Serangan ke Kilang Minyak di Arab Saudi Angkat Mata Uang Negara Eksportir Minyak
Harga minyak melonjak lebih dari 15 persen setelah dua pabrik, termasuk fasilitas pemrosesan minyak bumi terbesar di dunia di Abqaiq, tidak berfungsi akibat serangan itu.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
SYDNEY, SENIN — Mata uang dollar AS melemah pada awal pekan ini, Senin (16/9/2019), sementara mata uang-mata uang yang dikategorikan sebagai safe haven dan sejumlah negara produsen minyak justru naik. Sentimen utama pengerek mata uang-mata uang itu adalah serangan terhadap fasilitas penyulingan minyak di Arab Saudi yang mengganggu pasokan minyak global dan meningkatkan ketegangan Timur Tengah.
Harga minyak melonjak lebih dari 15 persen setelah dua pabrik, termasuk fasilitas pemrosesan minyak bumi terbesar di dunia di Abqaiq, tidak berfungsi akibat serangan itu. Akibatnya, lebih dari 5 persen pasokan minyak global pun terganggu. Kelompok Houthi di Yaman mengklaim bertanggung jawab atas kerusakan itu, tetapi Amerika Serikat (AS) justru menuduh Iran ada di belakang aksi itu.
Dollar Kanada naik 0,5 persen dalam perdagangan pagi di Asia menjadi 1,3224 per dollar AS. Krone Norwegia naik hampir 0,6 persen menjadi 8,9363 per dollar AS. Kedua mata uang ini sering bergerak bersama dengan harga minyak karena negara-negara tersebut adalah eksportir minyak utama.
Mata uang yen Jepang dan franc Swiss masing-masing juga terkerek naik setidaknya 0,3 persen pada dollar AS. Yen mencapai 107,60 per dollar AS dan franc menyentuh level 0,9871 per dollar AS. Indeks dollar turun sekitar 0,2 persen ke level 98,053. Sementara itu, harga emas juga melonjak 1 persen setelah sempat turun dalam beberapa sesi perdagangan sebelumnya.
Di luar minyak, pasar mata uang sedang menunggu hasil pertemuan bank sentral di AS dan Jepang pekan ini serta data ekonomi penting di Australia dan Selandia Baru yang dapat menentukan prospek suku bunga. Banyak faktor risiko sempat melunak pekan lalu didorong oleh tanda-tanda mencairnya ketegangan perdagangan AS-China. Kedua belah pihak menawarkan optimisme menjelang pembicaraan perdagangan bulan depan.
Namun, dengan sedikit tanda kemajuan yang solid, sentimen terkait perang dagang tetap rapuh. ”Risiko geopolitik dan retorika bank sentral tetap menjadi pendorong utama risiko pekan ini,” analis Australia dan Selandia Baru Banking Group mengatakan dalam sebuah catatan kepada klien awal pekan ini.
Penurunan suku bunga
Di AS, investor telah mulai memangkas ekspektasi atas penurunan suku bunga Federal Reserve AS pada Rabu mendatang. Diperkirakan suku bunga tertentu akan turun, tetapi tak dapat dipastikan dengan besaran berapa dan apakah akan ada lagi di masa selanjutnya.
Pasar juga memperkirakan Bank of Japan akan mendorong suku bunga lebih jauh ke wilayah negatif. Sepertiga ekonom yang disurvei oleh Reuters pekan lalu memperkirakan stimulus akan meningkat. Pasar perdagangan finansial Jepang tutup pada Senin ini karena tepat hari libur.
Perdana Menteri China Li Keqiang mengatakan bahwa mempertahankan pertumbuhan ekonomi nasional negerinya di atas 6 persen relatif sulit, dengan proteksionisme yang membebani. Angka penjualan ritel dan produksi industri pada Senin kemungkinan akan memberikan pandangan lebih lanjut tentang kesehatan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu. Mata uang yuan China datar di perdagangan di luar China.
Sementara itu, pound sterling mempertahankan kenaikan pekan lalu terkait kekhawatiran Inggris akan keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan. Pound sterling stabil di bawah level tertinggi sejak 25 Juli, yakni di level 1,2491 per dollar AS. Mata uang euro juga stabil di level 1,1077 per dollar AS. (REUTERS)