Worldskills Kazan : Mereka yang berjuang di Kompetisi Tingkat Dunia
Tercekat, kaget dan haru. Itulah yang dialami tiga pemuda Indonesia yang meraih medali di kompetisi keterampilan tingkat dunia atau Worldskills Competition 2019 (tahun ini disebut Worldskills Kazan 2019 karena diadakan di kota Kazan, Rusia).
Indonesia di Worlskills Competition ke 45 pada 22-27 Agustus 2019 lalu mendapat dua medali perak dan satu perunggu. Selain itu, 12 anak muda Indonesia juga mendapat medallion for exchellence sehingga mendudukkan posisi Indonesia di urutan ke 15 dari 61 negara peserta WorldSkills Kazan.
Peraih medali perak dari Indonesia Rizky Muhammad (19) dari bidang IT nettwork system. Perak kedua diraih Hengky Sanjaya (19) dari bidang IT software solution for business dan medali perunggu dipersembahkan Mohammad Hafid Miftah Fauzi (21) dari lomba keterampilan plastic die engineering.
“Ya senang sih,” ujar Rizky kalem. Sementara dari pemenang dari Jepang, Korea Selatan dan negara lain berteriak girang atau menangis karena meraih medali. “Ini pertama kali Indonesia mendapat medali di IT network system. Pecah rekor he he,” sambung alumnus Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 4 Bandung, Jawa Barat, kini kuliah di Amikom Bandung.
Sementara, Hafid saat sudah bisa menenangkan diri berseru, “Alhamdulilah… saya senaaang,”. Ia menyatakan, baru sekali ikut kompetisi tingkat dunia dan langsung naik ke panggung menerima medali. “Impian saya terpenuhi karena pertolongan Allah SWT,” lanjutnya.
Hengky tampak lebih tenang. “Luar biasa, enggak nyangka bisa menang dan mengibarkan bendera Merah-putih di sini. Senang bisa membawa nama Indonesia,” tutur Hengky dengan wajah ceria. Senyum terus mengembang di bibirnya.
Persaingan di Worldskills Kazan sungguh ketat. Akibatnya, jika di Worldskills 2017 di Abdu Dhabi, Indonesia di urutan 12, kini turun tiga tingkat, namun perolehan medali naik. Dari dua medali perak, menjadi dua medali perak dan satu medali perunggu.
“Negara lain bekerja lebih keras. Prestasi anak muda China Taipei, Jepang, Korea Selatan bahkan Singapura melonjak,” kata Direktur Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI M Bakrun mengomentari hasil Worldskills Kazan 2019.
Sebagian competitor dari Indonesia mengaku mengalami kesulitan di beberapa hal. Di prototype modelling misalnya, Slamet Sarwo Edi kesulitan memotong bahan untuk membuat prototype kamera bawah air. “Bahannya keras sekali, berbeda dengan yang biasa untuk praktik di pabrik,” tutur alumnus SMK Negeri 1 Purworejo, Jawa Tengah itu.
Sementara Hengky syok ketika mendapat kabar program Android yang biasa ia pakai untuk latihan, tak digunakan dalam kompetisi. “Aduh, aku harus latihan lagi malam harinya,” ujar Hengky yang harus belajar dadakan program Java, padahal ia biasa memakai Kotlin yang lebih baru. Beruntung, Hengky tetap unggul atas wakil Iran, Korea, bahkan China dan Rusia yang berada di urutan pertama dan kedua kompetisi.
Di pihak lain, Hafid tercenung mendengar uraian kompetitor dari negara lain. “Teman dari Jepang, Korea dan negara lain sudah latihan sejak tiga – empat tahun lalu. Sempat minder tapi saya bertekad mengerjakan semaksimal yang saya bisa,” tuturnya. Hal lain yang membuat ia kaget, soal diberikan hanya dalam tempo 15 menit. Setelah itu pengawas mengambil soal itu. “Susah kan mengingat isi soal. Jadi memang harus konsentrasi penuh saat ikut lomba seperti kemarin,” katanya lagi.
Keharusan konsentrasi penuh membuat para kompetitor tak pernah bisa tersenyum. Mata mereka hanya tertuju ke komputer dan mengoperasikan alat.
Apalagi di detik terakhir kompetisi, mata mereka serasa tak berkedip, tangan terus menelusuri karya, khawatir ada yang masih harus diperbaiki. Isnaeni Wulandari, kompetitor bidang fashion technology langsung lega ketika bel berbunyi melengkapi hitungan mundur 4,3,2,1 yang diserukan penonton. Kedua tangannya terangkat dan bibirnya tersenyum.
Jalan panjang
Kecemasan dan ketegangan tak urung mereka rasakan selama lima hari kompetisi. Ketika Hafid, Hengky dan Rizky menang, mereka pantas berbangga setelah menyiapkan diri selama sejak lama. Latihan, ikut seleksi latihan lagi, dan ikut seleksi untuk wakil Indonesia di Worldskills Kazan itu yang harus mereka lalui sampai kemudian beradu kemampuan dengan peserta dari berbagai negara di tiap cabang lomba.
Pemilihan siswa sekolah menengah kejuruan ke kompetisi keterampilan itu juga karena berkait erat dengan tujuan pendirian SMK yakni untuk menciptakan tenaga ahli madya di berbagai bidang. Tenaga seperti itulah yang dibutuhkan untuk mendukung industri dan pertumbuhan ekonomi.
Soal persiapan Hafid yang lulusan SMK Negeri 1 Singosari Kabupaten Malang menceriterakan, ia menjadi juara nasional lomba keterampilan siswa (LKS) tahun 2018. Pihak Toyota Motor Manufacaturing Indonesia lalu memanggil juara 1,2 dan 3 LKS bidang plastic die engineering dan prototipe modelling yang berjumlah 20 anak ikut pelatihan di pabrik mereka.
Dari jumlah itu Toyota memilih tinggal delapan anak untuk dua bidang lomba. Di sela pelatihan, mereka harus ikut semacam ujian. Dari empat orang diseleksi tinggal dua orang. Sekitar enam bulan sebelum pelaksanaan Worldskills Kazan, ada seleksi lagi. “Alhamdulilah, saya lolos. Status saya sudah karyawan Toyota tetapi tugas saya hanya berlatih di pabrik untuk ke Kazan ini,” kata Hafid.
Senada dengan Hafid, Hengky saat masih sekolah di SMK Imanuel Pontianak, Kalimantan Barat menjadi juara dua LKS bidang IT software. Bersama para juara LKS di bidang sama ia ikut seleksi nasional untuk ikut lomba keterampilan pemuda tingkat Asean tahun 2018. Ia menjadi wakil Indonesia dan meraih medali emas.
Setelah itu ia masuk pelatihan lagi di Universitas Bina Nusantara Jakarta, ikut seleksi lagi untuk ke Worldskills Asia, mendapat medali emas, masuk pelatihan lalu menjadi wakil Indonesia di Kazan. “Total saya ikut pelatihan dua tahun. Latihan lalu seleksi, maju ke lomba, pelatihan lagi, seleksi lagi he he,” tutur Hengky.
Kondisi itu membuat mahasiswa Jurusan Komputer Sains Universitas Binus Jakarta itu harus pandai membagi waktu. Pagi - sore kuliah, sore hingga menjelang tengah malam berlatih untuk lomba keterampilan. Sabtu ia malah seharian latihan di kampus. “Dapat medali perak, latihan yang begitu lama itu terbayar,” lanjut Hengky.
Rizky yang alumnus SMK Negeri 4 Bandung dan kini menjadi mahasiswa Jurusan IT Universitas Amikom Bandung juga mengalami perjalanan yang sama dengan dua rekannya. “Selesai lomba ini, saya tetap akan menekuni bidang IT network. Pengen segera selesai kuliah lalu bekerja,” kata Rizky, kali ini dengan senyum lebar. (TRI)