KAIRO, KOMPAS— Hasil awal pemilu presiden Tunisia hari Minggu lalu menunjukkan hasil sangat mengejutkan. Kandidat independen dari kubu profesional, Kais Saied, dan kandidat partai kanan liberal Alb Tounes, Nabil Karoui, unggul atas para kandidat lain menurut hitungan dari 39 persen surat suara.
Hal yang sama ditunjukkan hasil hitung cepat berdasarkan jajak pendapat yang digelar lembaga survei Sigma Conseil hingga Senin (16/9/2019) dini hari. Dalam hitung cepat, Saied meraih 19,5 persen suara, disusul Karoui 15,5 persen suara. Adapun kandidat dari partai Islamis Ennahda, Abdelfattah Mourou, memperoleh 11 persen; Abdelkarim Zbidi 9,5 persen; dan mantan PM Tunisia Youssef Chahed 7,5 persen.
Komisi tinggi pemilu dijadwalkan akan menyampaikan hasil awal, Selasa ini. Jika tidak ada perubahan hasil awal itu dari hasil hitung cepat lembaga Sigma Conseil, kandidat yang melenggang ke putaran kedua pemilu presiden pada 13 Oktober adalah Saied dan Karoui.
Pemenang dalam putaran kedua pilpres nanti akan menjadi presiden kedua yang dipilih langsung rakyat pasca-revolusi Tunisia tahun 2011 setelah Presiden Beji Caid Essebsi yang wafat pada 15 Juli lalu. Essebsi dipilih rakyat langsung pada pemilu presiden tahun 2014.
Komisi tinggi pemilu mengumumkan, tingkat partisipasi pemilih mencapai 45,02 persen dari sekitar 7 juta rakyat Tunisia yang memiliki hak pilih.
Tsunami politik
Media Tunisia dan Arab menyebut hasil awal hitungan cepat itu merupakan tsunami politik di negeri Afrika Utara tersebut karena menggugurkan para kandidat dari partai besar, seperti Ennahda dan Nidaa Tounes. Hasil ini juga menggemparkan publik Tunisia.
Nama Kais Saied selama ini dikenal sebagai guru besar hukum tata negara. Ia sama sekali tidak dikenal di belantara kehidupan politik di Tunisia karena memang ia bukan politisi. Saied biasa berbicara dalam bahasa Arab formal di depan publik seolah mengajar di fakultas, mengendarai mobil tua dan ingin tetap tinggal di rumahnya yang sederhana—bukan di istana kepresidenan yang mewah di Carthage—jika terpilih.
Dalam kampanyenya, ia mengandalkan program antikorupsi dan penegakan hukum serta menciptakan keadilan dalam ekonomi. Saied berjanji akan mengembalikan kekayaan Tunisia yang dilarikan para oknum pejabat era Presiden Zine al-Abidine Ben Ali di luar negeri jika memenangi pemilu.
Adapun Nabil Karoui dikenal sebagai pengusaha sukses dan pemilik TV Nessma. Karoui adalah pendukung kuat partai Nidaa Tounes dan Beji Caid Essebsi pada tahun 2014. Karoui adalah arsitek yang memenangkan Caid Essebsi pada pemilu presiden 2014.
Pada Juni 2019, Karoui keluar dari partai Nidaa Tounes dan mendirikan partai Alb Tounes (Jantung Tounes). Karoui dinilai mempunyai potensi
menang karena program kampanyenya fokus untuk memerangi kemiskinan di Tunisia. Tunisia sejak revolusi rakyat tahun 2011 terus dililit kesulitan ekonomi.
Partai Ennahda mengkritik hasil hitung cepat Sigma Conseil. Kandidat partai Ennahda, Abdelfattah Mourou, meminta publik Tunisia menunggu hasil resmi dari komisi tinggi pemilu dan tak memercayai hasil hitung cepat Sigma Conseil.
Namun, Youssef Chahed menyampaikan, ia menghormati hasil hitung cepat itu. Ia menyerukan agar partai-partai besar pendukung demokrasi berjuang keras dan bersatu dalam pemilu parlemen pada 6 Oktober. Chahed kini memimpin partai Tahya Tounes, sempalan dari Nidaa Tounes.
Moncef Marzouki, mantan Presiden Tunisia 2011-2014 dan juga kandidat, mengakui kalah setelah melihat hasil hitung cepat Sigma Conseil.