Mengapa Indonesia Mengincar Kursi Anggota Dewan HAM PBB?
Tepat sebulan lagi, 16 Oktober 2019, pemilihan anggota Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa periode 2020-2022 digelar. Itulah saat yang dinanti, apakah Indonesia bakal terpilih sebagai anggota atau tidak.
Oleh
Adhitya Ramadhan
·5 menit baca
Tepat sebulan lagi, 16 Oktober 2019, pemilihan anggota Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa periode 2020-2022 digelar. Itulah saat yang dinanti, apakah Indonesia bakal terpilih sebagai anggota atau tidak. Jika terpilih, Indonesia harus mempertanggungjawabkannya kepada negara yang memilih dan publik dalam negeri.
Pada awal 2019, tepatnya dalam Pernyataan Pers Tahunan, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menyatakan, Indonesia mencalonkan diri dalam pemilihan Dewan HAM PBB. Tema yang diusung adalah ”A True Partner for Democracy Development and Social Justice”.
Dewan HAM PBB adalah badan antarpemerintah dalam sistem PBB yang bertanggung jawab memperkuat promosi dan perlindungan HAM di seluruh dunia serta menangani dan membuat rekomendasi atas situasi pelanggaran HAM. Dewan yang berkantor di Sekretariat PBB di Geneva, Swiss, ini memiliki kemampuan membahas semua masalah dan situasi HAM yang membutuhkan perhatian sepanjang tahun.
Dewan HAM terdiri atas 47 negara anggota PBB yang dipilih Majelis Umum PBB. Dewan HAM yang dibentuk pada 2006 ini menggantikan Komisi HAM PBB yang dinilai sarat kepentingan politik dan memiliki standar ganda. Sejak Dewan HAM pertama kali terbentuk, Indonesia telah menjadi anggota empat kali, yaitu pada 2006-2007, 2007-2010, 2011-2014, dan 2015-2017. Jika terpilih tahun ini, untuk kelima kali Indonesia masuk keanggotaan Dewan HAM.
Indonesia yang berada dalam kelompok Asia Pasifik akan bersaing dengan Irak, Jepang, Korea Selatan, dan Kepulauan Marshall untuk memperebutkan empat kursi. Duta Besar Indonesia untuk PBB di Geneva Hasan Kleib mengatakan, Indonesia memiliki banyak hal yang bisa ditawarkan sebagai anggota Dewan HAM. Indonesia akan berkontribusi lebih pada promosi dan proteksi HAM global sekaligus meningkatkan proteksi HAM di dalam negeri sendiri.
Dalam acara debat publik negara calon anggota Dewan HAM PBB di Geneva, Rabu (11/9/2019), Hasan mengatakan, meski menghadapi berbagai dinamika, Indonesia yakin dapat berkontribusi bagi HAM di ranah global karena memiliki pengalaman demokrasi dalam lingkup pluralisme dan toleransi.
Bagi Indonesia, ujar Hasan, menjadi anggota Dewan HAM bukanlah semata keistimewaan, melainkan juga tanggung jawab besar di hadapan dua pihak: negara-negara yang memilih Indonesia dan rakyat Indonesia di dalam negeri.
Oleh karena itu, jika terpilih nanti, Indonesia akan fokus mencapai konsensus atas persoalan HAM dengan menawarkan solusi. Hasan mencontohkan, banyak resolusi yang isinya hanya mengecam dan mempermalukan negara tertentu, tetapi tidak memberikan solusi atas persoalan yang sebenarnya. Akibatnya, negara yang dimaksud pun tidak mau kooperatif. Hal ini harus diubah dengan pendekatan konstruktif, efektif, dan bisa diimplementasikan di lapangan.
Hasan menyadari, Indonesia yang sangat plural menghadapi beberapa persoalan HAM, salah satunya soal Papua. Dunia menyoroti masalah ini dari dua sisi, yakni kebebasan berekspresi dan referendum. Atas pertanyaan para wakil negara lain, Hasan menyatakan bahwa kebebasan berekspresi dijamin konstitusi sepanjang tak mengganggu kebebasan orang lain.
Terkait referendum, Hasan mengatakan, referendum telah dilaksanakan pada tahun 1969. Hasilnya telah disampaikan melalui Resolusi Majelis Umum PBB No 2504/1969 yang bersifat final. Sesuai dengan hukum internasional, referendum itu telah sah dilaksanakan sehingga tak mungkin diulang.
Pertanggungjawaban
Adapun sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat jika terpilih menjadi anggota Dewan HAM adalah, salah satunya, meratifikasi konvensi internasional perlindungan terhadap semua orang dari tindakan penghilangan secara paksa. Di luar itu, toleransi dalam konteks kebebasan beragama pun harus ditingkatkan dan soal penghapusan hukuman mati.
”Masa iya nanti sebagai anggota Dewan HAM tidak ada perbaikan perlindungan HAM di dalam negeri,” kata Hasan.
Masa iya nanti sebagai anggota Dewan HAM tidak ada perbaikan perlindungan HAM di dalam negeri.
Menurut Yuyun Wahyuningrum, Wakil Indonesia untuk ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR), Indonesia memiliki potensi besar untuk tampil dan memberikan harapan di panggung HAM dunia di tengah menguatnya kecenderungan unilateralisme dan ketidakpercayaan akan institusi dalam mekanisme PBB.
”Indonesia harus berada di tempat strategis dan memiliki peran strategis dalam penegakan HAM dunia untuk mendorong nilai-nilai HAM negara-negara selatan yang keluar dari kediktatoran,” katanya.
Selama ini Indonesia juga terkadang mengkritik bagaimana mekanisme internasional bekerja menyelesaikan persoalan dunia. Meski demikian, Indonesia tetap berada di dalam sistem untuk terus memperbaiki dari dalam. Untuk itulah, penting artinya bagi Indonesia yang masih loyal berada di dalam mekanisme internasional dan regional untuk menunjukkan bahwa HAM diperlukan bagi demokrasi. ”Jadi Indonesia tetap terlibat memperbaiki sistem,” ujar Yuyun.
Dari sudut pandang politik nasional pun, kata Yuyun, keberadaan Indonesia di dalam Dewan HAM memiliki nilai strategis lain, yaitu bisa membawa isu-isu HAM Indonesia ke tingkat dunia, seperti perlindungan pekerja migran, soal migrasi, dan perlindungan bagi kaum disabilitas.
Memang Indonesia tidak luput dari persoalan HAM. Isu rasisme dan diskriminasi dalam kasus Papua dan Papua Barat salah satunya. Dari kacamata HAM, negara ibarat dua sisi mata uang. Negara bisa menjadi pelanggar HAM, tetapi sekaligus menjadi institusi yang memiliki kemampuan untuk melindungi HAM.
Tentang hal itu, Yuyun menggarisbawahi bahwa dari tahun ke tahun tak ada satu negara pun yang bebas dari persoalan HAM. Yang terpenting adalah bagaimana janji dan komitmen pemerintah merespons persoalan HAM yang terjadi.
Meski sejumlah masalah HAM berpotensi menjadi ganjalan Indonesia dalam pencalonan Dewan HAM, Yuyun tetap optimistis sepanjang komitmen pemerintah terhadap demokrasi, penegakan hukum, dan HAM ada, ganjalan itu relatif tidak signifikan menghambat pencalonan. ”Semoga pencalonan ini membuat upaya penegakan HAM di dalam negeri juga menjadi semakin fokus,” ujar Yuyun.