Kabar baik bagi pesepeda di Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Uji menguji coba jalur sepeda sepanjang 63 kilometer. Isu keselamatan menjadi sorotan sebelum jalur ini benar-benar difungsikan.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menguji coba jalur sepeda sepanjang 63 kilometer pada 20 September hingga 19 November 2019. Pesepeda meminta kepada pemerintah agar tidak hanya fokus pada pembangunan infrastruktur jalan, tetapi juga menjamin kenyamanan dan keselamatan mereka saat berbagi jalan dengan pengendara bermotor.
Uji coba jalur sepeda terbagi menjadi tiga fase, yakni fase pertama (25 km), fase kedua (23 km), dan fase ketiga (15 km). Fase pertama meliputi Jalan Medan Merdeka Selatan, Jalan MH Thamrin, Jalan Imam Bonjol, Jalan Pangeran Diponegoro, Jalan Proklamasi, Jalan Pramuka, dan Jalan Pemuda.
Sedangkan, fase kedua meliputi Jalan Sudirman, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Panglima Polim, dan Jalan RS Fatmawati Raya. Kemudian, fase ketiga adalah Jalan Tomang Raya, Jalan Cideng Timur, Jalan Kebon Sirih, Jalan Matraman Raya, Jalan Jatinegara Barat, dan Jalan Jatinegara Timur.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, uji coba desain jalur sepeda rencananya dihadiri Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Chief Executive Officer Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Heather Thompson. "Untuk uji coba nanti, baru fase satu dulu. Ada marka dan traffic cone (kerucut lalu lintas). Persiapan sudah lengkap, tinggal eksekusi," ujar Syafrin, di Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Uji coba selanjutnya akan dilakukan dalam rentang waktu hingga 19 November 2019. Seiring dengan itu, pemerintah akan mulai membangun infrastruktur jalannya secara permanen, baik itu dengan separator menerus, proteksi menerus (setbackparking), ataupun proteksi dengan warna cat.
Syafrin menuturkan, jalur sepanjang 63 km yang dipilih telah memenuhi syarat dibangunnya jalur sepeda. Dia berharap, pembangunan dapat selesai pada akhir tahun ini. "Dari jalur yang kami pilih, jalurnya sudah mungkin untuk diimplementasikan," tutur Syafrin.
Syafrin menjelaskan, jalur sepeda telah dirancang agar dapat terhubung dengan moda transportasi lain, entah itu stasiun kereta komuter, halte Transportasi Jakarta, atau halte. Namun, dia tak bisa memenuhi pembuatan ruang henti khusus bagi sepeda di setiap lampu lalu lintas.
"Belum ada ruang henti khusus. Kami fokus dulu di jalur sepeda. Fokus ke penyiapan lahan parkir sepeda di kantor pemerintahan, stasiun, halte, dan terminal. Ini dalam rangka menambah aksesbilitas masyarakat ke koridor sistem angkutan massal Jakarta," kata Syafrin.
Sementara itu, Communications Manager Indonesia Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Fani Rachmita menyampaikan, implementasinya hari ini, diskriminasi kepada para pesepeda masih kerap terjadi di jalanan Ibu Kota. Jalur sepeda yang sudah ada di sebagian wilayah masih terputus-putus sehingga pesepeda kerap harus menyatu dengan kendaraan bermotor.
Selain itu, jalur sepeda masih berupa marka atau proteksi dengan warna sehingga kerap bersinggungan dengan sepeda motor. Kenyamanan dan kelamatan pesepeda pun terganggu. "Yang jadi kekahwatiran mereka itu bukan masalah diserobot kendaraan lain, tetapi kalau kendaraan lain parkir di jalur sepeda. Itu, kan, jalur sepeda jadi buntu sehingga mereka harus keluar dari jalurnya. Belum lagi kalau kecepatan kendaraan bermotor tinggi, kan, membahayakan," ujar Fani.
Padahal, keistimewaan bagi pesepeda itu sama dengan pejalan kaki. Mereka membutuhkan jalur khusus dan tak terputus karena menyangkut kenyamanan dan kesamatan mereka. Itu pun telah diatur dalam Pasal 62 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, di mana pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas.
"Namun, itu sulitnya kita tinggal di kota yang sejak awal memang tidak dibangun berbasis dari pejalan kaki dan pesepda. Keistimewaan itu hilang," tutur Fani.
Karena itu, menurut Fani, pemerintah perlu juga memikirkan masalah jaminan keselamatan bagi pesepeda, selain infrastruktur jalan. "Itulah yang dibutuhkan pesepeda baru. Mereka butuh percaya diri dulu untuk aman tidak lewat jalur itu, terus lewat mana ya dan apa transportasi lanjutannya, itu yang harus dipastikan," katanya.
Co-Founder dan Pembina Bike2Work, Toto Sugito, pun menyampaikan masukan serupa, Jakarta akan lebih ramah bersepeda bila fasilitas yang akan dibuat dibarengi dengan penegakan hukum (law enforcement) yang proporsional. Perlu dibuat aturan turunan dari UU Nomor 2/2009 agar pengendara motor menghargai keberadaan pesepeda.
"Keselamatan pesepeda sangat rentan sehingga harus ada sanksi kalau nanti ada motor atau mobil yang masuk jalur sepeda. Kalau peraturan sudah ada dan jalur sepeda sudah sesuai standar maka saya jamin tingkat kecelakaan sepeda berkurang," ucap Toto.
Selain itu, menurut dia, pejabat/petinggi pemerintahan perlu mencontohkan juga bersepeda sebagai aktivitas sehari-hari secara konsisten. Dengan begitu, masyarakat pun akan mulai tertular untuk mencoba.