Pada Senin (16/9/2019), Lembaga pemeringkat internasional, Moody’s Investors Service menurunkan status Hong Kong dari stabil menjadi negatif. Meningkatnya risiko telah menggerus kekuatan lembaga-lembaga di Hong Kong.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
HONG KONG, RABU — Pemerintah Hong Kong menyatakan akan segera menggelar berbagai sesi dialog dengan masyarakat pada pekan depan. Dialog tersebut diharapkan dapat meredakan krisis politik di Hong Kong yang tak kunjung selesai.
Aksi unjuk rasa prodemokrasi Hong Kong kini memasuki bulan keempat. Aksi unjuk rasa terus berlangsung meskipun pemerintah telah mengabulkan satu dari lima tuntutan pengunjuk rasa, yakni penarikan Rancangan Undang-Undang Ekstradisi pada 4 September 2019.
”Masyarakat Hong Kong memupuk banyak masalah ekonomi, sosial, dan bahkan politik. Saya berharap berbagai bentuk dialog ini dapat menjadi landasan bagi kita untuk berdiskusi. Tetapi, adanya dialog tidak berarti kita tidak mengambil tindakan tegas untuk menekan kekerasan,” kata Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam dalam temu media, Selasa (17/9/2019).
Lam sebelumnya telah mengatakan, krisis politik yang terjadi selama ini akibat masalah ekonomi dan sosial, terutama bagi anak muda Hong Kong. Anak muda Hong Kong dinilai merasa frustrasi oleh biaya hidup yang tinggi. Untuk itu, dialog pekan depan akan membahas masalah perumahan dan keterbatasan lahan.
”Sesi dialog akan dibuat terbuka. Publik dapat mendaftar untuk menghadiri (diskusi itu),” ujar Lam, yang mendapat tekanan dari Beijing untuk segera meredakan kemarahan publik.
Selama aksi protes berlangsung, pengunjuk rasa sebenarnya telah berulang kali meminta dialog terbuka dengan Lam untuk membahas RUU Ekstradisi pada Juli 2019. Namun, permintaan itu ditolak dengan dalih pemerintah menginginkan dialog tertutup.
Pemerintah Hong Kong kemudian berubah pikiran dengan menggelar dialog terbuka. Namun, kini pihak-pihak pendukung demokrasi melihat dialog tersebut tidak ada gunanya.
”Saya tidak melihat alasan yang bermakna apa pun untuk berdialog dengan Lam. Semua tuntutan kami sangat jelas sejak awal dan dia tahu itu dengan sangat baik,” kata anggota Dewan Legislatif prodemokrasi, Tanya Chan, dalam konferensi pers di Geneva, Swiss.
Chan melanjutkan, tawaran dialog pemerintah hanya merupakan strategi politik. Alasannya, Lam berulang kali menyatakan, tuntutan para pengunjuk rasa tidak akan dikabulkan, antara lain, penyelidikan independen atas kekerasan polisi dan pemberian hak pilih universal kepada warga.
Hong Kong merupakan wilayah China yang memiliki pemerintahan khusus sejak diserahkan Inggris pada 1997. Hong Kong akan bersatu secara penuh dengan China pada 2047.
Sejak awal Juni 2019, warga menggelar aksi unjuk rasa menolak RUU Ekstradisi yang membuat warga Hong Kong dapat dikirim ke China. China dinilai menerapkan sistem hukum dan peradilan berbeda yang dapat mengancam hak asasi manusia. Unjuk rasa kemudian berkembang menjadi gerakan prodemokrasi.
Para pengunjuk rasa memiliki lima tuntutan. Tuntutan tersebut adalah pencabutan RUU Ekstradisi, pembatalan sebutan perusuh terhadap pengunjuk rasa, pembebasan pengunjuk rasa yang ditahan polisi, penyelidikan kekerasan oleh polisi, serta pemberian hak pilih atas pejabat Hong Kong.
Pada Senin (16/9/2019), Lembaga pemeringkat internasional, Moody’s Investors Service, menurunkan status Hong Kong dari stabil menjadi negatif. Moody’s menyatakan, meningkatnya risiko di Hong Kong telah menggerus kekuatan lembaga-lembaga di Hong Kong.
Hong Kong merupakan pusat keuangan Asia. Lam telah menyatakan kekecewaan atas keputusan Moody’s.
Desak AS
Para aktivis demokrasi Hong Kong mendesak Kongres Amerika Serikat untuk meloloskan Undang-Undang HAM dan Demokrasi Hong Kong pada Selasa (17/9/2019). Mereka berkukuh UU ini tidak berarti membuat AS mengintervensi kedaulatan negara lain.
”Ini bukan permohonan untuk meminta campur tangan asing. Ini adalah permohonan untuk demokrasi,” ujar penyanyi dan aktivis, Denise Ho, dalam dengar pendapat Komisi Kongres-Eksekutif tentang China.
UU HAM dan Demokrasi Hong Kong diperkenalkan di Senat dan DPR AS pada awal 2019. UU ini akan mewajibkan peninjauan tahunan atas perlakuan khusus yang diberikan Washington kepada Hong Kong, termasuk hak istimewa perdagangan dan bisnis.
UU tersebut juga akan membuat pejabat China dan Hong Kong yang mengganggu otonomi khusus Hong Kong dapat menerima sanksi.
DPR AS mengusulkan UU baru pada pekan lalu, yaitu UU Perlindungan Hong Kong. UU ini akan melarang ekspor beberapa senjata untuk mengendalikan massa kepada kepolisian Hong Kong. UU perlindungan ini didukung oleh Partai Republik dan Demokrat.
”Mudah-mudahan kami dapat meloloskan sebagian dari undang-undang ini untuk menjelaskan kepada rezim di Beijing bahwa demokrasi adalah nilai penting,” kata senator Maine, Angus King. (Reuters)