Cukup Lima Kali Rapat, Revisi UU KPK Sudah Bisa Dituntaskan
Mengabaikan penolakan publik, pembahasan akan dituntaskan malam ini (16/9/2019), dan rencananya dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk memperoleh persetujuan disahkan menjadi undang-undang, besok (17/9/2019).
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah betul-betul bergerak cepat menyelesaikan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU KPK. Mengabaikan penolakan publik, pembahasan akan dituntaskan malam ini (16/9/2019), dan rencananya dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk memperoleh persetujuan disahkan menjadi undang-undang, besok (17/9/2019).
Padahal, pembahasan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) KPK dari DPR dan Daftar Inventarisasi Masalah RUU KPK dari pemerintah itu baru dibicarakan dalam lima kali rapat.
Pertama, pengusulan revisi di Badan Legislasi (Baleg) DPR pada 3 September 2019. Kemudian rapat kerja Baleg DPR dan pemerintah pada 12 September. Selanjutnya, rapat Panitia Kerja (Panja) DPR dan perwakilan pemerintah pada 13 September. Kemudian rapat panja dan pemerintah kembali digelar mulai pukul 19.00 WIB, malam ini, dan usai dalam dua jam.
Setelah itu, hasil pembahasan panja dan pemerintah langsung dibawa ke dalam rapat pleno Baleg DPR dan pemerintah yang juga digelar malam ini. Agendanya, pengambilan keputusan tingkat I.
Dengan demikian, jika sudah disepakati di tingkat I, rencananya akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk agenda pengambilan keputusan tingkat II atau persetujuan pengesahan RUU menjadi UU, besok (17/9/2019).
Rapat pengambilan keputusan tingkat I itu, dimulai pukul 21.30 WIB, dipimpin Ketua Baleg dari Fraksi Partai Gerindra Supratman Andi Agtas. Sementara hadir mewakili pemerintah, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin.
Anggota Panja RUU KPK sekaligus Anggota Baleg dari Fraksi Partai Nasdem Taufiqulhadi mengatakan, DPR menyetujui poin-poin revisi yang tertera dalam DIM RUU KPK.
Sebelumnya, dari sekian poin dalam DIM, hanya poin pembentukan Dewan Pengawas KPK yang masih diperdebatkan. Perdebatan mulanya dipicu oleh kewenangan mutlak presiden untuk memilih anggota Dewan Pengawas.
“Saat ini semua pasal sudah disetujui, termasuk Dewan Pengawas. Seluruhnya mutlak dipilih oleh presiden,” kata Taufiqulhadi.
Meski demikian, tak semua fraksi setuju begitu saja. Fraksi Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meminta waktu untuk berkonsultasi dengan partai terlebih dulu. Namun, konsultasi tak memengaruhi keputusan karena sudah disepakati bahwa rapat kerja digelar malam ini juga.
Taufiqulhadi mengatakan, persetujuan atas pembentukan Dewan Pengawas yang mutlak dipilih presiden sekaligus ingin menampik tudingan bahwa revisi UU KPK sarat dengan kepentingan DPR.
Ia juga tak menampik bahwa pembahasan RUU KPK dilakukan sangat cepat. Itu dilakukan karena DPR mengejar waktu sebelum masa jabatan DPR periode 2014-2019, berakhir pada akhir September.
“Dalam sejarah DPR, jarang sekali carry over (pembahasan RUU yang tak tuntas dilanjutkan oleh DPR dan pemerintah periode selanjutnya) berhasil dengan baik. Oleh karena itu kami ingin selesaikan,” kata Taufiqulhadi.