Hulu-hilir industri perfilman Indonesia masih bermasalah. Pemerintah berupaya memetakan persoalan beserta rencana kebijakan sektor industri tersebut sebagai jalan keluarnya.
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hulu-hilir industri perfilman Indonesia masih bermasalah. Pemerintah berupaya memetakan persoalan beserta rencana kebijakan sektor industri tersebut sebagai jalan keluarnya.
Deputi Hubungan Antar Lembaga dan Wilayah Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Endah Wahyu Sulistianti dalam konferensi pers Asia Content Business Summit atau ACBS, Selasa (17/9/2019), di Jakarta, mencontohkan di sisi hulu industri. Sampai saat ini, proses kreasi film masih terkendala akses permodalan. Kompetensi pekerja sebenarnya sudah berkualitas dan tidak kalah dengan negara lain, namun masih tetap perlu ditingkatkan. Peningkatan mutu ini mendesak jika industri perfilman Indonesia ingin berdaya saing di tingkat internasional.
”Industri perfilman Asia umumnya menghadapi tantangan yang sama, yaitu bagaimana caranya bisa bersaing dengan film buatan Hollywood, Amerika Serikat. Jenis persoalan hulu-hilir industrinya pun mirip. Urusan hilir, misalnya, produsen asal Asia harus bekerja keras mendapatkan ruang pemutaran film lebih banyak,” ujarnya.
Indonesia akan menjadi tuan rumah ACBS 2019 pada Kamis-Minggu (19-22 September 2019) di Hotel Sultan, Jakarta. ACBS 2019 terdiri dari acara pertemuan, konferensi, dan festival.
Endah menceritakan, ACBS merupakan forum sekaligus platform Pan-Asia pertama yang mempromosikan pengembangan media kreatif dan industri konten di Asia. ACBS digelar sejak 2008. Indonesia baru bergabung dua tahun lalu.
”Dari hasil identifikasi permasalahan yang dialami hulu-hilir industri, kami membawanya ke forum, seperti ACBS. Bersama pelaku ekosistem industri film di negara Asia lainnya, kami berharap ada tukar pandangan persoalan dan solusi,” ujarnya.
Endah mencontohkan, Pemerintah China sudah mulai memberlakukan kuota terhadap film Hollywood yang boleh diputar di bioskop nasional. Kebijakan ini bertujuan memfasilitasi kemudahan akses pasar film nasional.
Terlepas dari ACBS, Deputi Akses Permodalan Bekraf Fadjar Hutomo menceritakan, sejak 2017, Bekraf menggelar Akatara, forum fasilitasi akses permodalan bagi produsen film Indonesia. Forum yang digelar setiap tahun ini semula bertujuan mempertemukan proyek film yang belum mendapatkan pembiayaan. Pada tahun kedua, fungsi Akatara berkembang lebih luas, yaitu memfasilitasi akses pendanaan di luar produksi konten film, seperti sekolah perfilman.
Fadjar membenarkan, masih ada persoalan akses permodalan yang dialami mayoritas rumah produksi. Perbankan, contohnya, belum banyak memiliki skema teknis penyaluran pinjaman.
Meski demikian, tambah Fadjar, saat ini ada pemodal ventura sudah mau terjun melakukan penyertaan ke beberapa proyek film nasional, seperti Ideosource yang berinvestasi di film Keluarga Cemara.
Seniman asal Bali, Ayu Laksmi, menceritakan pengalamannya terlibat dalam film Sekala Niskala tahun 2017. Saat produksi, kru produsen sempat mengalami kesulitan akses pendanaan. Kemudian, ketika pendistribusian, film ini hanya diputar di bioskop Indonesia kurang dari satu minggu. Sisanya, film diputar di beberapa festival.