Bola voli menuntut kekompakan tim dan saling pengertian antarpemain. Jika pemain bergantian absen latihan, strategi permainan sulit untuk dijalankan dengan baik.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
Sejak pelatnas bola voli dimulai 7 Juli, latihan timnas putra dan putri bola voli kerap tidak utuh. Kondisi itu mulai menunjukkan dampak negatif. Pada Kejuaraan Asia Bola Voli 2019 di Teheran, Iran, timnas putra gagal memenuhi target minimal lolos ke babak delapan besar. Banyaknya kegiatan di luar pelatnas membuat koordinasi permainan timnas tidak muncul. Selain itu, sejumlah pemain kembali ke timnas dalam kondisi kelelahan dan cedera.
PB PBVSI memanggil 18 pemain putra dan 18 putri untuk pelatnas SEA Games 2019 Filipina. Namun, sejumlah pemain bergantian absen memperkuat daerah mereka pada Kejuaraan Pra-PON Papua 2020, Jakarta, 3-10 Agustus, atau tim instansi yang berlaga pada Kejuaraan Boli Voli Piala Panglima 2019, Jakarta, 26 Agustus-2 September.
Asisten pelatih timnas putra, Pascal Wilmar, dihubungi dari Jakarta, Senin (16/9/2019), mengatakan, situasi itu berdampak pada permainan tim dan individu pemain di Teheran, 13-21 September. Permainan tim pun kurang padu.
”Kondisi itu mungkin tidak terlihat ketika timnas menang 3-1 (22-25, 25-20, 25-17, 25-18) atas Kuwait pada laga pertama Grup D, Jumat (13/9/2019). Itu karena level permainan Indonesia di atas Kuwait,” ujarnya.
Namun, ketika timnas bertemu lawan yang lebih berat, kelemahan pada koordinasi permainan terlihat jelas. Indonesia takluk 2-3 (20-25, 24-26, 25-19, 25-20, 13-15) dari Pakistan, Sabtu (14/9), dan tumbang 0-3 (22-25, 19-25, 20-25) dari Korea Selatan, Minggu.
”Saat bertemu Pakistan dan Korea Selatan, koordinasi permainan tim belum padu. Sering kali umpan setter tidak sesuai dengan keinginan spiker. Hal itu membuat variasi permainan monoton, mudah diantisipasi lawan,” ujarnya.
Situasi diperburuk oleh sejumlah pemain yang tidak bugar saat kembali ke pelatnas. Spiker Rivan Nurmulki kelelahan sehingga tidak dibawa ke Iran dan Sigit Ardian meski turut bermain tetapi tidak optimal.
Sementara Okky Damar Saputra mengeluh cedera pinggang dan setter Nizar Zulfikar mengeluhkan nyeri di engkel kanan. ”Mereka tetap dibawa, tetapi tidak diturunkan. Ini juga membuat bingung tim pelatih untuk menurunkan siapa pemain yang bisa dimainkan,” kata Pascal.
Dengan satu kemenangan dan dua kekalahan, timnas gagal lolos ke babak delapan besar sesuai dengan target PBVSI. Mereka pun kehilangan tiket mengikuti prakualifikasi Olimpiade Tokyo 2020. Namun, Sigit dan kawan-kawan masih berkompetisi di perebutan peringkat 9-12. Mereka akan kembali bertanding melawan Hong Kong, Selasa, dan Thailand, Rabu.
”Kami akan memaksimalkan laga tersisa untuk menambah jam terbang pemain. Laga lawan Thailand menjadi kesempatan untuk melihat kekuatan lawan berat Indonesia di SEA Games,” tutur Pascal.
Menurun
Secara keseluruhan, grafik prestasi timnas putra menurun dalam dua tahun terakhir. Pada Kejuaraan Asia 2017 di Gresik, Jawa Timur, Indonesia menduduki peringkat keempat. Pada Asian Games 2018, mereka berada di peringkat keenam. Tahun ini, mereka terlempar dari delapan besar Asia.
Situasi itu sangat dilematis mengingat Ketua Umum PB PBVSI Imam Sudjarwo meminta timnas putra meraih emas di SEA Games 2019. Target itu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan raihan perak pada SEA Games 2017 Malaysia.
Kepala Seksi Voli Indoor PBVSI Loudry Maspaitella menuturkan, dirinya ingin hasil buruk itu bisa menjadi pertimbangan pengurus PBVSI agar meminta pemain lebih fokus ke timnas. Apalagi, pada Oktober akan berlangsung Livoli.
”Kalau tidak ada sikap tegas pengurus agar pemain fokus ke timnas, pemain akan kembali meninggalkan pelatnas untuk tampil di Livoli. Persiapan timnas akan semakin kurang optimal. Ini akan berdampak pada hasil SEA Games nanti,” ujar legenda bola voli nasional itu.
Namun, Loudry sudah menyiapkan rencana agar pemain fokus di timnas. Ia mengusulkan timnas putra berlatih ke China, Korea Selatan, atau Taiwan pada September/Oktober ini. Selain membuat pemain tidak bisa ikut Livoli, tim juga bisa dapat kesempatan bertanding lebih sering.
”Kalau cuma latihan dengan rekan satu tim, tekanannya tidak muncul. Otomatis koordinasi dan semangat juang bertanding tidak ada. Kalau sering sparing tanding, terutama lawan pemain asing, tekanan akan terasa. Dari itu, koordinasi dan semangat juang bertanding timbul. Kalau try out itu diizinkan, waktu dua bulan cukup untuk mematangkan tim ini sebelum ke SEA Games,” kata Loudry.
Sebelumnya, pelatih timnas putra Li Qiujiang menyayangkan banyak pemain yang lebih memilih bermain untuk klub ataupun kontrak sesaat. Walaupun mayoritas pemain sudah saling kenal dan pernah bermain bersama, hal itu tetap akan berpengaruh pada kekompakan dan kebugaran mereka saat membela timnas.
”Perbedaan kita dan Thailand pada program latihan timnas. Di Indonesia, pemain hanya berkumpul sebelum ikut kejuaraan. Setelah itu, mereka kembali ke klub masing-masing. Permainan yang sudah kompak dan padu pun pudar lagi. Kalau Thailand, para pemain timnasnya terus berkumpul bermain bersama untuk jangka waktu panjang. Lama-lama mereka matang sebagai tim dan individu,” tuturnya.