Jasa Layanan Antar Topang Perkembangan UMKM Luar Jawa
Industri jasa layanan antar makanan-minuman turut menopang perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah luar Pulau Jawa.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri jasa layanan antar makanan-minuman turut menopang perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah di luar Pulau Jawa. Pengembangam tersebut dapat terdongkrak seiring dengan pertumbuhan kelas menengah sebagai konsumen dan ragam pilihan makanan-minuman yang ditawarkan pelaku industri pada pasar.
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Koordinator Perekonomian Rudy Salahuddin, kehadiran industri jasa layanan antar makanan-minuman (mamin) dapat mendukung perkembangan UMKM sektor kuliner di luar Pulau Jawa.
”Industri jasa ini membuat pelaku UMKM tidak perlu membuka restoran, cukup memiliki keahlian memasak dan memanfaatkan aplikasi berbasis teknologi digital,” katanya dalam diskusi yang diselenggarakan Go-Jek Group di Jakarta, Kamis (19/9/2019).
Perkembangan itu tak lepas dari gaya hidup penduduk kelas menengah. Rudy berpendapat, kelompok kelas menengah cenderung memesan makanan dengan jasa antar atau tidak makan di tempat.
Kajian Alvara Research Center yang mengutip definisi dari Asian Development Bank, kelompok kelas menengah memiliki penghasilan berkisar 2 dollar AS- 20 dollar AS per hari atau sekitar 60-600 dollar AS per bulan. Angka ini setara dengan Rp 854.940-Rp 8,45 juta per bulan berdasarkan kurs referensi Bank Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, rata-rata pengeluaran penduduk Indonesia Rp 1,12 juta per bulan per kapita pada 2018, naik dari Rp 1,03 juta per bulan per kapita pada tahun sebelumnya. Secara spesifik, rata-rata nasional pengeluaran per kapita di perkotaan Rp 1,35 juta per bulan pada 2018.
Adapun dalam ”Statistik Gender Tematik: Profil Generasi Milenial Indonesia 2018” yang diterbitkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama BPS disebutkan, rata-rata penghasilan generasi milenial pada 2017 sebesar Rp 2,51 juta per bulan. Artinya, generasi milenial berpotensi turut menjadi bagian dari penduduk kelas menengah.
Riset statistik jender tematik tersebut mendefinisikan generasi milenial sebagai penduduk yang lahir pada 1980-2000. Jika proporsi generasi milenial terhadap jumlah penduduk total diurutkan dalam 10 prosisi teratas, provinsi-provinsi di luar Pulau Jawa mendominasi. Misalnya, Papua Barat, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Papua, Riau, Kalimantan Timur, Aceh, dan Jambi.
Di sisi lain, riset dari Nielsen Singapura yang berjudul ”Understanding Indonesia’s Online Food Delivery Market” menyebutkan, 95 persen responden membeli makanan siap santap dalam tiga bulan terakhir. Sebanyak 58 persen di antaranya memanfaatkan aplikasi layanan pesan antar melalui ponsel.
Riset ini melibatkan 1.000 responden di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Yogyakarta, Bandung, Surabaya, Balikpapan, Medan, dan Makassar. Riset berlangsung selama Mei 2019.
Dua alasan utama perilaku pemesanan tersebut bagi responden ialah menghemat waktu dan tenaga untuk antre atau menunggu serta bepergian dalam membeli makanan. ”Kelompok ini cenderung rela membayar jasa layanan antar untuk menghemat waktu. Bagi mereka, waktu tak dapat dibeli dan jasa layanan pesan-antar makanan menjadi salah satu solusinya,” kata Executive Director of Consumer Insight Nielsen Singapura Garick Kea.
Kelompok ini cenderung rela membayar jasa layanan antar untuk menghemat waktu. Bagi mereka, waktu tak dapat dibeli dan jasa layanan pesan-antar makanan menjadi salah satu solusinya.
Selain itu, Garick berpendapat, pola perilaku pemesanan tersebut merupakan salah satu ciri gaya hidup kelompok kelas menengah. Jika dirinci, sebanyak 41 persen responden yang memesan mamin lewat aplikasi layanan pesan-antar berada di kantor mayoritas usia 26-35 tahun.
Sebagai salah satu pemain di industri jasa layanan pesan-antar makanan, Chief Food Officer Go-Jek Group Catherine Hindra Sutjahyo menyebutkan, kehadiran Go-Jek Group berpotensi turut mengembangkan UMKM di luar Pulau Jawa. Meski belum dapat menyebutkan angkanya, pertumbuhan UMKM mitra Go-Jek Group di luar Pulau Jawa bersifat eksponensial. Adapun layanan Go-Jek Group sudah ada di 200 kota se-Indonesia.
Berdasarkan data yang dihimpunnya, Catherine memaparkan, proporsi layanan pesan-antar makanan terhadap total konsumsi makanan di Indonesia sekitar 2 persen, sedangkan China, yang tertinggi, mencapai 15 persen. Artinya, masih ada ruang pertumbuhan bagi industri jasa pesan-antar, salah satunya Go-Jek Group. Hal ini juga peluang untuk mengembangkan industri di luar Pulau Jawa.
Sebanyak 96 persen mitra Go-Food adalah UMKM. Sekitar 70 persen di antaranya naik kelas secara skala usaha sejak bergabung dengan Go-Food.
Ragam pilihan
Dari sisi pelaku industri, Garick menyebutkan, penting bagi pelaku industri untuk menawarkan beragam pilihan makanan-minuman dari bermacam-macam produsen atau penjual kepada konsumen. ”Hal ini disebabkan selera konsumen bervariasi. Konsumen pun berekpektasi, produsen (mamin) dan menu favoritnya ada di aplikasi layanan pesan-antar yang digunakannya,” katanya.
Dalam hal variasi pilihan, riset Nielsen Singapura menyebutkan, GoFood mendapatkan persepsi positif dari konsumen. GoFood dinilai unggul dalam menawarkan variasi pilihan makanan, menu, dan produsen atau penjual mamin dibandingkan pemain lainnya.
Menanggapi keunggulan tersebut, Catherine berpendapat, personalisasi pada pengalaman pelanggan dalam memesan mamin menjadi ujung tombak. ”Kami memanfaatkan teknologi machine learning (pembelajaran mesin) untuk mengoptimalkan personalisasi tersebut. Jadi, saat memesan melalui GoFood, tampilan penawaran menu di ponsel masing-masing konsumen berbeda-beda sesuai dengan riwayat pemesanan sebelumnya,” tuturnya.