. Saat itu, Elsa langsung mendapatkan bantuan pernapasan berupa oksigen,” ungkapnya.
Dokter pun menyarankan agar segera dibawa ke RSMH. ”Hanya, saat itu kondisi RS tidak ada kamar. Jadi, selama tujuh jam Elsa ada di RS Ar Rasyid,” kata Ngadirun. Namun, saat dokter spesialis anak datang memeriksa Elsa pada pukul 18.00, dia meminta agar segera dibawa ke RSMH walau tidak ada kamar. Namun, sebelum dibawa ke RSMH, Elsa telah tiada.
Bayi Elsa Pitaloka (4 bulan) disemayamkan di rumah duka yang terletak di Desa Talang Buluh, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin , Sumatera Selatan. Elsa diduga meninggal karena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang dipicu karena paparan asap. Hingga Agustus 2019, jumlah penderita ISPA di Sumsel mencapai 50.862 orang.Ngadirun menerangkan, Elsa tidak memiliki riwayat penyakit kronis sebelumnya. Hanya, sejak seminggu terakhir, asap di lingkungan rumahnya terasa sangat pekat. ”Bahkan, bau asap sudah masuk hingga ke kamar tidur, tetapi saya tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa membaringkan Elsa di kamar,” ungkap Ngadirun yang sehari-hari bekerja sebagai petani sayur.
Kondisi asap sangat pekat saat malam hingga pagi hari. Beberapa kali, Elsa keluar dengan ibunya. Namun, tidak pernah lama karena kondisi udara sangat buruk. ”Namun, lama-kelamaan Elsa mengalami batu, pilek, dan sesak napas,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Banyuasin Masagus Hakim mengatakan, berdasarkan keterangan dari pihak RS Ar-Rasyid, diagnosis sementara, Elsa mengalami ISPA. Namun, untuk mengetahui penyebab pasti meninggalnya Elsa, pihaknya masih menunggu hasil rekam medis dari rumah sakit Ar-Rasyid.
Masagus enggan mengklaim bahwa ISPA tersebut karena kabut asap. Menurut dia, hingga saat ini, kondisi Banyuasin masih tergolong baik dan sedang, tidak dalam kondisi udara yang berbahaya atau sangat berbahaya. Hanya, bayi memang lebih rentan terkena penyakit karena imunitasnya yang belum optimal.
Bayi memang lebih rentan terkena penyakit karena imunitasnya yang belum optimal. (Masagus Hakim)
Melihat kondisi ini, ungkap Masagus, pihaknya akan menginstruksikan setiap fasilitas kesehatan menyediakan masker dan obat-obatan guna menanggulangi laporan adanya ISPA. ”Saat ini baik masker ataupun obat-obatan masih tersedia,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Selatan Lesty Nurany menerangkan, pihaknya tidak bisa memastikan penyebab kematian Elsa. Menurut Lesty, hanya pihak rumah sakit yang bisa memastikan hal itu karena dia yang memiliki rekam medisnya.
ISPA, menurut Lesty, berasal dari virus atau bakteri yang datang dari paparan debu, asap, atau kondisi lingkungan yang tidak sehat. ”Asap tidak secara langsung menyebabkan ISPA, tetapi memperparah kondisi penderita yang telah mengalami penyakit sebelumnya seperti asma atau jantung,” ungkapnya.
Asap tidak secara langsung menyebabkan ISPA, tetapi memperparah kondisi penderita yang telah mengalami penyakit sebelumnya seperti asma atau jantung. (Lesty Nurany)
Secara keseluruhan, kondisi udara di Palembang masih tergolong baik dan sedang. Namun, orangtua diharapkan lebih waspada untuk melindungi anggota keluarganya dari dampak bahaya asap.
Hingga Agustus 2019, penderita ISPA di Sumsel mencapai 50.862 penderita meningkat dibandingkan dengan Juli 2019 di mana jumlah penderita mencapai 40.874 penderita.
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru mengungkapkan, sampai saat ini kondisi udara di Sumsel belum masuk kategori berbahaya sehingga tidak diperlukan rumah singgah. Namun, kewaspadaan perlu ditingkatkan. Gubernur juga menginstruksikan agar titik panas didata agar dapat diantisipasi secara cepat. ”Saya juga menginstruksikan kepala daerah untuk tidak meninggalkan tempat kecuali ada kegiatan yang prinsip,” ujarnya.