DKI Buka Peluang Pengungsi Afghanistan Balik ke Jakarta Barat
Sejumlah lahan aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Jakarta Barat tengah dikaji untuk dipakai pengungsi asing dan pencari suaka.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM/J GALUH BIMANTARA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah lahan aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Jakarta Barat tengah dikaji untuk dipakai pengungsi asing dan pencari suaka. Lahan di Jakarta Barat dipilih salah satunya karena kedekatannya dengan Rumah Detensi Imigrasi DKI Jakarta di Kalideres.
Saat ini, para pengungsi asing dan pencari suaka yang terus menuntut penempatan masih bertahan di trotoar di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Para pengungsi ini berasal dari sejumlah negara, seperti Afghanistan. Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik DKI Jakarta Taufan Bakri mengatakan, beberapa lahan aset pemerintah daerah tengah dikaji, tetapi sejauh ini belum ada keputusan.
”Kami masih akan rapat dulu dengan UNHCR (Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Pengungsi) dan Kementerian Luar Negeri untuk penentuan lokasinya,” katanya di Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saifullah mengatakan, lahan eks Kodim Jakarta Barat di kawasan Daan Mogot masih berpeluang besar untuk menjadi lokasi penampungan pengungsi asing dan pencari suaka tersebut. Saat ini, diperkirakan ada 350 orang bertahan di halamannya.
Taufan mengatakan, instruksi gubernur disiapkan untuk penanganan pengungsi asing dan pencari suaka ini. Setelah penunjukan lokasi disepakati bersama, ketersediaan air, listrik, dan kebutuhan sehari-hari lainnya akan dipersiapkan. Adapun pengelolaan diserahkan kepada UNHCR. Penentuan lokasi juga akan mempertimbangkan penerimaan warga sekitar.
Gubernur DKI Anies Baswedan mengatakan, para pengungsi belum memiliki tempat karena belum bisa dipindah ke Bambu Apus lantaran keterbatasan tempat. Tempat di Bambu Apus yang dimaksud adalah salah satu balai milik Kementerian Sosial di Bambu Apus, Jakarta Timur. ”Siang ini (Rabu, 18/9/2019), akan dibicarakan, dicarikan tempat sementara,” tuturnya.
Pembicaraan, menurut Anies, dilakukan antara tiga pihak, yakni DKI, Kemensos, dan UNHCR. Ia belum bisa memastikan lokasi penampungan sementara mana yang bisa disediakan DKI. Penentuan lokasi akan dibahas dalam pertemuan.
Pemprov DKI juga berencana menyediakan bantuan kebutuhan dasar bagi pengungsi asing jika tinggal di penampungan sementara, antara lain makanan dan kebutuhan mandi, cuci, serta kakus. Dari data yang dimiliki, sebanyak 81 jiwa pengungsi asing tadi terdiri dari 74 pengungsi asal Afghanistan dan tujuh dari Sudan. Semuanya ada 17 keluarga.
Bertahan di trotoar
Hingga Rabu siang, puluhan pengungsi asing dan pencari suaka masih bertahan di trotoar di Jalan Kebon Sirih. Sebagian pengungsi menggelar unjuk rasa di depan kantor UNHCR di Menara Ravindo. Tak semuanya tidur di trotoar karena sudah menyewa tempat kos sendiri.
Mereka menuntut UNHCR segera memberikan penempatan di negara ketiga. Mereka menilai, UNHCR telah menerima banyak dana dari beragam organisasi yang menaruh perhatian pada pengungsi asing, tetapi belum juga menuntaskan tugasnya dalam urusan pengungsi asing.
”Saya sudah di Indonesia sejak 2014, tapi tidak ada kejelasan. Sementara UNHCR menerima banyak dana funding,” kata Omid Sharif Jaghuri (46), pengungsi yang melarikan diri dari Taliban di Afghanistan.
Omid yang bersekolah sebagai insinyur kartografi di Moskwa, Rusia, itu telah terdampar di Indonesia sejak 2014. Ia tak bisa bekerja kendati berpendidikan tinggi.
Selama tinggal di Jakarta, Omid yang juga kerabat dari mantan gubernur salah satu provinsi di Afghanistan itu menggantungkan nafkah dari keluarganya di luar negeri. Ia tinggal di kamar kos dan makan sehari-hari dengan biaya sendiri.
”Pemerintah Indonesia sudah sangat baik pada kami dengan menerima baik. Kami hanya minta UNHCR untuk melaksanakan tugas mereka,” katanya.
Omid melarikan diri dari negerinya setelah dua saudaranya terbunuh saat Taliban menyerang rumah mereka. Ia juga memperlihatkan luka-luka dari serangan tersebut.
Omid menolak kembali ke Afghanistan karena kekerasan yang menyasar etnis Hazara masih mengancam kehidupannya di sana.
Hingga saat ini, masalah pencari suaka dan pengungsi asing ini menjadi dilema bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sejauh ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum mempunyai aturan ataupun anggaran untuk menangani masalah internasional tersebut.
Di satu sisi, terdapat pertimbangan kemanusiaan dalam penanganan masalah, tapi di sisi lain terdapat potensi masalah sosial.