Banyak pelestari lingkungan jatuh di hadapan materi dan godaan pragmatis yang menggiurkan. Eliza Kissya termasuk salah satu yang bertahan. Sepanjang usianya yang kini mencapai 70 tahun, ia teguh berdiri menjaga alam di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Ia berjanji akan tetap setia menjaga alam hingga pemilik semesta ini memanggilnya kembali.
Dari halaman rumahnya di Negeri (desa) Haruku, Pulau Haruku, pada Kamis (1/2/2019), Eliza melantunkan beberapa buah pantun diringi petikan ukulele. Pantun yang sudah dia bukukan itu kebanyakan bertema tentang alam dan hidupnya sendiri yang melakonkan peran sebagai penjaga alam atau kewang dalam bahasa setempat. Selama 40 tahun terahir, dirinya menjadi kepala kewang melanjutkan warisan keluarganya.
Salah satu pantun dimaksud berbunyi begini: buat kebun di tepi jurang, mari tanam buah naga/ biar hidup deng kurang-kurang, warisan leluhur harus dijaga". Eliza merupakan generasi keenam yang memegang tampuk sebagai kepala kewang. Sesuai adat setempat, kepala kewang hanya boleh dipegang oleh anak laki-laki dari keluarga tersebut.
Sejak kecil, orang tuanya menilai dirinya pantas menjadi kepala kewang generasi berikutnya. Setidaknya penilaian itu dilihat dari kepedulian Eliza menjaga alam mulai dari hal kecil seperti menanam pohon. Pilihan itu pula yang membuat orang tua melarang Eliza mengikuti ujian sekolah rakyat saat itu. Orang tua khawatir, ijazah sekolah rakyat akan menjadi bekal Eliza untuk lanjut sekolah di kota. Biarlah Eliza tetap di kampung untuk menjadi kepala kewang.
Kewang bertugas untuk menjaga ekosistem laut, darat, udara, dan juga nilai adat di dalam masyarakat. Perairan di depan Desa Haruku itu kini kaya ikan. Pembom ikan ditangkap. Bagan dilarang beroperasi. Penangkapan ikan seperti memancing di pesisir, muara, dan sungai pun dilarang selama kurun waktu tertentu. Larangan itu dalam istilah lokal disebut sasi.
Setiap satu kali dalam setahun, larangan penangkapan ikan dicabut. Warga boleh memanennya. Sebelum dipanen, para kewang menggelar upacara adat untuk menggiring ikan-ikan itu bergerak dari laut ke dalam sungai. Ribuan orang dari luar Pulau Haruku juga diperbolehkan datang memanen. Momentum yang berlangsung setiap bulan September atau Oktober itu masuk dalam kegiatan wisata.
Selain sasi ikan, Eliza juga menjaga telur penyu di pesisir itu kemudian dilepasliarkan. Akhir April 2019, ia melepasliarkan puluhan ekor penyu. Wilayah pesisir Desa Haruku dengan panjang sekitar 1 kilometer dan lebar ke arah laut sekitar 200 meter masuk dalam kawasan yang bebas dari aktivitas penangkapan sehingga telur penyu tidak diganggu.
Untuk menjaga hutan, para kewang mengatur tentang penebangan pohon sagu. Sagu yang berada di hutan menjadi milik bersama masyarakat di desa itu. Sagu merupakan makanan lokal di Maluku. Begitu pula buah-buah pun tidak boleh dipetik sebelum benar-benar masak. Penebangan pohon dilarang.
Untuk satwa burung, Eliza memiliki penangkaran burung gosong atau Eulipoa wallacei. Banyak burung bertelur di pekarangan rumahnya. Telur yang terpendam di dalam pasir itu dijaga selama 40 hingga 70 hari. Setelah menetas dan keluar, ia memilihara bayi burung hingga melepasnya ke alam. Bila ada warga yang menemukan telur burung gosong di tempat lain, ia akan membelinya kemudian memendamkan ke dalam pasir hingga menetas. Kini harga telur itu Rp 5.000 per butir.
Kegigihan dalam menjaga lingkungan berbuah apresiasi. Tahun 1985, kewang Haruku diberi penghargaan Kalpataru untuk kategori penyelamat lingkungan, Satya Lencana Pembangunan tahun 1999, Siwalima Award untuk kategori penjaga lingkungan dari Pemprov Maluku tahun 2018, dan banyak lagi penghargaan di bidang lingkungan yang diterima Eliza.
Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, Eliza berupaya untuk terus memperkenalkan bahasa daerah yang mulai hilang. Itu dilakukan lewat perlombaan, cerita dongeng, dan pantun dalam bahasa daerah. Halaman rumahnya menjadi tempat berkumpul anak-anak. Perhatian pada bidang budaya dan bahasa itu mendorong Kantor Bahasa Provinsi Maluku memberikan penghargaan sebagai pegiat sastra di Maluku pada tahun 2017.
Masih pada tahun yang sama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga memberikan anugerah dan penghargaan kepada Eliza sebagai maestro seni tradisi. "Saya bekerja bukan untuk meraih penghargaan. Penghargaan yang saya dapat membuat saya harus terus konsisten bekerja," katanya.
Tantangan
Sebagai pelestari lingkungan di daerah yang kaya sumber daya bukan perkara mudah. Godaan materi dan kepentingan pragmatis silih berganti datang. Bahkan, hingga berupa ancaman. Penolakan rencana penambangan emas di Haruku merupakan pengalaman paling diingat Eliza. Tahun 1995, perusahaan emas menancapkan pengaruhnya di Haruku, pulau yang luasnya hanya 150 kilometer persegi itu.
Eliza memimpin gerakan menolak tambang. Perjuangan kala itu tidak mudah sebab perusahaan disokong oleh pemerintah dengan dukungan aparat. Akses informasi terbatas. Berbeda dengan gerakan sekarang yang dapat dibangun dari dunia maya. Berkat dukungan sejumlah pihak, gerakan itu berhasil setelah dua tahun kemudian. Perusahaan akhirnya angkat kaki.
"Sekarang ini, tantangan menjadi pelestari lingkungan semakin besar. Banyak sekali godaan. Kadang, orang dengan mudah jatuh setelah diberi minuman alkohol satu botol atau diajak menginap di hotel mewah. Semua bisa hilang dalam sekejap," katanya.
Pada usianya yang kian senja, Eliza sedang melirik satu dari ketiga putranya yang akan menggantikan posisinya pada saat ia sudah tiada lagi. Jabatan kepala kewang berakhir bila mana ia meninggal. "Saya belum bisa tentukan sekarang. Nanti ada saatnya. Biar waktu yang menentukan," ujarnya.
Kecintaan akan tanah kelahiran serta kesetiaan menjaga alam dan budaya mengalir dalam darah Eliza. Ia sepertinya belajar pada jalan hidup burung gosong. Burung gosong biasanya akan kembali pada tempat dimana ia ditetaskan. Burung gosong juga setia pada pasangannya. Bila sala satunya mati, pasangannya tidak akan kawin lagi. "Sepertinya burung gosong lebih setia dari manusia," ucapnya.
Eliza Kissya
Lahir: Haruku, Maluku, 12 Maret 1949
Pendidikan: Sekolah Rakyat (tidak tamat)
Penghargaan:
Kalpataru 1985
Satya Lencana Pembangunan tahun 1999
Siwalima Award untuk kategori penjaga lingkungan dari Pemprov Maluku tahun 2018
Pegiat sastra di Maluku pada tahun 2017 dari Kantor Bahasa Provinsi Maluku
Maestro seni tradisi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2017.