Kewajiban pemisahan atau ”spin-off” unit usaha syariah oleh OJK dinilai akan mengganggu pertumbuhan industri asuransi syariah. Komite Nasional Keuangan Syariah akan mengkaji ulang aturan tersebut.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kewajiban pemisahan atau spin-off unit usaha syariah (UUS) dinilai akan mengganggu pertumbuhan industri asuransi syariah. Skala ekonomi pelaku industri yang masih kecil dan cenderung stagnan justru berpotensi membuat unit usaha berguguran setelah pemisahan.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan Peraturan OJK Nomor 67/POJK.05/2016, mewajibkan pemisahan UUS. Perusahaan asuransi syariah yang selama ini tergabung dengan konvensional harus memisahkan diri sebelum Oktober 2024.
Chief Executive Officer Adira Insurance Julian Noor mengatakan, ide pemisahan memang bagus untuk mengembangkan industri asuransi syariah. Kendati demikian, kondisi itu seharusnya baru dilakukan ketika industri sudah siap.
”Ini kan kompleks. Kalau kemudian dipaksakan dan tidak dilihat jangka panjang, bisa-bisa pemisahan tidak bertahan lama. Nanti baru beberapa tahun pemisahan, lembaga-lembaga ini malah rugi dan berguguran,” kata Julian dalam diskusi asuransi syariah, Selasa (17/9/2019), di Jakarta.
Kalau kemudian dipaksakan dan tidak dilihat jangka panjang, bisa-bisa pemisahan tidak bertahan lama. Nanti baru beberapa tahun pemisahan, lembaga-lembaga ini malah rugi dan berguguran.
Julian melihat saat ini industri asuransi syariah belum berkembang sesuai dengan harapan. Adapun pangsa pasar Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) syariah, termasuk asuransi di dalamnya masih sangat rendah, hanya 4,24 persen jika dibandingkan dengan konvensional.
”Jangan kemudian dipaksakan (pemisahan). Nanti malah bisa ada stigma negatif kalau lembaga berguguran setelah pemisahan. Harus dilihat dari sisi keberlanjutannya,” jelasnya.
Menurut Julian, UUS tidak perlu melepaskan diri seutuhnya dari konvensional. Salah satu yang masih bisa dilakukan bersama seperti kantor cabang. ”Tidak perlu dua. Cukup satu, tetapi di dalamnya jualan konvensional dan syariah. Karena kan ini tidak bicara fisiknya,” pungkasnya.
Direktur Bidang Inovasi Produk, Pendalaman Pasar, dan Pengembangan Infrastruktur Sistem Keuangan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) Robert Rulindo mengatakan, industri asuransi syariah memang masih belum berkembang sesuai harapan. Hal itu terjadi karena skala ekonomi pendukung yang masih kecil, baik dari perbankan maupun pasar modal syariah.
”Semua kan hukumnya skala ekonomi. Ada yang mengkaji, premi konvensional dengan syariah, yang syariah dapat lebih sedikit. Itu masalahnya karena dana yang dikelola masih kecil. Mereka investasi ke pasar modal syariah juga hasilnya tidak setinggi konvensional,” ujarnya.
Dikaji ulang
Oleh karena itu, lanjut Robert, KNKS akan mengkaji ulang terkait aturan pemisahan tersebut. Jika tidak dibutuhkan, KNKS bisa mendorong kehadiran undang-undang tentang ekonomi syariah yang akan membatalkan aturan pemisahan.
”Poinnya akan mengkaji apa yang menghambat. Karena kan saat aturan pemisahan dibuat, saat itu masih 2008. Harapannya kan industri sudah besar pada 2024 dan harus berdiri sendiri. Namun, sejauh ini tidak seperti itu,” ujarnya.
Robert menambahkan, selain ada opsi membatalkan aturan pemisahan, KNKS juga membuka opsi lain terkait mekanisme pemisahan. Misalnya, UUS nantinya akan dilebur menjadi satu agar kekuatan ekonominya lebih besar.
Selain ada opsi membatalkan aturan pemisahan, KNKS juga membuka opsi lain terkait mekanisme pemisahan.
Adapun OJK mewajibkan penyerahan rencana pemisahan UUS paling lambat pada Oktober 2020. Rencana itu berisikan tahapan rencana kerja untuk lebih fokus menyelesaikan pemisahan.
Per Mei 2019, baru empat unit usaha yang menjadi perusahaan. Perusahaan itu terdiri dari dua asuransi umum, Jasindo Syariah dan Askrida Syariah, serta asuransi jiwa AJS Bumiputera dan reasuransi Reindo Syariah.
Sebelumnya, Direktur IKNB Syariah OJK Mochamad Mukhlasin mengatakan, mayoritas UUS masih belum siap dan masih menghitung kemampuan untuk memisahkan diri. Kendala terberat UUS yakni mencari investor lokal yang wajib memiliki minimal 20 persen saham perusahaan.