Pupuk Nasionalisme Milenial melalui Pelajaran Sejarah
Agar dapat membuat video yang interaktif, guru harus menguasai materi yang hendak disampaikan, salah satunya dengan observasi langsung ke tempat bersejarah.
Oleh
Prayogi Dwi Sulistyo
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS — Materi mata pelajaran sejarah tidak hanya berisi data peristiwa masa lampau yang harus dihafal siswa. Nilai-nilai yang terkandung dalam pelajaran sejarah juga harus bisa memupuk jiwa nasionalisme generasi milenial.
Guru memiliki peran yang besar untuk mewujudkan harapan tersebut. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan, misalnya, tidak dapat dihafalkan sebagai peristiwa peperangan melawan penjajah, tetapi harus dimaknai sebagai sebuah proses pendirian bangsa yang merdeka.
”Dalam peristiwa proklamasi, bapak pendiri bangsa mengajarkan tentang pentingnya nilai nasionalisme. Mereka berasal dari keanekaragaman kelompok, budaya, dan agama, tetapi mampu bersama-sama memikirkan bangsa Indonesia,” kata Direktur Sejarah Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Triana Wulandari dalam pembukaan kegiatan Internalisasi Nilai Kebangsaan (Inti Bangsa) 2019 di Ambon, Maluku, Senin (16/9/2019).
Triana menegaskan pentingnya persatuan dan kesatuan. Konsep tersebut dapat dilihat dalam peristiwa Kongres Pemuda tahun 1928. Kongres tersebut menghasilkan Sumpah Pemuda yang diikrarkan oleh pemuda-pemudi Indonesia berdasarkan kesepakatan bersama demi tujuan bangsa negara yang berdaulat.
Adapun persatuan dan kesatuan bangsa melalui proses yang tak pernah putus melalui ikatan yang digali dari nilai kearifan lokal, agama, dan bersifat universal yang terangkum dalam ideologi Pancasila. Agar ikatan tersebut tidak pudar, pengenalan sejarah bangsa Indonesia menjadi sesuatu yang penting.
Sejarah akan mendorong setiap warga negara untuk mencintai bangsanya sehingga perlu diajarkan sejak dini. Karena itu, diperlukan upaya berkesinambungan yang harus dimulai sejak dini untuk membentuk generasi yang berkarakter, berbudaya, dan cinta tanah air.
Pemerintah telah mengatur tentang pentingnya Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) melalui Peraturan Presiden Nomor 87 tahun 2017. PPK menjadi muara dari usaha untuk menciptakan sumber daya manusia yang unggul.
”Pelajaran sejarah menjadi salah satu sumber utama untuk meningkatkan karakter bangsa. Alhasil, siswa dapat menjadi anak Indonesia yang cinta tanah air,” ujar Triana.
Kepala Subdirektorat Pembinaan Tenaga Kesejahteraan Direktorat Sejarah Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Andi Syamsu Rijal mengatakan, guru memiliki fungsi yang besar dalam menanamkan pendidikan karakter.
”Agar siswa mampu menguasai materi pelajaran sejarah dan mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari, guru harus menguasai sejarah itu sendiri serta mengajarkannya dengan media pembelajaran yang menarik,” ucap Rijal.
Materi ajar interaktif
Guru perlu menguasai teknologi yang saat ini dekat dengan siswa. Dalam proses pembelajaran, guru dapat menyampaikannya melalui video atau paparan yang menarik perhatian siswa.
Agar dapat membuat video yang interaktif, guru harus menguasai materi yang hendak disampaikan, salah satunya dengan observasi langsung ke tempat bersejarah. Pada kegiatan Inti Bangsa 2019, misalnya, guru diajak mengamati obyek peninggalan sejarah di Kota Ambon, Maluku.
Dari pengamatan tersebut, guru membuat video blog (vlog) yang berisi cerita tentang tempat bersejarah tersebut. Rijal mengatakan, Ambon dipilih sebagai tempat observasi karena kota ini memiliki peran penting dalam sejarah bangsa Indonesia.
Beberapa tempat di Ambon menjadi saksi sejarah perjuangan pemuda untuk mewujudkan kemerdekaan. Ia berharap, melalui kunjungan ke tempat bersejarah tersebut, guru dapat menjadi ujung tombak untuk menyampaikan nilai dari peristiwa yang ada kepada muridnya.
Pesan bijak
Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Maluku Rusli Manoreh mengatakan, Ambon dikenal sebagai jalur rempah dan tempat pengasingan tokoh-tokoh nasional. Di Ambon terdapat peninggalan sejarah seperti benteng, tempat ibadah, hingga benda pusaka pada zaman kolonial yang berusaha menguasai rempah.
Selain peninggalan dalam bentuk fisik, Ambon juga memiliki peninggalan kebudayaan yang disebut dengan Pela Gandong yang menjadi simbol persatuan. Budaya tersebut menunjukkan bahwa setiap orang memiliki ikatan hubungan persaudaraan.
Asisten Kesejahteraan Sosial dan Administrasi Umum Provinsi Maluku Frona Koedoeboen menambahkan, nilai kebangsaan perlu diajarkan di sekolah untuk menangkal radikalisme.
Selain sekolah, pemerintah dan keluarga juga memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengajarkan nilai kebangsaan kepada anak-anak. Namun, guru memiliki posisi paling strategis untuk menanamkan dasar dari nilai kebangsaan. Dalam hal ini, guru sejarah memiliki peranan paling besar.
”Sejarah bukan benda mati. Ada pesan bijak yang bisa diberikan kepada generasi muda. Sejarah dapat menjadi inspirasi untuk membangun masa depan,” tutur Frona.